Diganggu Setan, Pemudik Jombang Nekat Kabur Saat Dikarantina

Ilustrasi : Bangsal perawatan. Foto: Ist

JOMBANG – Seorang pria yang baru kembali dari Italia ketakutan lantaran diganggu makhluk halus alias setan saat ia dikarantina di salahsatu sekolah di kampungnya .

Pria itu bernama Gery Prasetyo (27), warga Desa Banjarsari, Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Jombang. Ia selama ini bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) di Italia.

Sebelum mudik, Gery sempat diisolasi di Italia karena dinyatakan positif terjangkit virus Corona. Ia kemudian dipulangkan ke Indonesia setelah dinyatakan sembuh.

Sampai di Bali, Gery kembali menjalani karantina selama 14 hari. Karena kondisinya sehat dan negatif Corona, ia diizinkan pulang ke rumah istrinya, Dewi Rosa di Dusun Kopensari, Desa Rejoagung, Kecamatan Ploso, Jombang.

Sesampai di Jombang, Gery kembali dikarantina di SDN Rejoagung selama 14 hari sejak Selasa 7 April 2020. Tempat karantina bagi Gery berupa ruangan Unit Kesehatan Sekolah (UKS) SDN Rejoagung.

Di sinilah Gery mengaku diganggu setan, sehingga ia memutuskan kabur saat memasuki hari keempat karantina, Sabtu (11/4) sekitar pukul 02.00 WIB. Saat itu Gery menjadi satu-satunya orang yang dikarantina.

“Dia kabur karena ketakutan. Kenyataannya saat dikarantina hari keempat, jam dua dini hari bangku sekolahan terbang. Dia spontan berlari. Penjaga sekolah digedor-gedor tidak bangun. Dia loncat pagar lari pulang sambil menangis,” kata Paman Gery, Sugiarto (65) kepada wartawan di kantor Desa Rejoagung, Selasa 14 April 2020.

Karena pengalaman mistis itulah, lanjut Sugiarto, Gery menolak dikarantina di SDN Rejoagung. Ia akhirnya memilih melakukan karantina mandiri di rumahnya.

“Setelah itu dia diminta membuat pernyataan siap karantina mandiri di rumah. Alhamdulillah kondisinya sekarang baik di rumah,” katanya.

Kepala Desa Rejoagung Sugeng membenarkan Gery kabur dari tempat karantina setelah mendapatkan pengalaman mistis. Menurut dia, pemudik dari Italia itu baru menjalani 4 hari masa karantina di SDN Rejoagung.

Sugeng menuturkan lahan tempat SDN Rejoagung, tambah Sugeng, pernah menjadi pabrik gula pada masa kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka, lahan bekas pabrik itu terbengkalai sehingga menjadi rawa dan semak belukar.

Seperti dilansir reqnews.com, sejak Sugeng kecil, lahan tersebut sudah dikenal angker oleh warga setempat. Baru sekitar tahun 1964, gedung SDN Rejoagung dibangun di atas lahan tersebut.