Semangat Korsa yang kebablasan

0
173
Warga di depan jenasah tetua Desa Slamet, Kec. Sibiru-biru, Kab. Deli Serdang, Sumut yang tewas akibat serangan puluhan anggota Yon Armed 2/105.

TIDAK ada alasan apa pun bisa ditolelir terhadap anggota TNI yang melakukan kekerasan, baik dengan anggota kesatuan lain, apalagi   terhadap rakyat, karena jika dilakukan, jelas menciderai Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.

Sayangnya, kejadian semacam itu terus berulang, dan pemicunya hal-hal sepele, misalnya saling serobot di tengah kepadatan lalu-lintas, backing-membacking, persoalan perempuan dan hal-hal sepele lainnya.

Jika bentrokan terjadi antaroknum kesatuan, biasanya kedua komandan yang anak buahnya terlibat bentrokaan menyatakan, penyebabnya disimplifikasi,  cuma  kesalahpahaman, lalu dilanjutkan dengan acara salam-salaman dan dangdutan.

Sementara jika terjadi kekerasan oleh oknum TNI pada warga sipil,  jika tidak muncul atau viral di medsos atau media arus utama, kasusnya sering mengendap begitu saja.

Semestinya, para komandan mulai dari level terbawah, mengawasi, memitigasi dan mengendus setiap potensi aksi-aksi tercela  yang kemungkinan bakal dilakukan anak buahnya.  Jika itu terjadi, setiap level komandan selayaknya juga harus dimintai pertanggungjawaban serta dikenakan sanksi.

Insiden teranyar berupa pengeroyokan oleh puluhan anggota TNI-AD di Deli Serdang Sumatera Utara, yang menewaskan seorang penduduk, tetua setempat  bernama Raden Barus (61) dan belasan warga lainnya terluka.

Diberitakan sebelumnya, prajurit dari Batalion Artileri Medan (Armed) 2/105 KS diduga menyerang  warga Desa Selamat, Kec. Sibiru-biru, Kab. Deli Serdang, Jumat (8/11/2024) malam.

Membabi buta pukuli warga

Menurut penuturan Kepala Desa Selamat, Bahrun, sekelompok anggota TNI muncul di desanya tanpa seragam dan mengendarai sepeda motor pada Jumat (8/11) malam.

Mereka lalu memukuli warga dengan senjata tajam dan benda tumpul. “Orang-orang yang datang itu memang membabi buta. Siapa yang ada di jalan, semua dihantamnya. Sebagian rumah didobrak,” ujarnya dikutip dari Kompas.com, Senin (11/11).

Menurut Bahrun, seorang pemuda desa setempat diketahui cekcok dengan prajurit Armed 2/105 pada sore hari sebelum penyerangan namun ia tidak tahu pemicu pertikaian tersebut.

“Tapi, menurut cerita, pemuda di sini sempat cekcok dengan prajurit itu saat berpapasan di jalan. Setelah itu, malamnya terjadi penyerangan,” tegas Bahrun.

Bahrun mengaku kecewa, karena menurut dia, keberadaan markas TNI di Desa Selamat seharusnya membuat warga merasa aman, namun faktanya, para tentara itu justru menakutkan  warga.

Sementara  Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menjelaskan,  penyerangan yang diduga dilakukan 33 anggota TNI menewaskan warga Deli Serdangbermula saat anggota TNI menegur kelompok anak muda yang kebut-kebutan saat mengendarai motor.

“Diawali anak-anak muda kebut-kebutan naik motor,  ditegur  anggota karena mengganggu ketertiban di jalan dan meresahkan masyarakat, ” kata Panglima TNI saat ditemui di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin (11/11).

Pertanyaannya, cekcok dengan seorang pemuda di jalan, kok yang diserang warga desa yang tak tahu apa-apa?

Hal senada disampaikan Pangdam I Bukit Barisan Letjen M.  Hasan terkait pemicu insiden dan ia atas nama keluarga Kodam I BB meminta maaf sedalam-dalamnya serta berjanji akan mengenakan sanksi bagi pelaku dan memastikan pengobatan bagi warga yang terluka sebaik mungkin.

Pembenahan ke dalam secara menyeluruh harus dilakukan TNI agar kejadian serupa tak berulang lagi!

 

 

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here