Gubernur Pilihan Presiden Belum Tentu Mumpuni

0
204
Ada pendapat, gubernur penunjukan presiden belum tentu bisa atasi banjir dan kemacetan lalin di Jakarta. tetapi gubernur yang dipilih melalui pilkada nyatanya belum tentu mampu juga.

TIDAK tidak ada bukti empirik yang menunjukkan Gubernur Jakarta yang dipilih presiden mampu mengatasi banjir dan macet, ” kata Direktur Monitoring Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Jojo Rohi.

Pendapat itu dilontarkan oleh Jojo mengomentarai wacana perubahan sistem pemilihan Guberur DKI Jakarta dari pilkada melaui kontestasi parpol pengusung menjadi ditetapkan oleh presiden.

“Tidak ada bukti empirik (jika ditunjuk presiden-red) ,  pembangunan bakal lebih mudah, lebih lancar, birokrasi terpangkas misalnya ,” kata Jojo Rohi kepada Kompas.com, Selasa (12/4/2023).

Jojo beranggapan, loyalitas gubernur yang ditunjuk oleh presiden akan bertumpu pada atasan yang menunjuknya, sedangkan jika dipilih rakyat langsung (melalui pilkada-red), loyalitasnya pada masyarakat.

“Pemilihan langsung (melalui pilkada-red) lebih membuat kepala daerah pilihan rakyat memiliki legitimasi cukup kuat untuk mengambil kebijakan-kebijakan ketimbang yang ditunjuk presiden (yang) legitimasinya dari atas, bukan dari bawah,” ujarnya.

Wacana pengangkatan gubernur DKI Jakarta oleh presiden diacanakan dalam draft RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) pada pasal 2 ayat 1 terkait penyebutan DKJ sebagai pengganti Daerah Khusus Ibukota (DKI).

Setelah melepas status sebagai ibukota negara, Jakarta nantinya bakal dijadikan daerah khusus sebagai pusat pertumbuhan ekonomi nasional, kawasan aglomerasi dan global.

Rencana pengajuan RUU DKJ tersebut direspons oleh Manajer Program Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi Fadli Ramdhani, peneliti BRIN Devi Darmawan dan sejumlah tokoh-tokoh lainnya.

Bakal dijadikan prakondisi?

Fadli, cemas rencana pengajuan RUU DKJ itu dijadikan prakondisi untuk mengubah seluruh proses pilgub tidak lagi melalui pilkada,  sedangkan Devi senada dengan Fadli, menilai wacana tersebut kontroversial dan merupakan wacana yang membahayakan.

Namun demikian, pandangan Fadli juga tidak seluruhnya benar, karena faktanya, gubernur DKI Jakarta sebelumnya yang diusung oleh parpol dan dipilih melalui mekanisme pilkada  juga tidak becus mengurus banjir dan kemacetan lalin.

Argumentasi Jojo lagi-lagi tidak pas melihat kenyataan atau bukti empiris, antara 2004 – 2022 saja ada 24 gubernur dan 162 bupati dan walikota yang dipilih melalui meknisme pilkada terjerat kasus korupsi.

Sementara dari hasil Survei Litbang Kompas baru-baru ini, 66,1 persen masyarakat tak setuju gubernur Jakarta dipilih presiden, alasannya, mereka tetap memiliki hak untuk memilih gubernur  melalui Pilkada meski statusnya tidak lagi menjadi ibu kota negara.

Rinciannya: 52,1 persen responden tidak setuju penunjukan oleh presiden, 14 persen sangat tidak setuju, 27,8 persen setuju dan 3,5 persen sangat setuju serta 2,6 persen menjawab tidak tau.

Jadi intinya, apakah kepala daerah dari bupati sampai gubernur dipilih langsung oleh presiden atau melalui pilkada, jika pengawasannya tidak dibenahi, sama-sama terbuka peluang untuk korupsi.

 

 

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here