
PRESIDEN AS Donald Trump menaikkan lagi tarif atas barang impor China hingga 245 persen setelah China membalas menaikkan tarif terhadap impor dari AS hingga 125 persen.
AFP melaporkan (17/04), China juga punya senjata lain untuk membalas AS, a.l dengan memerintahkan maskapai penerbangannya menolak pengiriman puluhan pesawat Boeing yang sudah dipesannya dari 2025 sampai 2027 dan menghentikan ekspor tanah jarang (rare earth elements).
Tanah jarang adalah kelompok logam tidak umum yang ditemukan dalam jumlah besar di kerak bumi dan memiliki nilai strategis tinggi karena keunikan sifat fisik dan kimianya sehingga banyak digunakan dalam teknologi canggih, elektronik, dan kendaraan listrik.
Menurut CNN, Badan Energi Internasional (International Energy Agency) mencatat China menyumbang 61 persen dari produksi tambang logam tanah jarang global.
Kini di tengah perang dagang yang dilancarkan Trump kepada China, Xi Jinping menjadikan logam tanah jarang sebagai senjata.
Pemerintah China menetapkan pembatasan ekspor terhadap tujuh jenis logam tanah jarang 4 April lalu sebagai balasan atas serangan dagang yang diberlakukan Trump terhadap barang-barang China.
Saat ini, dampak kontrol ekspor Beijing sudah terasa langsung, tercermin dari pernyataan Konsultan magnetik dan logam JOC, John Ormerod yang menyebutkan, China sudah menyetop ekspor magnet tanah jarang pada lima perusahaan AS dan Eropa sejak aturan baru.
Siapa pemenangnya?
Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi seperti ditulis kompas.com mengatakan, tak ada pihak yang benar-benar menang dalam perang dagang AS vs China.
Pasalnya, kedua negara terjebak dalam permainan ‘non-cooperative repeated game’ yang menghasilkan kerugian kolektif akibat pilihan strategi saling menjatuhkan.
AS, sambungnya, mungkin tampak unggul sementara dengan menerapkan tarif tinggi. Tetapi strategi ini justru memicu balasan seimbang dari China.
Jika kedua negara terus mempertahankan pendekatan konfrontatif tanpa inisiatif kompromi, maka hasilnya akan berupa kerugian bersama.
Di sisi lain, perang dagang justru mendorong munculnya peluang bagi negara lain untuk mengisi celah pasar dan memperkuat posisi global mereka.
Dalam situasi seperti ini, sambungnya, pihak yang berani mengambil langkah lebih dulu untuk meredakan konflik dan membangun kembali kepercayaan akan memiliki keunggulan strategis.
AS dan China, sambungnya, sama-sama memiliki kekuatan strategis yang besar, tetapi dengan karakteristik yang sangat berbeda.
AS memimpin dalam sistem keuangan global melalui dominasi dolar sebagai mata uang internasional, kekuatan Wall Street, dan keunggulan teknologi dari perusahaan-perusahaan raksasa seperti Apple dan Microsoft.
Selain itu, kapasitas konsumsi domestiknya yang sangat besar memberi daya tarik tersendiri bagi eksportir global.
Sebaliknya, China mengandalkan kekuatan manufaktur yang menguasai rantai pasok dunia dan juga cadangan devisa raksasa yang memberi pengaruh dalam pasar obligasi global.
Ekspansi China melalui Inisiatif Sabuk dan Jalan yang memperluas jejak ekonominya di Asia, Afrika, dan Eropa juga menjadi kekuatan Negeri Tirai Bambu tersebut.
Tak hanya itu, pasar domestiknya yang terus berkembang menciptakan peluang bagi pertumbuhan konsumsi jangka panjang.
“Dominasinya dalam ekspor logam tanah jarang juga menjadikan China pemain penting dalam industri teknologi global,” katanya.
Ia melanjutkan, peluang dialog antara AS dan China sebenarnya tetap terbuka meskipun eskalasi perang tarif terus memburuk, karena kedua negara pada dasarnya saling bergantung dalam rantai pasok global.
Ketika tekanan mulai dirasakan oleh sektor industri, konsumen, dan pelaku pasar keuangan, elite politik di Washington maupun Beijing kemungkinan akan mengambil jalur diplomatik untuk meredakan ketegangan.
Perlawanan dari mitra sendiri
Kebijakan tarif Trump tal hanya mendapat perlawanan dari musuh-musuh bahkan sekutu AS di Eropa dan Jepang, juga dari dalam negeri.
Gubernur Negara Bagian California Gavin Newsom resmi mengajukan gugatan terhadap Presiden Trump, karena kebijakan tarifnya menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi California dan AS secara umum.
Newsom menuntut hakim untuk menghentikan Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) dan Bea Cukai AS dari penerapan tarif baru yang telah diberlakukan.
Menurut dokumen gugatan, kebijakan tarif impor yang diterapkan Trump dinilai melanggar Konstitusi AS di mana disebutkan, kewenangan untuk menetapkan tarif semestinya berada di tangan Kongres, bukan presiden.
“Kebijakan tarif baru Presiden Trump telah menyebabkan kekacauan di pasar saham dan obligasi, menghapus ratusan miliar dollar dari kapitalisasi pasar hanya dalam hitungan jam, dan mendorong negara ke jurang resesi,” demikian isi gugatan itu yang dilaporkan Reuters.
Mantan Presiden AS Joe Biden dalam pidato pascakepresidenan yang pertama kali, melontarkan kritikan tajam kepada Trump. Biden menilai, kurang dari 100 hari, pemerintahan Trump sudah menimbulkan begitu banyak kerusakan dan kahancuran (di AS).
“Sungguh mengejutkan hal itu bisa terjadi secepat ini,” kata Biden dalam pidatonya di konferensi advokat disabilitas di Chicago, dikutip dari AFP.
Dunia menanti ending sepak-terjang Trump. Yang jelas ia sukses mengguncangkan dunia dan membuat geram tak hanya pada lawan dan kawan tetapi juga sebagian rakyatnya sendiri. (AFP/Reuters/kompas.com/ns)