NEW YORK – Universitas Columbia yang berbasis di New York telah mengeluarkan dan menangguhkan sejumlah mahasiswa yang terlibat dalam demonstrasi pro-Palestina, termasuk aksi pendudukan Hamilton Hall pada musim semi lalu.
Dalam pernyataannya pada Kamis (13/3/2025), pihak universitas mengumumkan bahwa Dewan Yudisial mereka telah menjatuhkan berbagai sanksi, mulai dari penangguhan beberapa tahun hingga pencabutan gelar sementara dan pengusiran. Namun, jumlah pasti mahasiswa yang terkena sanksi tidak diungkapkan.
Aksi demonstrasi tersebut terjadi pada April 2024, ketika sekelompok aktivis antiperang memasuki Hamilton Hall, gedung bersejarah di kampus utama Columbia.
Para demonstran mengganti nama gedung tersebut menjadi “Hind’s Hall” sebagai penghormatan kepada Hind Rajab, seorang gadis berusia 6 tahun yang tewas secara tragis akibat serangan pasukan Israel.
Salah satu mahasiswa yang dikeluarkan adalah Grant Miner, presiden Student Workers of Columbia (SWC), serikat yang mewakili instruktur dan peneliti di universitas tersebut.
SWC mengecam keputusan ini, menuduh bahwa Miner dikeluarkan tanpa bukti atas keterlibatannya dalam aksi solidaritas untuk Palestina.
Serikat tersebut juga mengkritik waktu pengusiran, yang dilakukan kurang dari 24 jam sebelum sesi perundingan antara mereka dan pihak universitas.
Pihak Columbia membela keputusan mereka dengan menegaskan bahwa mereka berkomitmen untuk menegakkan aturan dan kebijakan universitas.
Tindakan keras ini dilakukan di tengah tekanan dari pemerintahan Donald Trump, yang baru-baru ini mencabut pendanaan federal senilai 400 juta dolar AS (sekitar Rp6,5 triliun) bagi Columbia, dengan alasan universitas tersebut gagal menangani kasus antisemitisme.
Selain itu, penindakan ini terjadi setelah Mahmoud Khalil, seorang aktivis pro-Palestina yang juga alumni Columbia, ditangkap oleh Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) AS.
Penangkapan ini dilakukan berdasarkan perintah eksekutif dari Trump yang menargetkan “aktivitas pro-teroris, anti-Semit, dan anti-Amerika” di kampus-kampus.
“Kami tahu ada lebih banyak mahasiswa di Columbia dan universitas lain di seluruh negara yang terlibat dalam aktivitas pro-teroris, anti-Semit dan anti-Amerika, dan Pemerintahan Trump tidak akan menoleransinya,” katanya.
Trump menyatakan bahwa Khalil adalah “penangkapan pertama dari banyak lainnya” dalam upaya pemerintahannya untuk menindak lebih lanjut gerakan pro-Palestina di lingkungan akademik.