
MINGGU siang 4 Agustus lalu pukul 11.45 hingga 17.55 sore, saatnya orang se Jabodetabek, termasuk Jabar dan Banteng, mengucap terima kasih kepada Thomas Alva Edison, penemu listrik dari Amerika. Berkat penemuannya, hampir semua teknologi umat manusia sangat tergantung dengan listrik. Dan kemarin semua merasakan, tanpa listrik 6 jam saja, orang se-Jabodetabek jadi kelimpungan.
Ketika ada dianggap biasa, tapi ketika tiada manusia tak berdaya; itulah listrik PLN kita. Saat menyala seperti biasa, masyarakat tak ingat PLN punya jasa. Mereka baru ingat ketika tgl. 20 belum bayar rekening, sehingga disegel PLN. Atau bagi pengguna sistem token, baru ingat PLN ketika meteran teriak tit tit tit… melulu minta diisi pulsa.
Tapi Minggu siang lalu, tepatnya sejak pukul 11.45 hingga 17.55, listrik di Ibukota mati total. Jakarta mendadak lumpuh. KRL tidak jalan, perjalanan KA telat 3 jam, jalanan di mana-mana macet karena trafic light mati. HP juga “tewas” karena BTS tak berfungsi, begitu juga mesin ATM.
Dalam kondisi panik sedemikian rupa, masih adakah yang ingat pada sang penemu listrik, Thomas Alva Edison, di abad 18, tepatnya tahun 1879. Dia punya andil besar bagi kemaslahatan umat di dunia. Tapi adakah orang yang meluangkan waktu mendoa pada Allah Swt untuknya? Padahal tanpa penemuan dia, tak bisa dibayangkan peradaban dunia dewasa ini. Ibu-ibu rumahtangga masak masih pakai kayu bakar, naik gedung bertingkat pakai tangga trap-trapan sampai kaki dhengkelen (ngilu-ngilu).
Listrik yang mati mendadak tanpa pemberitahuan itu memang merepotkan. Padam listrik ini ternyata hanya di wilayah DKI Jakarta, Jabar dan Banten. Karena pabrik-pabrik juga berhenti produksi, termasuk kegiatan ekonomi yang lain, kerugian masyarakat dinilai mencapai Rp 80 triliun untuk seputar Jabodetabek. Padahal masalah intinya, ini semua gara-gara listrik minus dan plus tidak nyambung saja.
Sejauh ini PLN baru mengucapkan mohon maaf, sementara Fadli Zon seperti biasa, menyalahkan pemerintah. Kata beliaunya, listrik mati di wilayah DKI, Banten dan Jabar, menandakan bahwa negara diurus tidak benar. Jangan-jangan, Presiden Jokowi sampai mendatangi langsung Dirut PLN juga karena kecaman Fadli Zon.
Yang jelas kemarin pagi Presiden Jokowi menahan marah saat ketemu Dirut Plt PLN. Ditanya tentang kenapa listrik bisa mati mendadak di tiga provinsi di Jawa, jawabnya muter-muter, sampai Presiden meledeknya, “Kalian ini memang orang pinter-pinter.” Gara-gara penjelasan yang tak memuaskan, Presiden Jokowi hanya 20 menit di Gedung PLN Pusat. Mungkin saja dia langsung telpon Meneg BUMN Rini Suwandi, “Tolong diurus itu Plt Dirut PLN.”
Ibarat kata PLN kini memang sudah jatuh ketimpa tangga pula. Bagaimana tidak, Dirut Sofyan Basir ditahan KPK gara-gara terima suap dalam proyek PLTU Riau. Tak lama kemudian kok listriknya mati total di wilayah DKI, Jabar dan Banten. Jangan-jangan, Plt-nya ini juga bakal “kesetrom” gara-gara beri penjelasan yang mbulet pada Presiden. Kemudian dicari Dirut PLN sekelas Dahlan Iskan dulu, yang pantang listrik padam selama beliau menjabat.
Yang menarik adalah informasi dari BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi Geofisika) bahwa akibat listrik padam di seputar Jabodetabek, langit di Jakarta menjadi cerah. Air Quality Index (AQI) Jakarta biasanya berkisar 130-170, kemarin pagi mencatat kualitas udara Jakarta membaik. Pada pukul 06.50 WIB, AQI Jakarta berada di angka 79.
Bila demikian halnya, kemungkinan berhentinya mesin pabrik-pabrik di hari nahas itu, punya andil besar atas membaiknya udara Jakarta. Ini tentunya sangat melegakan bagi Gubernur DKI Jakarta, yang beberapa hari ini dibikin sewot gara-gara polusi udara di Jakarta ditimpakan padanya. Lega karena polusi udara sudah sudah ditemukan biangkeroknya.
Oleh karena itu tentunya tak perlu lagi sepeda motor terkena ganjil genap, usia mobil dibatasi sejak tahun 2025 nanti. Sebab jika semua yang memproduksi asap harus dilarang atau dibatasi, kasihan juga tukang kue rangi keliling, termasuk juga warung sate kambing dan ayam, tak bisa lagi berjualan. (Cantrik Metaram)