TAMPANG cakep, karier bagus, tapi Jakapitana, raja mudha negri Gajahoya ini tak juga laku-laku kawin. Berulangkali dia ingin jadi mantu Prabu Salya raja Mandaraka, tapi gagal melulu. Naksir Dewi Erawati, kalah set dengan Prabu Baladewa. Mendekati Surtikanthi putri kedua, keduluan Adipati Karno dari Ngawangga. Saat melobi si ragil Banowati, masih juga disuruh menunggu sigadis lulus SMA.
Jakapitana yang suka dipanggil Jakapit itu suka bertanya-tanya dalam hati, kenapa Erawati dan Surtikanthi menampik dirinya? Kurang apa dia sebagai pejabat eksekutif? Silakan dibandingkan. Baladewa kan hanya raja negara kecil, Karno dari Ngawangga; bahkan cuma tingkat kabupaten yang PAD (Pendapatan Asli Daerah)-nya dari budidaya melinjo. Sedangkan Prabu Jakapit, jelek-jelek begini kan raja.
“Paman Sengkuni, kenapa sih kartuku mati di depan cewek? Padahal gua tak pernah mempermainkan perempuan?” keluh Prabu Jakapit pada Patih Sengkuni.
“Iya sih. Tapi anak prabu kan doyan ngomong kontroversil yang menyebabkan blunder,” jawab Patih Sengkuni terus terang.
Kata Sengkuni, Jakapit sering berwacana seru ning kleru (keras tapi salah), malah sering pula hoax. Soal dana Rp 23 T untuk Papua misalnya, katanya ditilep dewa-dewa di Kahyangan lewat pemblokiran rekening. Paling gres, Jakapit muka bengep-bengep mengaku bahwa baru saja ditempeleng orang. Tentu saja bala Kurawa emosi, raja junjungannya kok digebuki orang. Tapi belum sampai bala Kurawa bertindak, Prabu Jakapit mengaku baru saja operasi plastik di muka.
“Nggak ding! Ini bukan dikepruki orang, hanya bengkak akibat operasi plastik.” Kata Prabu Jakapit malu-malu.
“Oo, Kampret ki….”, omel bala Kurawa kesal.
Gara-gara ucapannya yang selalu bikin blunder itu, ada rakyat yang pengin dia jadi blender. Bahkan muncul wacana agar Jakapit mundur saja sebagai kepala pemerintahan Ngastina, daripada nantinya didemo rakyat berjilid-jilid dengan seri nomer togel. Masih kok yang mampu jadi raja Ngastina.
“Memangnya saya seneng jadi raja Ngastina? Tahu nggak paman, saya rela korbankan jabatanku sebagai Dirut BUMN, karena ingin membangun negeri ini,” tangkis Prabu Jakapitana.
“Mending anakmas tetap jadi Dirut BUMN saja, nggak selalu diolok-olok orang. Tapi ini kata rakyat lho, bukan saya……” ujar Sengkuni terbata-bata, takut kena dampak.
Paling menyakitkan dan sekaligus penghinaan, Banowati ternyata lebih tertarik pada Permadi, kesatria Madukara yang terkenal doyan perempuan. Bayangkan, dijapri Prabu Jakapit lewat WA tak pernah mau balas. Tapi giliran dengan Harjuna, Banowati WA-WA-nan melulu, bahkan video call segala sampai habiskan banyak pulsa paketan. Kesannya kan (maaf) cewek kegatelan!
“Hai, Banowati. Kenapa kamu nggak tertarik pada Jakapit? Bodi gede, gaji gede, nafsu gede, apa lagi dia juga penggede negara,” kata Sengkuni, sekali waktu jadi makcomblang untuk Prabu Jakapit.
“Alaaaah, Jakapitana jadi raja ad interim kok dibangga-banggain. Mending Djaka Santosa, jadi Ketua Timses Cawapres.” jawab Banowati.
“Awas, gue bilangin luh…..!”
Boleh saja Banowati menolak Prabu Jakapit. Tapi selulus SMA, dia oleh Prabu Salya bukannya didaftarkan ke Perguruan Tinggi, melainkan ke KUA dalam rangka mau dinikahkan dengan Prabu Jakapit. Awalnya menolak, tapi lantaran jadi Ibu Negara Ngastina tugasnya hanya mamah dan mlumah, akhirnya mau juga jadi istri Jakapit. Kata raja Ngastina ini, jadi bini raja yang penting bisa memberi pelayanan purna ranjang di tempat tidur!
Namun celaka tigabelas, lantaran cinta Banowati telah diborong Permadi, meski sudah jadi Ibu Negara Ngastina, hatinya masih mendua. Lihat saja di dompetnya, di antara tumpukan KTP dan kartu kredit itu ditemukan juga foto Permadi ukuran 4 X 6. Bahkan di HP Androidnya, tampang Harjuna juga dijadikan wallpaper. Saat diajak Prabu Jakapit meresmikan proyek ini itu, Banowati sering absen, karena memilih japri-japrian dengan gebedan lama, Permadi.
“Saya mau meresmikan Wisma Atlet di Buluketiga, mau ikut nggak?” kata Prabu Jakapitana.
“Enggaklah kangmas. Saya mau ikut kumpul-kumpul sama emak-emak PKK saja!”
Masya Allah! Permaisuri raja bisa ketularan Ratna Sarumpaet juga. Katanya acara PKK, tapi dia sebetulnya di kamar malah sibuk chatting dengan Permadi. Bahkan paling konyol, di kala Prabu Jakapit menjadi peserta Lemhawas (Lembaga Ketahanan Wayang Semesta) KRA-2000, dia memasukkan Permadi di Taman Kadilengeng.
Meski skandal itu sangat dirahasiakan, akhirnya tercium media massa juga. Koran dan TV termasuk medsos gencar memberitakan. Tapi demi cintanya pada Banowati, Prabu Jakapit masih bisa memaafkan. Hal ini menjadikan popularitas Prabu Jakapit anjlog hingga titik nadir. Bagaimana nggak hilang wibawa, bini dikeloni lelaki lain kok diam saja. Menurut jajak pendapat lembaga survei, popularitas Jakapitana tinggal 30 persen saja.
“Tolak ibu negara pelacur,” kata spanduk di pinggir-pinggir jalan.
“Ngastina bukan negri bordil”, kata spanduk lain, tepat di depan Istana Gajahoya.
Cobaan negeri Ngastina terus datang bertubi-tubi. Skandal dengan Permadi belum juga hilang dari ingatan rakyat, mendadak terbetik kabar Banowati hilang dari Taman Kadilengeng. Merunut kasus sebelumnya, Prabu Jakapitana pun memastikan pelakunya Permadi lagi. Dia pun segera kirim nota protes ke Ngamarta bahwa menzinai Ibu Negara sama saja tindakan subversi.
Prabu Darmakesuma yang biasanya terkenal penyabar, kali ini marah besar demi mendengar kelakuan adiknya, Harjuna. Tapi Harjuna menampik, dan menuduh ucapan Prabu Jakapitana sangat blunder, karena bisa mengadu domba Pandawa – Kurawa. Menuduh orang tanpa fakta, sama saja pembunuhan karakter.
“Kalau dimas bukan pelakunya, buktikan semua itu,” instruksi Prabu Puntadewa.
“Oke, oke. Akan kukejar pencuri Banowati hingga Singapura….,” ujar Harjuna.
Satgas Pengejaran Banowati dibentuk, dan Permadi sendiri jadi ketua sekaligus pelaksananya. Berdasarkan info Eyang Abiyasa penasihat spiritual Ngamarta, Banowati sesungguhnya di tempat aman pretapan Jombangjinawi, bukan Singapura. Berangkatlah Permadi pakai Garuda Indonesia.
Tiba di pretapan Jombangjinawi ternyata Permadi dipersulit cantrik-cantrik. Baru setelah dikepeli lembaran Rp 100.000,- an dua lembar, dia diperbolehkan masuk. Permadi langsung to the point saja, mau mengambil Banowati, yang katanya disembunyikan di sini.
“Tapi sorry ya, di sini tak ada “makan malam gratis”. Potong leher saya, baru Banowati saya berikan,” tantang Resi Dewakatong yang bertangan empat.
“Saya juga idem. Kalau bisa mbunuh saya, boleh Banowati kamu boyong,” ujar resi yang lain, Resi Satmoko yang berpostur tinggi besar.
Permadi pun segera dikeroyok dua begawan. Hanya dalam satu kali gebrakan, Resi Dewakatong berubah jadi Betara Guru, dan Resi Satmoko menjelma sebagai Werkudara. Sesuai janjinya, Dewi Banowati segera diserahkan ke Permadi, untuk dikembalikan pada Prabu Jakapit si jago blunder. Semua dijamin masih utuh buntelan plastik.
Cuma, apa motif Betara Guru dan Werkudara berkoalisi menculik Banowati, masih misterius hingga kini. Tapi apa guna dipikirkan benar, wong namanya juga hanya wayang fiksi, bukan di dunia nyata. (Ki Guna Watoncarita)
