WAKIL Tetap Jerman untuk PBB Christop Heusgen memimpin 39 negara untuk menandatangani deklarasi memuat desakan agar China menghormati HAM bagi kelompok minoritas termasuk kaum muslim di wilayah otonomi Xinjiang.
Deklarasi yang disampaikan dalam Sidang Majelis Umum PBB (6/10) didukung a.l. oleh AS, sejumlah negara anggota Uni Eropa, Inggeris, Selandia Baru dan Jepang. Menurut catatan, pernyataan yang sama pada 2019 hanya didukung 23 negara.
Disebutkan dalam deklarasi tersebut keprihatinan para penandatangan atas perkembangan situasi terkini di Xinjiang dan Hong Kong sehingga mereka mendesak China untuk memberikan akses langsung dan tanpa batas ke wilayah tersebut bagi pengamat independen termasuk Komisi HAM PBB.
Namun sebaliknya, wakil Pakistan yang mendapat giliran berbicara pada sidang MU PBB menyampaikan deklarasi tandingan didukung 54 negara yang menentang campur tangan terhadap urusan dalam negeri China termasuk mengenai isu Hong Kong.
Mereka menilai Hong Kong sebagai wilayah China dengan memberlakukan UU Keamanan Nasional guna memastikan berjalannya prinsip “Satu Negara Dua Sistem”.
Sementara wakil Kuba bersama 44 negara lainnya menngeluarkan deklarasi yang mendukung China melawan terorisme dan melakukan deradikalisasi di Xinjiang yang mengganggu keamanan negerinya.
Sementara Wakil Tetap China di PBB Zhang Jun menuding AS, Jerman dan Inggeris menyalahgunaan forum PBB, memolitisi isu HAM dan memprovokasi konfrontasi, menyebarkan informasi palsu dan virus politik.
China Menampik
Di tempat terpisah, Jubir Kemlu China Hua Chunying menyatakan, China menentang segala bentuk campur tangan urusan dalam negerinya dan siapa pun yang menciptakan destabilisasi, pemisahan wilayah dan manipulasi politik terkait Hong Kong dan Xinijiang.
Sebaliknya, adanya pembangunan 400 kamp interniran di Xinjiang untuk kaum muslim Uighur yang disebut China utuk “program pendidikan ulang” diungkapkan oleh Australian Strategic Policy Institute (ASPI).
ASPI mengidentifikasi pusat-pusat penahanan yang didirikan di seluruh wilayah sejak 2017 sebagai kamp reedukasi dengan sistem keamanan longgar sampai bangunan penjara berbenteng, sedangkan PBB memperkirakan, satu juta warga Xinjiang “dibina” dalam kamp-kamp tersebut.
Presiden AS Donald Trump menandatangani rancangan undang-undang yang menyerukan sanksi terhadap mereka yang bertanggung jawab atas perlakuan terhadap kaum Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang.
RUU itu sebelumnya disetujui Kongres AS hampir secara bulat, bertujuan untuk mengirim pesan kuat pada China terkait HAM dengan memberikan wewenang untuk memberi sanksi hukum terhadap mereka yang bertanggung jawab atas perlakuan pada minoritas Muslim Uighur.
Tidak diketahui apakah RI yang mayoritas penduduknya muslim, termasuk diantara negara yang mendukung deklarasi menyoroti apa yang dilakukan China terhadap muslim Uighur.
Namun seperti yang pernah dinyatakan oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, pemerintah RI tidak ikut campur atau mengintervensi urusan negara China.
“Pemerintah RI tidak ikut campur dalam urusan China mengatur urusan dalam negerinya. Itu prinsip-prinsip dalam standar hubungan internasional,” ujar Moeldoko.
Kaum minoritas muslim Uighur China di Xinjiang memerlukan solidaritas dan dukungan, kalau bukan sesama muslim siapa lagi yang akan melakukannya? (AP/Reuters/ns)
.