BANGLADESH – Mohammad Farooq, seorang anak Rohingya di Bangladesh tertidur di sebuah klinik dekat kamp pengungsi Kutupalong Bangladesh, karena menderita difteri.
Noor Begum, sang ayah merasa jauh lebih optimis dari 24 jam sebelumnya. “Dia menderita demam dan dia muntah, dia tidak bisa makan karena sakit,” kata Noor, yang meninggalkan desa Ludang Para di Buthidaung, Myanmar ke Bangladesh sebagai bagian dari eksodus Rohingya yang dimulai pada akhir Agustus.
Mohammad menderita difteri yakni infeksi bakteri serius dengan gejala umum seperti demam tinggi, sakit tenggorokan, kesulitan menelan dan pembengkakan leher.
“Saya tidak bisa bernapas. Kepalaku sakit, tubuhku gemetar,” kata Mohammad sambil terbaring di tempat tidur di klinik yang dikelola oleh kelompok bantuan Doctor Without Border (MSF).
Sampai saat ini, difteria telah diberantas di Bangladesh namun pada bulan November, penyakit ini merajalela di beberapa kamp pengungsi negara tersebut, di mana banyak dari komunitas Rohingya Noor telah melarikan diri dari tindakan militer brutal di Myanmar.
Hampir satu juta orang Rohingya sekarang tinggal di pemukiman pengungsi yang luas di Cox’s Bazar dekat perbatasan Myanmar-Bangladesh.