
CITRA satelit terbaru mengindikasikan pembunuhan massal masih terus berlangsung di dalam dan sekitar Kota El Fasher, Sudan selatan setelah kota itu direbut kelompok Satuan Pendukung Cepat (RSF) Sudan pada 26 Oktober.
Satuan RSF terlibat konflik bersenjata berkepanjangan dengan pasukan reguler pemerintah Sudan (SAF) akibat perebutan kekuasaan kedua tokoh.
Temuan tentang pembantaian tersebut diungkap Laboratorium Penelitian Kemanusiaan Universitas Yale dalam laporan yang dirilis pada Jumat (31/10), berdasarkan analisis citra satelit selama lima hari terakhir.
Mereka menemukan setidaknya 31 kelompok obyek yang dinilai konsisten dengan tubuh manusia, tersebar di lingkungan permukiman, halaman kampus, dan kompleks militer.
“Indikator bahwa pembunuhan massal terus berlanjut terlihat jelas,” tulis laporan tersebut.
Rumah sakit terakhir yang masih berfungsi di kota El-Fasher, Darfur, Sudan, yakni Rumah Sakit Saudi dilaporkan diserbu dan menewaskan ratusan orang.
Penyerbuan itu berlangsung pasca (RSF merebut kota itu pada Minggu (26/10) segaimana dilansir Reuters.
Komunikasi terputus
Di sisi lain, komunikasi dari dalam kota masih terputus dan para dokter di rumah sakit itu tidak dapat dihubungi. Belum diketahui waktu pasti serangan terjadi.
Namun, pejabat Sudan, dokter, dan aktivis menuding RSF sebagai pelaku penyerbuan rumah sakit itu. RSF membantah tuduhan itu dan menyebut laporan tersebut sebagai disinformasi.
Sementara gubernur Negara Bagian Darfur Minni Minawi, mantan pemimpin pemberontak yang kini bersekutu dengan militer, menyatakan melalui akun X, Rabu bahwa 460 orang tewas dalam serangan terhadap RS Saudi.
Minawi tidak merinci tambahan dan belum dapat dikonfirmasi lebih lanjut. Dua kelompok dokter Sudan serta jaringan aktivis di El-Fasher melaporkan, ratusan orang di bangsal darurat di sekitar RS juga tewas.
Dalam pernyataannya, WHO mengungkap bahwa empat dokter, seorang perawat, dan seorang apoteker diculik dari RS Saudi.
Sumber organisasi kemanusiaan juga mengonfirmasi adanya penculikan di sana, namun belum dapat memastikan jumlahnya, sedangkan Jubir WHO menyebut pihaknya telah memverifikasi serangan itu berdasarkan sejumlah kesaksian langsung, laporan pemerintah, serta foto dan video dari lokasi.
Sejak 1956
Konflik di Sudan terus berkepanjangan sejak negara itu merdeka pada 1956 sampai Juni 2011.
Sementara konflik terakhir terjadi akibat perebutan pengaruh antara Panglima RSF Janjaweed Hemedti dan Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dipimpin Abdel Fattah al-Burhan yang berkecamuk di sekitar ibu kota Khartoum dan kota-kota strategis lainnya.
Diperkirakan 150.000 korban tewas, 522.000 anak mninggal karena kurang gizi, sekitar 8,5 juta mengungsi ke wilayah yang lebih aman di dalam negeri dan sekitar 3,5 juta kabur ke luar negeri.
Ironis, nasib jutaan rakyat Sudan dipertaruhkan oleh para elit militer yang haus kekusaan. (AFP/Reuters/ns)




