spot_img

Benua Maritim Indonesia: Masa Depan Terbesar Dunia

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terdiri dari 17 ribu pulau lebih dengan lautan dangkal yang menyatukannnya, bukan memisahkannya, menurut Badan Kelautan Amerika Serikat (NOA) adalah sebuah benua maritim (maritime continent). Menristek Prof Dr. B J Habibie, yang kemudian menjadi presiden ke 3 RI, sering mengumandangkan Indonesia sebagai Benua Maritim.

Secara geografis, letak kepulauan Indonesia di antara dua benua Asia dan Australia dan dua lautan besar, Samudera Hindia dan Lautan Pasifik, dan di bawah Garis Katulistiwa memegang peranan penting dalam penentuan cuaca dan iklim dunia.

Indonesia adalah negara terkaya dalam keanekaragaman hayati laut  (marine biodiversity) di dunia. Jika digabung dengam keanekaragaman hayati daratan, Brazil  berada di urutan pertama dan Indonesia kedua.

Posisi geografisnya yang strategis dan kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah telah menjadikan Indonesia sebagai Lebensraum masa depan terbesar umat manusia sedunia. Itu bukan sesuatu yang mustahil. Apalagi, akhir-akhir ini mulai diungkapkan temuan bahwa Benua Atlantis yang hilang itu sebenarnya adalah wilayah Nusantara atau NKRI sekarang ini.

Menyimak fakta-fakta dan ceritera itu, maka tidak ada pilihan lain bagi bangsa Indonesia kecuali segera melancarkan Revolusi Biru (Blue Revolution). Dunia pernah melancarkan  Revolusi Hijau (Green Revolution) tahun 1970-an dalam upaya  mencukupi  kebutuhan pangan  manusia. Indonesia berkat revolusi itu pernah berhasil mencapai swasembada beras. Presiden Soeharto atas keberhasilan itu mendapat Penghargaan dari FAO (Food and Agriculture Organization) di markas besarnya di Roma, Italia tahun 1985 (Saya meliput peristiwa itu sebagai wartawan ANTARA yang berkedudukan di Eropa).

Revolusi Hijau telah mendorong pembukaan hutan sebagai lahan pertanian dan penggunaan bahan-bahan kimia untuk pupuk dan pestisida secara berlebihan. Bersamaan itu, eksploitasi energi fosil yang bersumber di daratan telah merusak lingkungan hidup. Akibatnya, bumi makin panas dan terjadi perubahan iklim dunia (global warming and global climate change).  Lalu muncullah gerakan pro penyelamatan lingkungan seperti Green Peace, Green Civilization, Green Culture, Green  Lifestyle dst. Dampak kerusakan lingkungan itu kini kita rasakan dalam bentuk ketidakteraturan musim, banjir, kekeringan dan kekurangan pangan.

Pemimpin Visioner, Bersemangat Revolusioner

Kegiatan untuk optimalisasi pemanfaatan potensi laut kita sudah dimulai sejak beberapa dasawarsa lalu melalui berbagai seminar. TNI-AL sebagai salah satu stakeholder penting giat melakukan berbagai kajian tentang upaya memanfaatkan potensi maritim Indonesia. Puncaknya adalah dibentuknya Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid  (Gus Dur).

Hasilnya pasti sudah ada, tapi jelas jauh dari yang kita harapkan. Buktinya: garam saja kita masih impor. Juga ikan, padahal  ikan yang kita impor dari negara tetangga itu ditengarai berasal dari wilayah NKRI akibat  “illegal fishing” yang  tidak ditangani serius, akibat “kong kalikong” atau  perselingkuhan  beraroma uang.

Untuk memimpin revolusi biru perlu pemimpin visioner yang bersemangat revolusioner, karena yang diubah adalah cara pandang yang sudah terlalu mapan, yang diidap oleh para pemimpin penyelenggara negara (legislatif, eksekutif dan yudikatif), pengusaha, pendidik, pimpinan media massa, LSM,  nelayan dan rakyat pada umumnya.

Selain diancam, seseorang mau berubah jika melihat peluang keuntungan. Jika dikelola dengan betul, pemanfaatan potensi kelautan kita menjanjikan keuntungan besar  bagi para pihak yang bergerak di bidang pangan, energi, perdagangan, pariwisata, industri perkapalan, lingkungan hidup dan pertahanan keamanan serta kemakmuran bagi SDM yang bekerja di laut, nelayan dan rakyat pada umumnya.

Seiring dengan perubahan mind set melalui jalur pendidikan, yang tak kalah pentingnya adalah kampanye penyadaran (awareness campaign) serta sosialisasi melalui media massa (cetak dan elektronika), media sosial (facebook, twitter, youtube) dan kegiatan seni-budaya secara gencar dan terarah. Kampanye penyadaran itu meliputi berbagai kegiatan yang bersifat informatif, edukatif, rekreatif, advokatif, mencerahkan dan memberdayakan.

Revolusi Biru tentu perlu biaya besar untuk menyiapkan SDM melalui pendidikan, diklat, litbang dan investasi untuk membangun infrastruktur untuk industri maritim, pangan, energi,   pertahanan/keamanan dan pelestarian lingkungan hidup. Dari anggaran pendidikan yang sekarang jumlahnya sudah lumayan besar itu, mulai sekarang pendidikan SDM bidang kelautan harus diberi alokasi yang lebih besar. Sekolah-sekolah kejuruan (SMK) kelautan, perguruan tinggi, pusat-pusat litbang kelautan perlu lebih banyak dibangun.

Masa depan, kedaulatan, kemakmuran dan harga diri kita sebagai bangsa ditentukan oleh keunggulan kita di laut. “Jalesveva Jayamahe!” harus mewujud, bukan hanya semboyan!

spot_img

Related Articles

spot_img

Latest Articles