WABAH virus corona (Covid-19) yang baru terdeteksi di Indonesia sejak awal Maret lalu, selain mencemaskan masyarakat karena ancaman terjadinya “outbreak”, juga bakal menyerap dana dalam jumlah besar untuk penanganannya.
Sampai Jumat (20/3) pukul 16.00 WIB, tercatat 369 orang yang terpapar Covid-19 di 16 provinsi atau terjadi penambahan 182 orang dari hari sebelumnya, 32 orang meninggal atau dengan tingkat kematian yang cukup tinggi (8,67 persen).
Bahkan jika upaya menekan laju sebaran melalui peningkatan pendeteksian a.l. dengan test cepat (rapid test) tidak segera dilakukan, diperkirakan, penularan Covid-19 di Indonesia bakal melonjak secara eksponensial, mengikuti kelipatan deret ukur sehingga tidak terkendali.
Mengasumsikan pola penyebaran seperti di Italia dan Iran, akhir April nanti paparan Covid-19 di negeri ini bisa mencapai 11.000-71.000 kasus jika informasi wilayah terpapar dan penanganannya masih seperti saat ini, begitu pula akibat rendahnya disiplin publik untuk mematuhi “social distancing”, juga karena tidak adanya sanksi bagi pelanggarnya.
Dari sisi anggaran, Menkeu Sri Mulyani mengemukakan, pemerintah menyiapkan Rp121,3 triliun bagi program penanganan pandemi Covid-19 bersumber dari relokasi belanja kementerian dan lembaga (Rp62,3 triliun) serta transfer dana desa Rp 56 triliun sampai Rp 69 triliun.
Pandemi Covid-19 sudah menewaskan lebih 10.000 orang dan memapar 245.000 korban di 163 negara di dunia (sampai 20/3).
Sri Mulyani juga mengingatkan, pemda-pemda tidak bisa beralasan penanganan virus corona tidak bisa dilakukan karena ada dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana insentif daerah yang bisa digunakan untuk penanganan Covid-19.
Menurut estimasi Menkeu, ada dana sekitar Rp17,7 triliun APBD di daerah-daerah bersumber dari cukai tembakau, dana bagi hasil (non-migas, otsus dan insentif daerah) yang bisa digunakan bagi penananan Covid-19.
Selain itu, pemerintah juga telah memberikan berbagai stimulus ekonomi, baik berupa keringanan dan relaksasi pajak atau insentif lainnya akibat dampak Covid-19, termasuk paket I dan II bernilai Rp33,2 triliun.
Ayo “pelototi” beramai-ramai
Mengingat lemahnya pengawasan, apalagi di tengah situasi darurat penyebaran Covid-19, tanpa sikap “suudzon” atau prasangka buruk, dalam pelaksanaannya, dana penanggulangan Covid-19, baik di pusat mau pun daerah harus “dipelototi’ beramai-ramai.
Orang tentu belum lupa, niat konspirasi busuk oknum-oknum Pemda DKI menjarah uang rakyat dalam APBD 2020 yang terkuak dari pembuatan draft rancangan APBD (KUA-PPAS) DKI Jakarta jika tidak keburu diangkat oleh anggota F-PSI di DPRD dan diramaikan media.
Dalam KUA-PPAS tersebut misalnya dicantumkan pembelian lem aibon sampai Rp121 milyar, pengecetan jalur sepeda Rp70 milyar, perangkat anti virus komputer Rp 12 milyar, honor anggota TGUPP yang dikritik publik karena tidak jelas kinerjanya yang dinaikkan dari Rp19 milyar menjadi Rp26,5 milyar dan item anggaran lainnya yang sungguh tidak nalar.
Di saat terjadi kepanikan warga membeli masker, alih-alih menggratiskan atau paling tidak memberikan diskon, PD Pasar Jaya, salah satu BUMD Pemprov DKI Jakarta, malah ikut-ikutan menjualnya dengan harga tinggi (Rp300-ribu per boks, dibandingan Rp80-ribu dalam kondisi normal).
Untuk penanganan Covid-19, Pemprov DKI Jakarta juga sudah mengalokasikan dana dari APBDnya Rp54 milyar yang akan digunakan antara lain untuk pembelian Alat Pelindung Diri (APD) bagi petugas kesehatan.
Di provinsi DKI Jakarta saja yang juga ibu kota negara, begitu lemahnya pengawasan, bisa dibayangkan di daerah-daerah terluar, terdepan dan terbelakang (T3) yang sering luput dari pengawasan pusat. Jangan sampai dana yang digelontorkan untuk penanganan bencana darurat Covid-19 malah dijadikan bancakan sekelompok orang.
Ayo awasi bersama-sama agar anggaran penanganan Covid-19 digunakan semestinya, dan diharapkan agar hukum ditegakkan seberat-beratnya terhadap (oknum) DPRD atau pejabat, baik di pusat mau pun daerah yang bermain-main dengan anggaran penanganan bencana ini.
Stigma penghianat bangsa agaknya juga perlu disematkan bagi siapa saja yang terlibat memanipulasi anggaran penanganan Covid-19.