Asal-usul Sigale-Gale, Boneka Pelipur Lara dari Toba

Sigale-gale, boneka kayu unik ini berasal dari Desa Tomok di Pulau Samosir yang berada di tengah Danau Toba, Sumatra Utara. (Foto: ANTARA/Nova Wahyudi)

JAKARTA – Sepintas, boneka ini mirip manusia dewasa dengan tatapan kosong tanpa makna. Pada bahunya tersampir ulos, kain tenun khas suku Batak. Rambut pirangnya tersemat sortali, semacam penutup kepala.

Ketika suara tabuhan musik dari gondang, kendang besar bertabung panjang, mulai dimainkan, tiba-tiba saja boneka itu bergerak mengikuti irama musik.

Sigale-gale. Boneka kayu unik ini berasal dari Desa Tomok di Pulau Samosir yang berada di tengah Danau Toba, Sumatra Utara. Boneka kayu bercat cokelat itu menjadi bagian penting dari pertunjukan rakyat di Tomok.

Nama sigale-gale berasal dari kata “gale” yang berarti lemah gemulai dalam bahasa Batak Toba. Boneka kayu ini diletakkan pada podium kayu persegi panjang untuk membuatnya dapat berdiri tegak dan bergerak seolah-olah menari melalui perlintasan tali di podium tersebut.

Seorang dalang mengendalikan jalinan tali-temali untuk membuat sigale-gale bergerak secara luwes. Seperti sistem syaraf dan sendi tubuh manusia, tali-tali tersebut menghubungkan bagian badan sigale-gale mulai dari kepala, leher, lengan, dan telapak tangan.

Meskipun jalinan tali tampak rumit, pakaian adat Batak Toba dan podium kayu menyamarkan posisinya. Sigale-gale biasanya diiringi oleh tarian tor-tor yang memperlihatkan gerakan khas menelungkupkan kedua telapak tangan ke arah dada dan digerakkan naik turun ke depan berulang-ulang.

Menurut Kamus Budaya Batak Toba karya MA Marbun dan IMT Hutapea, sigale-gale adalah sebuah boneka kayu yang dimainkan bersama dengan musik gondang dan iringan tari tor-tor pada upacara papurpur sapata. Fungsi dari papurpur sapata ini adalah sebagai pelipur lara untuk keluarga atau kerabat yang ditinggalkan akibat kematian.

Namun, menurut Rayani Sriwidodo dalam bukunya Si Gale-Gale: Dongeng Rakyat Tapanuli, sigale-gale awalnya dibuat dan dimainkan ketika seseorang yang meninggal tidak memiliki keturunan. Sebagai cerita rakyat, sigale-gale telah menjadi kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun di masyarakat Batak.

Bagi masyarakat Danau Toba, sigale-gale memiliki makna yang mendalam karena identik dengan sosok Manggale. Manggale adalah anak laki-laki satu-satunya dari Raja Rahat, penguasa Samosir, yang sangat dihormati oleh masyarakat Batak Toba karena kehebatannya dalam memimpin perang.

Namun, Manggale tewas di medan pertempuran saat diutus ayahnya untuk mengusir tentara dari kerajaan tetangga, sehingga membuat Raja Rahat dan seluruh rakyat merasa kehilangan yang sangat besar. Untuk mengenang Manggale, dicarilah seorang pemahat terbaik di kerajaan untuk membuat patung kayu yang mirip dengan Manggale.

Roh Manggale disisipkan ke dalam patung kayu sigale-gale sehingga ketika Raja Rahat merindukan Manggale, ia akan menari tor-tor bersama patung tersebut. Kegiatan ini kemudian diikuti oleh seluruh rakyat untuk mengenang Manggale.

Meskipun tidak diketahui secara pasti kapan pertunjukan sigale-gale dimulai di Pulau Samosir, Sandy Situmorang dalam Seri Pengenalan Budaya Nusantara: Misteri Patung Sigale-gale menyebutkan bahwa boneka sigale-gale pertama kali dibuat oleh Raja Gayus Rumahorbo pada 1930 di Desa Garoga dekat Tomok.

Boneka sigale-gale buatan Raja Gayus dapat mengeluarkan air mata dan mengusapkan ulos yang disandang di bahunya. Namun, bagaimanapun ceritanya, sigale-gale telah memberikan warna tersendiri bagi perkembangan seni dan tradisi masyarakat di kawasan Danau Toba, terutama di Desa Tomok, Samosir, dan selalu dipertunjukkan dalam setiap kunjungan wisatawan dan pesta budaya setempat.

Sumber: indonesia.go.id