Setiap tanggal 12 Mei, dunia memperingati Hari Perawat Internasional sebagai bentuk penghormatan terhadap dedikasi dan kontribusi perawat dalam sistem kesehatan. Tahun 2025 mengusung tema “Our Nurses. Our Future. Caring for nurses strengthens economies”, yang menekankan pentingnya kesejahteraan perawat sebagai fondasi bagi sistem kesehatan yang kuat dan berkelanjutan.
Hari Perawat Internasional pertama kali diperingati pada tahun 1965 oleh International Council of Nurses (ICN). Tanggal 12 Mei dipilih karena bertepatan dengan hari kelahiran Florence Nightingale, pelopor keperawatan modern. Sejak tahun 1974, ICN secara resmi menetapkan peringatan ini sebagai ajang global untuk meningkatkan kesadaran akan peran perawat dalam pelayanan kesehatan. Florence Nightingale dikenal karena reformasi besar dalam dunia keperawatan, terutama dalam meningkatkan standar kebersihan dan perawatan pasien selama Perang Krimea. Kontribusinya menjadi dasar bagi praktik keperawatan modern yang berorientasi pada evidence-based care dan pendekatan holistik terhadap pasien.
Menurut data terbaru, terdapat sekitar 28 juta perawat di seluruh dunia, yang mencakup 60% dari tenaga kesehatan global. Namun, distribusi tenaga perawat masih tidak merata, dengan rasio 12 perawat per 1.000 penduduk di negara maju, sementara di negara berkembang hanya 1 perawat per 2.000 penduduk. Di Indonesia, jumlah perawat diperkirakan mencapai 695.217 orang pada tahun 2025.
Meskipun jumlah ini menunjukkan surplus tenaga perawat, tantangan utama adalah pemerataan distribusi, terutama di daerah terpencil yang masih kekurangan tenaga kesehatan. Saat ini jumlah Perawat Jiwa di Indonesia ada 14.823 orang, dimana 257 diantaranya sudah spesialis perawat jiwa. Ini suatu jumlah yang masih jauh dari kebutuhan dan ternyata persebarannya juga tidak merata karena sebagian besar berada di Pulau Jawa dan di kota-kota besar dimana terdapat RS Jiwa maupun RS Umum, meskipun ada sekitar 6.400 orang perawat jiwa yang bekerja di Puskesmas.
Kondisi gangguan Kesehatan jiwa di Indonesia juga semakin perlu mendapatkan perhatian yang lebih baik, Survei Kesehatan Indonesia 2023 mencatat bahwa secara nasional prevalensi depresi mencapai sekitar 1,4%. Sementara itu, survei yang dilakukan pada kelompok usia 15–24 tahun menunjukkan angka depresi yang lebih tinggi, yakni sekitar 2%. Selama lima tahun terakhir, tren menunjukkan peningkatan kesadaran dan deteksi kasus depresi, terutama di kalangan anak muda dan usia produktif.
Untuk kasus skizofrenia, data dari beberapa laporan menunjukkan variasi yang cukup besar antar wilayah. Berdasarkan data SKI 2023 seperti yang dilaporkan oleh beberapa media, terdapat wilayah seperti Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang menunjukkan prevalensi tertinggi, dengan angka mencapai hingga 9,3%–9,9% pada beberapa rumah tangga yang memiliki anggota dengan gejala gangguan jiwa psikosis. Tren selama lima tahun terakhir menunjukkan bahwa dengan adanya perbaikan dalam mekanisme deteksi dan peningkatan kesadaran maka kasus skizofrenia kini lebih banyak teridentifikasi
Perawat memiliki peran krusial dalam kesehatan jiwa, baik dalam pencegahan, deteksi dini, maupun penanganan gangguan mental. Mereka sering menjadi garda terdepan dalam memberikan dukungan psikososial kepada pasien dengan gangguan jiwa, terutama di fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas dan rumah sakit jiwa. Mereka banyak berperan dalam deteksi dini gangguan mental, seperti depresi dan kecemasan, pendampingan psikologis bagi pasien dengan gangguan jiwa, edukasi kesehatan mental kepada masyarakat dan keluarga pasien, pemberian terapi psikofarmakologi sesuai dengan arahan tenaga medis dan rehabilitasi pasien gangguan jiwa untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.
Secara khusus, perawat kesehatan jiwa memiliki berbagai peran dalam menangani pasien dengan gangguan mental, antara lain: terapi individu yang membantu pasien mengubah perilaku dan mengatasi masalah psikologis, pemberian terapi psikofarmakologi dengan memastikan pemberian obat yang tepat dan memantau efek sampingnya, memberikan edukasi pasien dan keluarga tentang cara merawat pasien dengan gangguan jiwa, melakukan pendampingan psikososial dengan membantu pasien dalam proses rehabilitasi dan integrasi sosial dan memberikan advokasi kesehatan mental untuk mendorong kebijakan yang mendukung layanan kesehatan jiwa.
Saat ini pemerintah telah menginisiasi berbagai program kesehatan jiwa yang melibatkan perawat, antara lain: Transformasi Layanan Primer yang berfokus pada promosi dan pencegahan gangguan jiwa melalui edukasi dan deteksi dini, Program Bebas Pasung untuk mengakhiri praktik pemasungan terhadap pasien gangguan jiwa, Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis (P3LP) melalui pelatihan bagi tenaga kesehatan dan masyarakat untuk memberikan bantuan awal kepada individu dengan gangguan jiwa, Integrasi Layanan Kesehatan Jiwa di Puskesmas dimana ditargetkan 50% puskesmas menyediakan layanan kesehatan jiwa pada tahun 2025, dan Kampanye Kesehatan Mental yang memberikan edukasi masyarakat tentang pentingnya kesehatan jiwa dan pengurangan stigma terhadap pasien gangguan mental.
Hari Perawat Internasional 2025 menjadi momentum penting untuk menyoroti peran vital perawat dalam kesehatan jiwa. Dengan jumlah tenaga perawat yang terus bertambah, tantangan utama adalah pemerataan distribusi, peningkatan kapasitas tenaga kesehatan jiwa, serta penguatan program kesehatan mental di Indonesia. Melalui berbagai inisiatif pemerintah dan organisasi kesehatan, diharapkan perawat dapat terus berkontribusi dalam mencegah, mendeteksi, dan menangani gangguan jiwa, sehingga masyarakat mendapatkan akses layanan kesehatan mental yang lebih baik dan inklusif.
*Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kementerian Kesehatan RI, dr. Imran Pambudi