Bukan Mahasiswa Pencinta Alam (Baka)

0
258
Program "the Great Camping" Mapala UII merenggut nyawa tiga mahasiswa

KENAPA anakku disiksa. Apa salahnya? Badannya sampai lebam-lebam disabeti dengan batang rotan sepuluh kali dan diinjak-injak, “ ratap Sri Handayani  (46), ibunda almarhum Syaits Asyam ketika diwawancarai dalam tayangan stasiun TV swasta.

Sri tampak emosional, belum bisa mengikhlaskan kepergian anaknya yang sebelum mengikuti kegiatan Mapala  Universitas Islam Indonesia (UII) dalam keadaan sehat, segar bugar, terbujur kaku.                       Asyam  diberitakan tidak sadarkan diri di tempat kos-kosannya sebelum dilarikan  ke RS Bethesda, Yogyakarta.

Menurut kesaksian Sri, anaknya sempat mengadukan kekerasan fisik yang dilakukan para seniornya dan mengeluhkan nyeri di bagian leher, dan juga menyebutkan identitas para pelakunya.

Sedangkan Kabag Humas RS Bethesda Nur Sukawati mengungkapkan,   Asyam mengalami sesak nafas dan  patah tulang kaki, tangan dan punggung, dan saat masuk RS, Sabtu pagi (21/1) kesadarannya sudah drop dan sukar untuk berbicara.

Pasien dinyatakan meninggal pada hari yang sama, Sabtu siang pukul 14.45 akibat mengalami pneumonia (radang paru) dan  respiratory arrest ( gagal nafas).

Hancur-luluhnya perasaan Sri tentu bisa dirasakan oleh setiap orang tua yang kehilangan putera harapan masa depan keluarganya. Sejumlah prestasi akademis dicapai Asyam sejak di SMA Kesatuan Bangsa, Bantul, Yogyakarta.

Asyam meraih medali emas pelajaran kimia pada Indonesian Science Project Olympiad 2014 dan  di International Environment Sustainability Project Olympiad di Belanda pada tahun yang sama. Berkat prestasinya, Asyam juga pernah diundang Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan.

Sedangkan Ilham Listia Adi (20), mahasiswa Hukum UII Angkatan 2015  saat masuk ke rumah sakit, Senin (23/1) pagi pukul 09.39  dalam keadaan pucat pasi, luka di dahi, kaki dan tangan, sedangkan kuku kakinya tampak nyaris terkelupas. Pada Selasa malam  pukul 23.20 Ilham meregang nyawa setelah kondisi kesehatannya terus memburuk.

Menurut keterangan dokter, llham mengalami trauma di abdomennya dan cedera di bagian perut . Hal itu diperkuat bukti, sebelum meregang nyawa, pada siang harinya, korban mengalami pendarahan dari duburnya.

 

Tiga korban tewas

Selain Asyam dan Ilham , korban meninggal lainnya adalah Muhammad Fadli, mahasiswa Fak. Tehnik Elektro UII Angkatan 2015 yang menghembuskan nafas dalam perjalanan ke RS Karangnganyar.

Asyam, Ilham dan Fadli Asyam termasuk dalam kelompok terdiri dari 37 mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta yang mengikuti pelatihan program pelatihan “The Great Camping”  yang diselenggarakan oleh organisasi Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) UII.

Acara tahunan selama sepekan yang digelar tim Mapala UII mengambil lokasi di lereng Gunung Kawi, Tawangmangu, Kab. Karanganyar.

Seperti peristiwa-peristiwa kekerasan senior terhadap yunior di perguruan tinggi sebelumnya, ungkapan keprihatinan juga dilontarkan oleh sejumlah tokoh.

Menristek Muhammad Natsir menyesalkan segala bentuk tindak kekerasan, baik fisik maupun nonfisik di lingkungan kampus dan meminta pimpinan perguruan tinggi betanggung jawab memastikan terciptanya suasana akademik yang kondusif di kampus.

Sedangkan Guru Besar Fakultas Hukum UII Mahfud MD merasa terpukul atas terjadinya tragedi maut tersebut dan mendesak kepolisian dan pimpinan universitas mengambil tindakan tegas terhadap pelakunya.

“Peristiwa itu menciptakan citra buruk bagi Mapala UII dan mencoreng dunia pendidikan, “ ujarnya.

Baru saja terjadi

Masih segar dalam ingatan publik, baru saja dunia pendidikan berduka akibat tewasnya taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) di Marunda, Jakarta Utara, Amirullah Adityas Putra (18) akibat dianiaya seniornya sekitar dua pekan lalu (1/10).

Kasus-kasus kekerasan berujung maut di dunia pendidikan juga pernah terjadi antara lain terjadi di IPDN Jatinangor beberapa kali, di Sekolah Polisi Negara Jambi dan Akademi Maritim Djadajat, Jakarta Utara.

Sekedar mengungkapkan keprihatinan, memecat pimpinan institusi pendidikan yang abai, menindak dan menghukum mahasiwa yang menjadi pelaku saja agaknya tidak cukup untuk menghentikan perilaku  anomali atau menyimpang  di lingkungan pendidikan itu.

Mekanisme pengawasan menyeluruh terutama pada kegiatan ekstra kurikuler perlu dibenahi, agar tidak berjatuhan lagi korban-korban berikutnya.

Program pelatihan yang dilakukan Mapala selayaknya untuk menumbuhkan kecintaan peserta pada alam dan lingkungan atau mencetak calon-calon sarjana yang mumpumi menaklukkan tantangan alam.

Pelatihan Mapala bukan untuk mempercepat perjalanan menuju alam baka!

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

K

Advertisement div class="td-visible-desktop">