
AKSI para psikopat yang sampai merenggut nyawa dan predator seksual terhadap anak, dilakukan guru-guru pada muridnya, terjadi di lingkup sekolah pula yang notabene adalah candradimuka pendidikan, sangatlah mencemaskan.
Kasus pembunuhan berantai diduga dilakukan oleh terduga psikopat, Wowon Eriawan (70) alias Aki, Solihin (61) alias Duloh dan Zaenal Mustofa (54) yang terkuak baru-baru ini, dengan ditemukannya sembilan korban di lokasi terpisah di Jakarta dan Cianjur dan Garut.
Semula terbongkar pembunuhan oleh Duloh dengan meracuni Maemunah (mantan isteri Wowon) serta dua anak tirinya Ra (23) dan MR (17) dengan suami sebelumnya hingga tewas, sedangkan NA alias Ayu (5) masih tertolong jiwanya walau sempat menenggak kopi yang sudah dicampur pestisida.
Betapa parahnya kondisi kejiwaan Wowon dan komplotannya, sehingga tega mencabut nyawa orang-orang terdekatnya secara brutal, bahkan setidaknya terungkap lagi enam korban lain di Cianjur dan Garut. Empat diantara korban adalah keluarga Wowon sendiri.
Wowon yang mengaku kerja di pabrik beras dikenal tertutup saat tinggal di Bekasi, Garut dan Ciajur, sementara motif pembunuhan berantai, diduga selain penipuan melalui penggandaan uang, kemungkinan juga bermotif akibat melakoni ajaran sesat.
Brdasarkan pelacakan di PPATK, ke rekening Wowon mengalir transferan dana sekitar Rp 1 miliar, kemungkinan dari orang-orang yang berhasil dibujuknya untuk menggandakan uang. Alih-alih mendapatkan uang berlipat ganda, satu-satunya nyawa milik mereka dikorbankan.
Pencabulan Murid
Yang juga sangat merisaukan adalah aksi-aksi pencabulan oleh orang-orang yang seharusnya jadi panutan dan pengayom seperti guru, guru ngaji, bahkan kepala sekolah, apalagi dilakukan di area yang seharusnya steril dari tindakan biadab tersebut seperti di ruang sekolah atau Ponpes.
Kasus teranyar dilakukan oknum guru SD berinisial M (54) di Desa Janjjang, Kec. Kangayan, Kep. Kangean, Kab, Sumenep yang tega-teganya mencabuli 10 anak didiknya dengan modus meminta para korban mendatanginya di ruang kelas dan mengancam tidak naik kelas jika tidak mau memenuhi nafsu bejatnya.
Peristiwa tragis lainnya menimpa dua siswi SMP di Kab. Mesuji, Sumatera Selatan karena kembali dicabuli oleh kepala sekolah justeru saat mereka melapor telah dicabuli oleh rekan kelasnya.
Pelaku, ketua yayasan yang juga kepala sekolah, AT (50) , ungkap Kapolres Mesuji AKBP Yuli Haryudo (12/1), dilaporkan oleh orang tua korban atas kasus yang menimpa anak mereka, Desember lalu.
Kasus pencabulan baru-baru ini yang viral di media yakni dilakukan oleh Ustadz MSAT yang sekaligus putera pemilik Ponpes Shidiqqiyah, Jombang yang terbukit mencabuli sejumlah santriwati dan oleh PN Surabaya divois 7 tahun penjara.
Polisi sempat menemui kesulitan menciduknya karena disembunyikan dan dijaga oleh para pengikutnya sehingga baru berhasil setelah menurunkan anggotanya dan setlah diadili di PN Surabaya, MSAT divonis tujuh tahun.
Sedangkan dalam kasus pencabulan dan persetubuhan di Ponpes Madani, Bandung, korbannya 13 santriwati yang tiga diantaranya melahirkan bayi-bayi hasil perbuatan bejat ustad Hery Setiawan yang sudah divonis mati oleh Pengadilan Tinggi, Bandung, Juni 2022 lalu dan diperkuat oleh pengadilan banding.
Maraknya kasus-kasus pencabulan dan korban psikopat tentu terjadi dari banyak faktor, mulai dari abainya dan longgarnya para orang tua mengawasi anaknya, rendahnya kepedulian tetangga dan lingkungan serta leletnya aparat desa (RT, RW), Babinkamtibmas dan Babinsa, juga pengawasan di lingkup sekolah yang dianggap “take for granted” aman.
Mekanisme pencegahan di lingkup sekolah perlu dirumuskan, misalnya anak didik harus berani menolak permintaan guru atau ustadz dipanggil di ruang tertutup dan keberanian mereka segera melaporkan jika ada instruksi guru atau ustadz yang berperilaku menyimpang.
Jangan biarkan orang-orang yang lemah dan perempuan, terutama anak-anak yang merupakan generasi penerus dijadikan mangsa oleh para predator korban kekerasan seksual.