JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan harmonisasi data zakat dan wakaf dengan sistem Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) sebagai langkah strategis dalam memperkuat ekosistem kedua instrumen tersebut di Indonesia.
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag, Waryono Abdul Ghafur, menyatakan bahwa integrasi data serta Program Kota Wakaf akan membantu zakat dan wakaf memberikan dampak nyata dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Menurutnya, sistem ini akan meningkatkan efektivitas penyaluran bantuan sosial dari zakat, infak, sedekah, serta imbal hasil wakaf agar lebih tepat sasaran.
Dalam pengelolaan zakat dan wakaf, ada tiga aspek utama yang menjadi fokus, yaitu penguatan regulasi, digitalisasi, dan kerja sama antar-lembaga.
Meskipun terdapat lebih dari 600 Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) tingkat wilayah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ), pemanfaatan potensi zakat di berbagai sektor masih belum optimal.
“Potensi zakat pertanian, misalnya, bisa mencapai 2,6 juta ton. Namun, belum banyak tercatat dalam sistem pelaporan, bahkan di daerah lumbung pertanian,” ujar Waryono, dalam keterangannya di Jakarta, belum lama ini.
Berdasarkan data tahun 2023, pengumpulan zakat dari sektor seperti perniagaan, perkebunan, surat berharga, emas, pertanian, peternakan, dan industri masih belum dimaksimalkan.
Zakat yang berasal dari usaha dan industri masih didominasi oleh zakat pendapatan dan jasa, sehingga sembilan sektor lainnya belum terserap secara optimal.
Selain itu, Kemenag juga menyoroti pentingnya peningkatan kompetensi dan profesionalisme amil zakat. Saat ini, Kemenag tengah menyusun Kamus Kompetensi SDM Amil Zakat untuk menentukan standar profesionalisme yang sesuai dengan prinsip syariah serta tata kelola modern.
“Kinerja pengelolaan zakat sangat bergantung pada kualitas SDM. Oleh karena itu, peningkatan pelatihan dan ujian sertifikasi menjadi prioritas utama,” jelas Waryono.
Dalam hal wakaf, Waryono mengungkapkan bahwa dari total 449.085 lokasi tanah wakaf yang tercatat, baru sekitar 53 persen yang memiliki sertifikat legalitas.
Untuk itu, Kemenag bekerja sama dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI), nazir, Kementerian ATR/BPN, serta pemerintah daerah dalam mempercepat proses sertifikasi tanah wakaf.
Selain itu, Kemenag juga mendorong pengelolaan wakaf produktif di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Salah satu solusi yang tengah dibahas adalah skema wakaf uang temporer, yang dinilai dapat meningkatkan fleksibilitas dan optimalisasi dana wakaf. Namun, implementasi skema ini masih memerlukan regulasi yang lebih kuat.
“Dukungan regulasi dan sinergi dengan pemangku kepentingan menjadi kunci utama untuk mempercepat pengembangan wakaf produktif,” tuturnya.
Kemenag juga menyoroti program unggulan Kota Wakaf, yang bertujuan mempercepat legalitas dan pengembangan wakaf di berbagai daerah. Program ini telah mulai diterapkan di Yogyakarta melalui kerja sama dengan Bank Indonesia.