Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un !
Gundah Menyaksikan Carut Marut Politik dan Kenegaraan
GUNARSO TS (Mas Gun), wartawan Harian Pos Kota sejak 1977 yang juga menulis untuk KBKnews sejak 2017 pulang ke rahmatullah di RS Polri, Kramat Jati, Jaktim, Senin 19 Feb. 2024 sekitar pukul 14.00 WIB, meninggalkan seorang isteri, satu putera dan dua putri.
Walau dalam beberapa bulan terakhir ini keluar masuk RS karena hemoglobin (Hb) atau butir darah merah didiagnosa rendah, kepergian Mas Gun terasa sangat cepat karena baru sekitar pekan lalu ia divonis mengidap leukimia (kanker darah).
Mas Gun mulai dikemoterapi yang kemungkinan menyebabkan kondisi fisiknya yang sepanjang hidup sehat, langsung drop akibat rasa mual dan tidak nyaman sehingga menyulitkannya menerima asupan makanan sehingga memperlemah fisiknya.
Penulis baru meninggalkan Mas Gun setelah sekitar dua jam ngobrol saat menjenguknya di RS, Senin (19/2) sampai sekitar pukul 13.00 ketika puteri almarhum, Galuh mengabarkan melalui whatsapp, ayahandanya telah menutup mata. Saat itu Mas Gun berada di IGD, menanti ruang ICU yang masih penuh terisi.
Sebelumnya, pagi hari itu, Mas Gun diantarkan keluarganya ke RS karena kondisinya drop tidak mampu lagi bangkit memapakkan kakinya, sehingga diantarkan lagi ke RS.
Dua hari sebelumnya, Sabtu (17/2) ia juga dilarikan ke IGD, namun diizinkan pulang, karena menurut dokter, kondisinya baik-baik saja, hanya mengalami efek samping obat kemo yang disuntikkan sepekan sebelumnya.
“Efek kemo berbeda-beda untuk tiap orang, ada yang cuma satu atau dua hari, ada yang sampai seminggu, baru hilang rasa mual atau tidak nyaman, ” ujar dokter seperti diceritakan oleh keluarganya.
Gunarso lahir dari keluarga petani di Desa Pulutan, Kec. Ngombol, 14 Km arah selatan Purworejo, kota kecil di Jawa Tengah pada 25 November 1951. Bakat menulisnya sudah muncul saat ia sekolah di Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) lulus 1969.
Meniti karier di harian harian Pos Kota sejak 1977, ia diserahi mengisi kolom “Nah Ini Dia” di pojok kanan bawah halaman depan yang kelak menjadi icon dan dinanti para pembaca harian itu setiap hari.
Berbeda dengan sikapnya yang bersahaja dan irit bicara kecuali dengan orang-orang yang sudah kenal dekat, Gunarso “menari-nari” dalam tulisannya, nyerempet-nyerempet soal esek-esek dengan memasukkan frasa-frasa politik atau istilah yang lagi ngetren.
Misalnya, tentang frasa “Poros Tengah” koalisi partai-partai Islam saat PDI-P memenangi Pemilu 1999, Gunarso menggunakannya untuk tulisan di kolom “Nah Ini Dia” tentang seorang kepala desa celamitan yang kepergok hendak menyelingkuhi PRT di rumahnya.
“Saat melintas di depan kamar Inah yang pintunya setengah menganga, poros tengah pak Kades pun meronta menyaksikan daster sang pembantu tersingkap”……dst. Demikian antara lain penggalan tulisannya.
Senyum Pagi
Mas Gun juga berkarya di Kantor Berita Kemanusiaan (KBK) on-line milik Dompet Dhuafa (DD) sejak 2017, menulis di kolom cerita wayang dan “Senyum Pagi” mirip “Nah Ini Dia”, namun seiring usia, agaknya sudah menjauhi istilah-istilah berbau esek-esek, lebih ke frasa-frasa “nyeleneh” terkait isu politik.
Contohnya, praktek money politics makin marak menjelang Pemilu 2024 dan diduga terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM), a.l. tercermin dari temuan PPATK terkait dana mencurigakan Rp51,4 triliun melibatkan 100 caleg bersumber dari bandar judi, narkotika, illegal logging dan perdagangan manusia.
Mas Gun pun dalam salah satu tulisannya menggambarkan betapa sikap transaksional dan pragmatis juga telah merasuki segenap elemen bangsa sampai ke tingkat akar rumput.
“Ono duwite gak?, tanya Cak Bejo saat diajak tetangganya ikut kampanye parpol, disambung pertanyaan: ” NPWP”? (Nomer Piro, Wani Piro), plesetan akronim Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang diperlukan setiap warga untuk berurusan transaksi keuangan.
Kegerahan, kecemasan dan kegeraman Mas Gun atas carut-marut, hingar-bingar, sikap pragmatisme (lebih pasnya, mencla-mencle) dipertontonkan para elite dan politisi yang ujung-ujungnya duit atau kekuasaan juga dilontarkan saat bertelpon atau berbincang-bincang dengan almarhum di akhir hayatnya. Sekedar uneg-uneg yang tentu tak akan mengubah apa-apa.
Una Rondine non fa primavera, ungkap peribahasa itali yang artinya seekor burung walet (yang kesasar-red), tidak bisa mengubah musim (menandai tibanya musim semi).
Selain insan pers, perlu kekuatan besar, termasuk para akademisi, kaum cerdik cendekia, tokoh agama, adat dan masyarakat, mahasiswa serta segenap komponen bangsa lainnya untuk memperbaiki segala carut marut dan anomali yang terjadi di negeri ini.
Tulisan-tulisan wartawan gaek seperti Mas Gun, tidak akan mengubah kemapanan, privilege dan kenyamanan yang dinikmati para elite dan politisi, namun paling tidak, di jaman edhan, ora melu ora keduman (zaman gila, gak ikut gak kecipratan ia tetap konsisten dan tanpa pamrih, tetap menyuarakan kebenaran hingga akhir hayatnya.
Selamat Mas Gun, menikmati kedamaian di haribaan Illahi dalam keabadian, bebas dari kepalsuan di panggung politik dan kenegaraan, dan jangan cemas, perjuangan mas Gun pasti ada yang meneruskan!
*** Nanang Sunarto, rekan almarhum di KBK, mantan Wapempred LKBN ANTARA