Filisida, Darurat Nasional yang Kembali Tunjukkan Wajah Kelam di Bandung

Ilustrasi. (Foto: Ist)

JAKARTA, KBKNews.id – Warga Banjaran, Kabupaten Bandung, dikejutkan dengan tragedi memilukan pada Jumat (5/9/2025). Seorang ibu berinisial EN (34) bersama dua anaknya ditemukan meninggal dunia di rumah kontrakan mereka.

Polisi menduga, EN lebih dulu meracuni anak-anaknya yang berusia 9 tahun dan 11 bulan, sebelum mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri.

Peristiwa ini pertama kali diketahui oleh YS, suami EN, yang baru pulang kerja dan mendapati istri serta kedua anaknya sudah tidak bernyawa.

Di lokasi, polisi menemukan surat wasiat yang ditulis EN, berisi curahan penderitaan hidup serta kekecewaan terhadap suaminya yang diduga terlilit utang.

Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Diyah Puspitarini, menjelaskan kasus ini termasuk kategori filisida maternal, yakni pembunuhan anak oleh ibu kandung dalam keadaan sadar.

Ia menilai, motif sementara berkaitan dengan tekanan ekonomi, namun tetap menekankan pentingnya penyelidikan menyeluruh.

“Kasus seperti ini harus menjadi perhatian serius. Filisida merupakan fenomena darurat yang perlu ditangani bersama, bukan hanya dari sisi hukum, tetapi juga dukungan sosial dan kesehatan mental,” kata Diyah, seperti diberitakan Antara.

Data KPAI mencatat, sepanjang 2024 terdapat sekitar 60 kasus filisida di Indonesia, atau rata-rata 5–6 kasus setiap bulan. Mayoritas pelaku adalah ibu kandung.

Diyah menegaskan, faktor ekonomi sering kali menjadi pemicu, sehingga masyarakat dan pemerintah harus memperkuat upaya pencegahan.

“Memang ini sebuah keprihatinan dan kami sangat berharap kejadian seperti ini tidak terulang kembali dan kepada masyarakat tentunya harus bisa melakukan pencegahan, terutama kalau persoalannya ekonomi,” kata Diyah Puspitarini.

Kasus di Banjaran bukanlah yang pertama. Pada Agustus 2025, peristiwa serupa terjadi di Batang, Jawa Tengah. Seorang ibu berinisial VM (31) diduga menenggelamkan dua putrinya yang berusia 6 dan 3 tahun di Pantai Sigandu. VM kemudian ditemukan dalam kondisi linglung setelah bersembunyi di toilet portabel.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menekankan pentingnya memperkuat ketahanan keluarga pasca tragedi di Banjaran. Menurutnya, komunikasi antara suami dan istri harus selalu dijaga agar masalah tidak menumpuk.

“Apa yang dirasakan istri, apa yang dirasakan suami, harus saling dikomunikasikan sehingga tidak ada hambatan untuk menyampaikan perasaan yang sedang dirasakan,” tuturnya.

Selain itu, Arifah mengingatkan pentingnya kepedulian sosial. Warga diimbau lebih peka jika melihat perubahan sikap tetangga yang mungkin membutuhkan bantuan.

“Kalau melihat tetangga kita mengalami sesuatu yang berbeda, mungkin butuh perhatian, perlu ditanyakan ada apa. Itu bukan sekadar ingin tahu urusan orang lain, tetapi sebagai bentuk kepedulian,” ujarnya.

Ia juga memastikan pihaknya akan memperkuat peran perempuan dalam keluarga dan masyarakat guna mencegah kejadian serupa.

Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) pun menyoroti persoalan komunikasi dalam rumah tangga. Wakil Ketua Umum Komnas PA, Lia Latifah, menyebut masalah seperti utang dan kebohongan semestinya bisa diselesaikan lewat dialog atau melibatkan keluarga sebagai penengah.

“Dari surat (wasiat istri) dikatakan suaminya kerap berbohong dan berutang. Nah, ini sebetulnya bisa melalui orang ketiga, misalnya dari pihak keluarga untuk membantu mencari solusi,” kata Latifah.

Komnas PA menyampaikan duka mendalam dan menegaskan bahwa kasus filisida ini menambah daftar panjang kekerasan dalam keluarga yang korbannya adalah anak.

Advertisement

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here