Kiat Junta Myanmar Langgengkan Kekuasaan

Demo-demo massa pro demokrasi di Myanmar sejak kudeta oleh junta militer pada Feb. 2021 sudah menewaskan sekitar 2.300 orang dan belasan ribu di penjara termasuk tokoh NLD Aung San Suu Kyi. Rezim junta tetap bergeming dari kecaman int'l.

KEKUASAAN adalah nikmat dan segala-galanya bagi diri, keluarga dan kelompok, sehingga harus dipertahankan selama mungkin, mulai dengan membuat aturan, merekayasa fakta, sampai menjegal lawan.

Itu agaknya yang juga dipraktekkan oleh rezjim junta militer Myanmar yang mengudeta dan mengambil alih kekuasaan dari pemenang Pemilu pada Feb. 2021.

Caranya, dengan membuat persyaratan pemilu yang memberatkan parpol di negeri seribu pagoda itu untuk ikut serta dalam Pemilu yang dijadwalkan akan digelar tahun ini.

Parpol yang sudah ada atau baru didirikan diberi waktu 60 hari untuk mendaftarkan diri di Komisi Pemilu bentukan junta militer dan harus memiliki 100-ribu anggota 90 hari setelah pendataran, naik dari 1.000 anggota yang dipersyaratkan pada Pemilu sebelumnya.

Persyaratan tersebut tertuang dalam UU Pemilu baru yang diratifikasi  junta (26/1) dan dipublikasikan oleh media resmi pemerintah, Global New Light of Myanmar keesokan harinya.

Dengan pesyaratan sebarat itu, hampir dipastikan tak ada parpol yang mampu menyaingi Partai Solidaritas Persatuan Pembangunan yang didirikan oleh para mantan jenderal. Partai ini lah yang dikalahkan oleh Liga Nasional Demokrat (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi pada Pemilu 2015 dan 2020.

Pada Pemilu yang digelar Nov. 2020, NLD menang telak, namun militer dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing tidak mengakuinya karena dianggap telah terjadi kecurangan dalam penghitungan suara.

Di tengah kecaman Int’l terutama AS dan Barat dan perlawanan rakyat prodemokrasi yang menewaskan lebih 2.300 orang dan belasan ribu dipenjarakan, rezim junta bergeming mempertahankan kekuasaannya.

Situasi Darurat, Berakhir

Namun dengan berakhirnya situasi darurat yang diciptakan sendiri oleh rezim junta pada akhir Januari tahun ini atau tinggal beberapa hari lagi, pemilu harus digelar.

Pemerintah AS, misalnya skeptis terhadap setiap pemilu yang digelar oleh junta karena dianggap penuh dengan rekayasa, namun sebaliknya Myanmar rezim Myanmar didukung oleh Rusia, China atau Korea Utara.

NLD sendiri yang diharapkan rakyat mampu mengungguli parpol para mantan jenderal sudah dicerai beraikan, bahkan Suu Kyi masih mendekam di bui dengan berbagai tuduhan yang dibuat-buat.

Komisaris Tinggi HAM PBB, Volker Turk dalam pernyataan tertulisnya mengingatkan Myanmar yang bakal jatuh ke tubir bencana, mengingat penegakan HAM di berbagai  bidang dinilai mengalami kemunduran.

“Ada kewajiban hukum yang harus dipatuhi rezim  militer untuk melindungi warga sipil. Mereka telah melanggar hukum internasional, “ ujar Turk.

ASEAN sendiri juga sudah beberapa kali mendesak junta untuk mengembalikan kehidupan demokrasi guna mengakhiri konflik sipil di negeri itu termasuk dengan mengucilkannya di forum kawasan, namun junta tetap bergeming.

Kekuasaan ada batasnya. Di atas langit masih ada langit lagi. Kapan rezim zhalim tumbang? Tunggu waktu saja!