Relasi Arab Saudi – Israel terganjal isu Palestina

0
138
Presiden AS Joe Biden (kiri) dan Putera Mahkaota Arab Saudi Mohamad bin Salman. Perjanjian pertahanan keduanya terganjal isu pengakuan pada Palestina.

NORMALISASI hubungan diplomatik antara Arab Saudi dan Israel dalam waktu dekat ini agaknya sulit diwujudkan karena terganjal isu kemerdekaan Palestina yang dipersyaratkan oleh Arab Saudi.

Arab Saudi seperti dikutip Reuters (29/11), memutuskan menghentikan pembicaraan perjanjian pertahanan ambisius dengan Amerika Serikat (AS) yang sebelumnya menjadi pintu masuk menuju normalisasi hubungan Saudi dengan Israel.

Walau belum memiliki hubungan diplomatik, sejauh ini diam-diam Saudi sudah menjalin kerjasama tukar menukar data intelijen dan penggunaan jalur penerbangan sipil dengan Israel.

Sebelumnya, sebelumnya Saudi dan AS merancang kerjasama khusus termasuk perjanjian perlindungan keamanan bagi Saudi dengan sebagai imbalan Solusi dua negara yakni pengakuan pada kedaulatan Palestina dan Israel.

Karena penolakan Israel, Saudi menurunkan tingkat kerjasama dengan AS ke level yang lebih sederhana, tanpa klausul perlindungan keamanan bagi Saudi (jika dierang negara lain-red).

Aksi militer Israel membombardir Gaza sejak 8 Okt., 2023 sampai hari ini yang sudah  menewaskan 43.500 warga Palestina dan melukai 97.000 lainnya serta menyebabkan lebih satu juta pengungsi, juga menjadi salah satu pertimbangan Riyadh untuk menormalisasi hubungan dengan Israel.

Sementara Putra Mahkota Mohammed bin Salman kembali menegaskan pentingnya langkah konkret untuk pendirian negara Palestina sebagai syarat normalisasi hubungan.

“Bagaimana kawasan ini bisa terintegrasi jika kita mengabaikan hak Palestina?” ujar seorang pejabat senior Saudi.

Presiden AS Joe Biden sebelumnya mendorong perjanjian keamanan yang mencakup jaminan perlindungan militer untuk Arab Saudi, tetapi Riyadh harus terlebih dahulu mengakui Israel.

Namun, dengan situasi politik yang sensitif di Israel dan kemarahan publik di Arab Saudi terkait konflik Gaza, negosiasi  menemui jalan buntu, namun demikian, kedua belah pihak berharap perjanjian kerja sama militer yang lebih sederhana dapat disepakati sebelum Presiden Biden lengser pada Januari 2025.

Pakta ini diperkirakan mencakup perluasan latihan militer gabungan dan peningkatan pertahanan siber, tetapi tanpa komitmen AS untuk membela Arab Saudi dalam situasi konflik besar.

Sementara itu, PM Israel Benjamin Netanyahu tetap berambisi mewujudkan normalisasi dengan Arab Saudi, meskipun menghadapi tekanan politik di dalam negeri.

Seorag diplomat Barat menilai, Netanyahu memahami pentingnya normalisasi relasi dengan Saudi, tetapi situasi politik saat ini membatasi ruang geraknya,” sebaliknya, Arab Saudi juga menghadapi dilema terkait kemungkinan perubahan kebijakan jika Donald Trump kembali menjabat.

Trump dikenal lebih condong pada Israel, dengan “Kesepakatan Abad Ini”-nya yang secara langsung berpihak pada kepentingan Israel tanpa jaminan kenegaraan Palestina.

Fawaz Gerges, pakar Timur Tengah dari London School of Economics menyebut normalisasi hubungan Saudi-Israel tetap memungkinkan, meski dengan prasyarat yang rumit.

“Arab Saudi adalah hadiah besar bagi Trump, tetapi Riyadh tetap bersikeras bahwa hak Palestina tidak bisa diabaikan,” ujarnya.

Dengan sikap Riyadh yang tetap teguh mendukung Palestina, normalisasi hubungan Saudi-Israel tampaknya masih menjadi tantangan besar dalam waktu dekat.

Satu per satu negara Arab menormalisasi hubungan dengan Israel, mulai dari Mesir dalam Kesepakatan Camp David yang dimediasi AS pada 1978, Yordania pada 1993, menyusul Bahrain, Sudan, Maroko, Uni Emirat Arab dalam Kesepakatan Abraham pada 2020.

Adagium: “Tiada teman atau lawan yang abadi, kecuali kepentingan”, agaknya tidak bisa dihndarkan dalam relasi antarbangsa di abadini.

 

 

 

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here