
MIRIS memang, kemajuan teknologi informasi yang salah satuya ikut menyemarakkan lalu-lintas interaksi di media sosial jika tidak digunakan untuk kegiatan yang mencerahkan, malah dimanfaatkan untuk hal-hal negatif.
Bukan anak-anak saja, orang-orang dewasa bahkan yang terdidik sekali pun, ada juga yang begitu mudahnya terprovokasi konten ujaran kebencian, percaya atau menelan mentah-mentah berita hoaks.
Hujatan, kata-kata kasar,tidak senonoh dan saling membuli bersahut-sahutan di medsos antara kubu pendukung calon presiden Jokowi dan Ma’ruf Amin dan Prabowo – Sandiaga Uno di tengah hiruk-pikuk kampanye menyongsong Pemilu Legislatif dan Pilpres, April 2019 nanti.
Berita yang membuat tambah miris, baru-baru ini Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Jawa Barat menemukan sejumlah siswa sebuah SMP di Cikarang Selatan, Bekasi, Jawa Barat terpapar konten pornografi dari medsos.
Mereka terlibat penyebaran 42 foto dan tayangan video porno dilanjutkan dengan ajakan untuk melakukanhubungan seksual melalui grup aplikasi pesan daring .
Menurut Komisioner KPAD Jabar Muhammad Rozak, grup daring (whatsapp) “All Stars” beranggotakan 24 siswa (14 laki-laki dan delapan perempuan) kelas IX tersebut berbagi postingan pornografi, juga menyebarkan foto editan sosok seorang guru mereka yang ditempeli gambar alat kelamin di bagian wajahnya.
Menurut Rozak, empat siswa yang dianggap paling aktif dalam penyebaran konten pornografi sudah dikeluarkan dari sekolah, sedangkan 20 anggota grup lainnya dalam pengawasan ketat oleh para guru mereka.
Ke-20 siswa tersebut diwajibkan menghadap guru pembimbing dan mengikuti acara do’a bersama pada jam istirahat serta tambahan pelajaran agama.
Ungkapan Pihatin
Ungkapan keprihatinan disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kab. Bekasi
MA Supratman yang merasa terpukul atas peristiwa tersebut dan juga menginstruksikan pengawasan penggunaan telpon gengam di sekolah.
Sementara Bupati Bekasi Neneng Hasanah meminta KPAD mendampingi anak-anak tersebut dan meminta orang tua murid lebih ketat mengawasi anak-anak mereka dan berjanji akan menerbitkan perda terkait larangan bagi siswa untuk membawa ponsel ke sekolah.
Menurut catatan KPAD, pada 2017 sejumlah siswa SMP yang tergabung dalam grup daring tertangkap tengah melakukan hubungan seks bersama-sama di sebuah lapangan di kawasan Tambun Selatan sambil meminum larutan zat perangsang.
Sekedar larangan membawa ponsel ke sekolah saja tentu tidak bakal efektif mencegah siswa dari paparan konten pornografi, melainkan harus dibarengi tindakan lainnya.
Akses ke media daring tersedia dengan mudah dn murah sehingga tugas berat bagi aparat berwenang untuk mencegah agar anak-anak tidak terpapar dampak negatif kemajuan IT terutama akibat penyalahgunaan penggunaan medsos.
Teknologi sulit dibendung, sehingga perlu dicarikan upaya untuk memblokir muatan pornografi di medsos, menyeret para pelaku pembuat dan penyebarnya ke meja hijau dan mendorong legislasitif untuk mengajukan Rancangan UU memuat sanksi lebih berat bagi pelaku.
Akhirnya terpulang kembali pada para orang tua dan lingkungan sekolah yang harus lebih ketat melakukan pengawasan, termasuk juga membentuk karakter siswa melalui pendidikan agama, moral dan budi pekerti. (NS)