Penurunan tengkes melambat

0
149
Penurunan angka stunting sulit dilakukan selaian gizi buruk, kurangnya air bersih dan buruknya lingkungan, anggarannya juga sering disunat.

WALAU pemerintah beruapaya keras untuk menurunkan angka stunting (tengkes)  Indonesia, jumlahnya masih cukup tinggi atau penurunannya stagnan dari tahun ke tahun bahkan melambat pada tahun 2023.

Evaluasi, kata Wamenkes Dante Saksono Harbuwono di Jakarta, Rabu (12/6) masih terus dilakukan untuk mencari penyebabnya mengacu  Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) yang menyebutkan, prevalensi tengkes hanya turun 0,1 persen pada 2023 dari 21,6 persen pada 2022.

Menurut Dante, penimbangan serentak dilakukan di seluruh Indonesia selama bulan Juni, sehingga hasilnya nanti akan terlihat penyebab rendahnya angka penurunan tengkes, misalnya apakah ada faktor teknis pengukuran atau hasil survey memang begitu.

Menurut catatan, Presiden Jokowi saat mengecek pelaksanaan APBD di Kemendagri menemukan di suatu wilayah, program pengentasan stunting yang dianggarkan Rp10 miliar, masing-masing Rp3 miliar di antaranya digunakan untuk perjalanan dinas dan rapat-rapat, lalu Rp2 miliar untuk penguatan kelembagaan.

“Yang dibelikan telur atau makanan bergizi untuk diberika pada anak-anak kurang dari Rp2 miliar. Kapan selesainya masalah stunting kalau penanganannya begitu, “ tanya Jokowi dengan gusar.

Presiden lagi-lagi menemukan rendahnya penurunan angka tengkes saat berkunjung ke Posyandu Wijaya Kusuma, Kebon Pedes, Kota Bogor (Selasa, 11/6) walau ia mengapresias Psyandu yang sudah bekerja keras.

Sebaliknya, Jokowi juga mengaku, target penurunan angka tengkes menjadi 14 persen pada tahun ini memang sangat ambisius, namun demikian ia mengajak segenap pemangku kepentingan untuk bekerja keras.

Sementara Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Liza Munira memaparkan, fokus intervensi pemerintah untuk pencegahan tengkes disasar untuk bayi usia 0 – 5 bulan dan 6 sampai 23 bulan, mengacu pada data SKI yang menunjukkan angka tengkes naik signifikan pada usia selanjutnya.

Angka tengkes pada usia 6 – 11 bulan pada 2022 tercatat 13,7 persen, sementara hasil survey yang dilakukan satu tahun setelahnya yang dilaprkan SKI 2023 menunjukkan angka tengkes pada usia 12 -23 bulan naik 1,7 kali menjadi 22,7 persen.

Menurut Liza, tengkes tidak muncul tiba-tiba, biasanya diawali dari fisiknya yang kurus (wasting) dan berat badannya kurang (underweight) sesuai usia anaknya. “Hal itu perlu diperhatikan karena peningkatan prevalensi wasting yakni 8,5 persen pada 2023 dibandingkan 2022 sebesar 7.7 persen, “ ujarnya.

Masalah tengkes harus ditangani serius, apalagi jika Indonesia hendak mengejar generasi emas pada 2045. (Kompas/ns)

 

 

 

 

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here