JAKARTA – Rasulullah SAW bersabda dalam hadis bahwa ketika seseorang meninggal dunia, terputuslah seluruh amalannya, kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakan.
Untuk komponen sedekah, sedekah jariyah adalah sedekah yang pahalanya terus mengalir, walaupun orang tersebut telah meninggal dunia. Salah satu amalannya yaitu melalui wakaf.
Lalu, bagaimana hukum melakukan wakaf untuk orang yang telah meninggal? Kira-kira, apa landasan syariat terkait wakaf atas nama seseorang yang telah tiada?
Memberikan kelebihan harta kita kepada orang lain berupa sedekah, atau kepada lembaga berupa wakaf dengan meniatkan atas nama orang yang sudah wafat, insyaallah tetap memberikan manfaat kepada orang yang sudah wafat tersebut, termasuk juga orang yang membantu menunaikannya.
Hal itu senada dengan hadis sahih berikut:
عن عائشة رضي الله عنها أن رجلاً قال للنبي صلى الله عليه وسلم: إن أمي افتلتت نفسها، وأظنها لو تكلمت تصدقت، فهل لها أجر إن تصدقت عنها؟ قال: “نعم”.
Artinya: “Riwayat ini diterima dari Aisyah radhiyallahu anha bahwa seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ‘Ibuku telah wafat, aku rasa seandainya dulu ia menyampaikan pasti ia akan bersedekah. Lalu apakah beliau akan mendapatkan pahala jika aku bersedekah atas nama ibuku?’ Rasulullah menjawab: ‘Tentu’.” (HR Bukhari)
Hadis ini adalah salah satu argumentasi kebolehan berwakaf atau amal lainnya yang diniatkan untuk orang yang sudah wafat. Dan sejatinya, tidak terbatas pada orang tua saja. (tabungwakaf.com)