Pembredelan Media Hong Kong

Berdalih melanggar UU Keamanan Nasional, Otoritas Hong Kong membredel sejumlah media arus utama termasuk tabloid the Apple. Sejumlah wartawan, staf redaksi dan pimpinannya juga ikut ditahan.

PASCA pemberlakuan UU Keamanan Nasional, 30 Juni 2020, level demokrasi di negara pulau bekas koloni Inggeris itu terus tergerus ditandai pembredelan media dan eksodus puluhan ribu warganya setiap tahun.

Sejauh ini sudah tiga media independen tidak terbit lagi karena dibredel pemerintah menggunakan UUKN, padahal sebelumnya Hong Kong dikenal  se-Asia dengan kebebasan persnya.

Salah satu media yang banyak penggemarnya, Citizen News yang terbit sejak 2017 melalui akun FB-nya (4/1) mengumumkan penghentian pemberitaan sejak hari itu dan juga menutup situsnya.

Para wartawan senior yang bergabung dalam penerbitan Citizen News sebenarnya juga bimbang dengan keberlanjutan kebebasan pers pasca pengembalian Hong Kong dari Inggeris kepada China pada 1997.

Munculnya gelombang aksi unjukrasa menentang pengesahan RUU KN pada 2019 juga mempertebal kecemasan insan pers tentang masa depan mereka, apalagi setelah itu disusul penangkapan puluhan aktivis prodemokrasi.

Pemimpin Eksekutif Hong Kong yang dianggap pro China Carrie Lam menuding media arus utama pro demokrasi sebagai antek asing yang berorientasi ke Barat, dengan menjelek-jelekkan pemerintah China daratan dan otoritas Hong Kong.

Dalam pasal-pasal UUKN sendiri secara eksplisit disebutkan, pemberitaan media arus utama harus diatur agar menciptakan rasa “aman”, namun tidak dirinci, termasuk dalam aturan turunannya terkait definisi “aman”.

Pemimpin Redaksi Citizen News Daisy Li mengemukakan, pihaknya tidak paham seperti apa berita yang dikategorikan “aman”, sehingga akhirnya memutuskan berhenti terbit. “Wartawan dan staf redaksi menghadapi risiko yang membahayakan diri dan keluarga mereka, “ tutur Li.

Apple Daily, Korban Pertama

Tabloid prodemokrasi Apple Daily adalah media pertama korban pembredelan sejak pemberlakuan UUKN pada Juni 2021. Tidak kurang dari 500-an petugas polisi menggrebek kantor media tersebut.

Sejumlah redaktur ditangkap, sementara Pemrednya, Jimmy Lai divonis hukuman kurungan 20 bulan atas tuduhan menganggu keamanan dan seluruh aset media disita pemerintah.

Giliran pembredelan berikutnya dilakukan terhadap media Stand News oleh ratusan petugas polisi, sedangkan pendirinya, Chung Pui- keng dan Pemimpin Redaksi, Patrick Lam ditahan.

Merosotnya kebebasan pers di Hong Kong juga tercermin dari indeks kebebasan pers global yang diterbitkan oleh Reporter Tanpa Batas (RSF) dimana Hongkong yang pada 2002 di ranking ke-17 menjadi ke-80 pada 2021. China sendiri pada urutan ke-177, setara dengan Korea Utara, Turkmenistan dan Eritrea.

Selain persoalan kebebasan pers, pengekangan dan pembatasan yang dilakukan pasca pengembalian Hong Kong dari Inggeris kepada China pada 1997, juga membuat sebagian warga melakukan eksodus terutama ke Inggeris dan negeri-negeri Barat lainnya

Jumlah penduduk Hong Kong pada 2021 tercatat sekitar 7,39 juta jiwa atau mengalami penurunan sekitar 89.000 jiwa lebih dibandingkan tahun sebelumnya.

Penurunan kualitas demokrasi di Hong Kong lambat laun juga bakal menggerus pamornya sebagai salah satu icon pusat perdagangan, kegiatan pasar modal dan industri global. (AP/AFP/Reuters/ns)