
DALAM konflik terbaru antara India dan Pakistan terkait wilayah sengketa Kashmir pada 7 Mei 2025, AU Pakistan (PAF) yang menggunakan pesawat tempur J-10C buatan China mengklaim berhasil menembak jatuh lima jet tempur AU India.
Konflik ke-4 kalinya antara dua negara bertetangga ini bermula akibat pembantaian 21 turis WN India, dan satu Nepal di kawasan wisata Kashmir, India oleh terduga kelompok militan dukungan Pakistan, 22 April lalu.
Lima pesawat India yang dijatuhkan dengan rudal udara ke udara (Air to Air – AA)milik J-10C adalah tiga jet tempur Rafale buatan Prancis, satu Sukhoi SU-30 MKI Flanker buatan Rusia dan satu MiG-29 Fulcrum eks-Uni Soviet.
Harga J-10C antara 40 – 50 juta dolar AS tergantung varian dan konfigurasinya, jauh lebih murah dari Rafale (115 juta dollar AS), Sukhoi SU-30 (50 – 70 juta dollar AS), dan MiG-29 berkisar 33 juta dollar AS. (Kurs: Rp16.500/dollar AS).
Klaim Pakistan tersebut belum diverifikasi secara independen, baru terindikasi bahwa India kehilangan satu Rafale, namun tak pelak, berita itu menjadi perbincangan hangat di kalangan pengamat militer, pialang senjata dan industri dirgantara.
Pesawat J-10 yang belum dikenal luas dan belum “combat proven” atau terbukti di medan tempur sesungguhnya, ternyata, bisa menaklukkan Rafale, Sukhoi SU-30 dan MiG-29 yang sudah malang melintang dan digunakan di banyak negara, sebaliknya J-10 C yang diproduksi sejak 2002 baru dioperasikan oleh China dan Pakistan.
J-10 Vigorous Dragon atau Naga Perkasa adalah pesawat tempur ringan multiperan, bermesin tunggal, sayap delta dan canard buatan Chengdu Aircratft Corp., (CAC) untuk misi duel di udara dan serangan darat.
J-10C adalah varian terbaru dari keluarga jet tempur J-10 buatan China, yang dirancang untuk misi superioritas udara dan serangan presisi.
Sejumlah fitur unggulan J-10C a.l radar AESA (Active Electronically Scanned Array) yang memberikan kemampuan deteksi dan pelacakan target lebih baik, dan juga dalam mengatasi gangguan elektronik lawan.
Menurut pabriknya, J-10C mengaplikasikan sistem avionik mutakhir dan perangkat perang elektronik untuk mengganggu sistem radar dan komunikasi lawan, didukung desain aerodinamis dan kontrol fly-by-wire yang memungkinkan manuver dinamis dalam duel udara.
Integrasi rudal udara-ke-udara (Air to Air) jarak jauh PL-15 dengan panduan radar aktif dirancang untuk menyerang target pada jarak lebih dari 200 km.
Sedangkan Dassault Rafale yang dijatuhkan adalah pesawat tempur multiperan (disebut omnitask), interceptor, serang darat dan menjalankan supremasi udara, yang telah terbukti atau “combat proven” di beberapa palagan dan dioperasikan oleh sejumlah negara,
Rafale, SU-30 dan MiG-29
Rafale berawak satu atau dua (tergantung varian ), panjang 15,27 m, lebar sayap 10,9 m, luas sayap (5,34 m2), berat kosong 10.300 kg, kecepatan maks. 1.912 km (1,8 Mach) dan radius tempur 1.850 km.
Persenjataan a.l : kanon 30 mm, rudal udara ke udara (AA) Mica EM dan IR, Meteor dan Sihir II, rudal udara ke permukaan (AS) MBDA dan AASN, bom berpemandu GBU-12 dan GBU-16 dan GBU-49 Paveway, 30L dan Markus 82, rudal udara ke permukaan (AM) 39 Exocet dan bisa dipasang rudal nuklit.
Sistem avionik: radar Thales RBE2-AA AESA, sistem perang elektronika Thales Spectra dan sistem pencarian dan pelacakan inframerah.
Sukhoi SU-30 MK
Sukhoi SU-30MKI ( julukan NATO: Flanker-H ) adalah pesawat tempur supremasi udara yang dikembangkan bersama oleh Sukhoi Rusia dan Hindustan Aeronautics Limited (HAL) India .
Pengembangan varian SU-30 MK (menjadi SU-30 MKI dilakukan setelah India menandatangani kesepakatan dengan Rusia pada tahun 2000 untuk memproduksi 140 unit.
SU-30 MKI dibuat khusus untuk spec. India, menggabungkan sistem avionik India Prancis dan Israel, dengan keandalan hampir setara dengan SU-35. Panjang 21,935 m, lebar sayap 14,7 m, tinggi 6.36 m, area sayap 62 m2, berat kosong 18.400 kg, beban penuh 24.900 kg.
Powerplant: 2 Lyulka AL-31 FP turbofan dengan thrust vectoring, 123 kN dengan afterburner (27.500 lbf), sedangkan kecepatan maks 2.500 km (Mach 2,35) .
SU-30 bisa menggembol aneka rudal AA jarak pendek R-27 (70 km), R-77 menengah (100 km) sampai NOVATOR KS-172 berjarak 400 KM, ragam rudal udara ke permukaan (Air to Surface -AA) KH-59 (115 km), Brahmos (300 km) rudal jelajah Nirbhay (1.000 km) serta aneka bom.
Sejak diproduksi 1992, sebanyak 663 unit SU-30 sudah digunakan oleh berbagai negara termasuk Indonesia. India pengguna terbanyak selain Rusia (272 unit). Harga satuan 33 juta dollar AS (sekitar Rp544,5 miliar).
MiG-29 Fulcrum
MiG-29 (julukan NATO: Fulcrum) adalah pesawat tempur multi peran untuk berbagai misi berbeda karya biro desain Mikoyan-Gurovich (MiG) Rusia (sebelumnya Uni Soviet).
Semula MiG-29 dirancang untuk menggantikan MiG-21, MiG-23, SU-16 dan SU-17 serta menghadapi pesawat AS seperti F-15 Eagle atau F-16 Fighting Falcon.
Panjang MiG-29 17,32 m, lebar sayap 11,36 m, berat kosong 11.000 kg, berat kotot 14.900 kg, berat lepas landas 18.000 kg, kecepatan maks. 2.450 km/jam (Mach 2.3), jangkauan 1.430 km, jarak jelajah: 2,100 km dan ketinggian jelajah maks. 18.000 m.
Persenjataan: kanon otomatis 30 mm Gryazev-Shipunov GSh-30-1. Cantelan: 7 (6 di bawah sayap, 1 di badan pesawat , kapasitas hingga 4.000 kg), dengan kombinasi aneka roket, rudal AA R-27, R-60, R-77.
MiG-29 dioperasikan oleh banyak negara selain Rusia dengan jumlah 1.600 unit yang pernah dibuat dan dibandrol dengan harga 11 sampai 20 juta dollar AS. (Rp181,5 – Rp330 miliar).
Keunggulan J-10C
Berbeda dengan di era PD II, di mana kecepatan, kemampuan manuver pesawat serta jangkauan senjata dan perangkat pemindai serta penuntun juga terbatas, keandalan pilot berperan besar dalam dog fight atau duel udara.
Di era now, sistem avionik, radar, penjejak, “friend and foe”, dan penjejak dan penuntun sasaran tersedia serba computerized dan digitalized, juga berbagai perangkat lain didukung teknologi cyber dan AI.
Rudal PL-15 dipandu radar aktif pada J-10C berjangkauan jauh (sampai 300 km?) dan diklaim lebih presisi dari ketiga rudal pesawat lawan (Rafale, SU-30 dan MiG-29) .
PL-15 dirancang untuk menyerang target pada jarak lebih dari 200 km, memberikan keunggulan dalam pertempuran di luar jarak pandang (Beyond Visual Range – BVR).
Dalam konflik ini, penggunaan PL-15 memungkinkan J-10C menyerang Rafale sebelum kelima jet nahas tersebut mampu merespons atau menghindar dari kuncia radar lawan.
Kemungkinan lain, awak J10C berhasil mengacak sistem radar dan komunikasi Rafale, lalu melalui serangan terkordinasi dari berbagai arah dan ketinggian, sehingga membingungkan lawan.
Rudal Air to Air (AA) Meteor
Rafale AU India sebenarnya juga memiliki rudal AA jarak jauh Meteor buatan MBDA, dan SU-30 dan MiG-29 dibekali rudal R-77 dan Novator KS-172 konon berjangkauan sampai 400 km, tapi entah kenapa, kalah cepat aksinya.
Keandalan PL-15, yang juga dirancang untuk melumpuhkan target sebelum terlihat secara visual dan dengan penuntun berbasis radar aktif, mungkin jadi penentu keunggulan J-10C.
Data-link mid-course guidance, juga memungkinkan rudal diperbarui arahnya selama terbang, Kemampuan anti-jamming tinggi.
India sendiri saat ini dilaporkan belum memiliki sistem radar peringatan dini udara (AWACS) dalam jumlah cukup untuk menangkal rudal PL-15 dari jarak sangat jauh sehingga rentan.
Radar AESA dan Stealth Semi-Pasif pada J-10C juga memungkinkan deteksi target dari jarak jauh tanpa banyak pancaran sinyal yang terlacak oleh musuh.
Jadi jika Pakistan mematikan sebagian radar dan menggunakan data dari sumber eksternal seperti peringatan dini (AWACS) China, mereka tetap bisa menyerang tanpa terdeteksi.
Sebenarnya perangkat perang elektronika SPECTRA Rafale termasuk terbaik di dunia, namun dilaporkan J-10C memanfaatkan taktik jamming dan decoy (umpan) secara masif, sehingga mengganggu sistem avioniknya..
Hal ini bisa terjadi karena PAF memadukan J-10C dengan drone atau perangkat jamming seperti EA-03. Ada kemungkinan sistem komunikasi antar-Rafale, SU-30 dan MiG-29 terganggu, menyebabkan formasi pesawat kacau.
Berlatih Simulasi
PAF kabarnya bekerja keras meningkatkan standar latihan pilot J-10C, latgab dengan AU China (PLAAF) dan melakukan simulasi menghadapi Rafale, SU-30 MKI dan MiG-29 India.
Tak hanya menyiapkan duel udara langsung tetapi pilot pilot PAF juga menerapkan konsep tempur “shoot and scoot”, meluncurkan rudal dari luar jangkauan serang musuh dan menghindari ancaman dari zona pertahanan udara India, lalu melancarkan serangan terkoordinasi dipandu radar darat.
Sebaliknya, India tampaknya masih menggunakan formasi tempur konvensional, sehingga membuat mereka kurang siap menghadapi serangan PL-15 di luar BVR.
Pesawat-pesawat Pakistan agaknya berhasil mengecoh radar India dalam serangan malam saat visibilitas rendah, dengan teknik silence run (minim komunikasi radio), memanfaatkan celah koordinasi antara pesawat dan pertahanan darat India.
Kisah duel udara antara pesawat pesawat J-10C Pakistan dan India itu baru rekaan, tentu perlu diinvestigasi lebih dalam lagi dan menyeluruh dari berbagai aspek.
Sementra itu, dari sisi kemanusiaan, bisa dibayangkan duka dan kehilangan rekan-rekan serta keluarga pilot India yang jadi korban, sebaliknya pilot AU Pakistan dielu-elukan bak pahlawan, mungkin diikuti promosi pangkat dan penghargaan.
Bagi Dassault (pembuat Rafale), Sukhoi Corp. (SU-30) dan Mikoyan-Gurevich (produsen MiG) tentu menjadi iklan buruk, sebaliknya Chengdu Aircrat Industry (produsen J-10) bakal kebajiran order dan kabarnya harga sahamnya melonjak.
Itulah perang. Ada yang berduka dan berjaya, terpukul, dielu-elukan dan dipuja, namun yang jelas, malapetaka bagi umat manusia. (berbagai sumber/AF Technology/the Avianist/ wikpiedia/ns)