spot_img

Hoegeng Award Lagi

MENJELANG peringatan Hari Bayangkara 1 Juli 2023, kembali Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo menggelar Hoegeng Award ke-II, sejak 27 Januari kemarin. Kok tidak kapok juga ya? Padahal gelaran Hoegeng Award ke-I tempo hari hasilnya justru permalukan institusi Polri itu sendiri. Pepatah mengatakan, karena nila setitik rusak susu sebelanga.

Bagaimana tidak? Kapolri memang telah menemukan sejumlah anak buahnya yang punya integritas macam Kapolri Hoegeng Imam Santosa (1968-1971). Tapi justru di waktu yang sama terkuak borok-borok kepolisian di level atas. Ini sungguh memalukan! Tak ayal lagi banyak warganet berpendapat, mestinya Kapolri Listyo Sigit mundur begitu terkuak sejumlah jendral polisinya pentalitan nggak keruan semacam Ferdy Sambo.

Memang sih, karena nila setitik tidak harus rusak susu sebelanga. Tentu saja sepanjang “nila” itu kelas rendahan belaka. Bila “nila” itu kualitas ekspor, daya rusaknya luar biasa. “Susu” yang tadinya baik, tercemar “nila” kualitas pilihan jadi ikutan rusak pula. Sebetulnya polisi nakal itu dari dulu selalu ada. Tapi kelasnya masih berpangkat rendahan, karena sekedar cari tambahan untuk menutup gajinya yang kecil.

Tapi sekarang, terutama setelah era reformasi, yang bermain justru kalangan atas berbintang yang gajinya relative jauh lebih gede. Ada yang terang-terangan korupsi, menyalah gunakan jabatan demi cuan. Ada yang terlibat rekening gendut sehingga batal jadi Kapolri. Sementara isyu “rekening gendut” menghilang, muncul berbagai bansus (bantu kasus), misalnya ada Irjen kasih “masker” tinja pada tahanan M. Kace.

Dan paling ironis, seminggu setelah pengumuman Hoegeng Award ke-I, pada 8 Juli 2022 terjadi pembunuhan Brigadir Joshua di Kompleks Polri Duren Tiga, di mana dalang sekaligus pelakunya ternyata adalah Irjen Ferdy Sambo, seorang polisi berbintang dua yang menjabat Kepala Divisi Profesi & Pengamanan (Kadiv Propam). Awalnya dia berlagak suci dengan sejumlah alibi, tapi pada akhirnya dia terungkap sebagai pembunuh berdarah dingin.

Dalam penyelidikan selanjutnya terbongkar, Kepala Satgassus Polri ini ternyata “raja” dalam institusi bayangkara negara. Biarpun bintangnya di pundak lebih banyak dari Ferdy Sambo, tetap saja tunduk pada dia. Yang tidak tunduk pada Ferdy Sambo hanya bintang kecil di langit yang biru, karena dia mampu bikin banyak bintang di batok kepalanya (baca: mata berkunang-kunang) ketika kemudian dipecat dari Polri dan hilang segala pangkatnya dan mampet sumber rejekinya.

Jika menyimak video lama ketika Ferdy Sambo masih menjabat, wih…..tampak galak dan berwibawa sekali. Dia akan menindak tegas segala tindakan polisi yang bisa mencoreng citra Polri. Nggak tahunya, justru Ferdy Sambo sendiri termasuk pelakunya. Bayangkan, perwira tinggi Polri yang jabatannya Kepala Divisi Profesi & Pengamanan, akhinya diamankan oleh rekan-rekan sendiri di kepolisian. Apa boleh buat, jeruk terpaksa makan jeruk!

Ketika perkara pembunuhan Brigadir Joshua mulai disidangkan,  publik tambah sebel dan jengkel pada perilaku Ferdy Sambo. Orang seperti dia kok bisa lolos jadi anggota bayangkara negara dan berpangkat sampai bintang dua lagi. Gara-gara ulah dia, banyak petinggi Polri ikut rusak kariernya bahkan ikutan masuk penjara. Ibarat  menolong orang mau tenggelam, ikut pula mati tenggelam pada akhirnya.

Dalam persidanganpun Ferdy Sambo masih bisa mengatur sejumlah saksi untuk bersuara satu nada dengannya. Maka ketika dia hanya dituntut hukuman seumur hidup oleh Jaksa Penuntut Umum, banyak yang kecewa. Mestinya orang sekejam dan selicik dia divonis mati saja. Percuma manusia unfaedah seperti dia masih dibiayai negara selama hidup di penjara. Banyak yang berharap vonis hakim nantinya memberi hukuman lebih berat dengan ketokan palu: mati!

Gara-gara ulah Ferdy Sambo, rusaklah nama institusi Polri, masyarakat pun sempat kehilangan kepercayaan pada bayangkara negara itu. Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo mencoba kembali membangun kepercayaan rakyat pada polisi. Maka tak kenal putus asa program Hoegeng Award ke-II digelar kembali. Pada Hugeng Award ke-I telah terpilih tiga polisi berentegritas, yakni: 1. Wakapolda Papua Brigjen Eko Rudi Sudarto, sebagai polisi inofatif, 2. Kanit Binmas Polsek Muara Gembong, Bekasi, Jawa Barat, Aipda Rohimah sebagai polisi berdedikasi, 3. Irjen Ahmad Wiyagus Kapolda Lampung sebagai polisi berintegritas.

Semoga Hoegeng Award ke-II nanti menghasilkan pula polisi-polisi brilliant yang terus menjaga marwah polisi sebagai bayangkara negara. (Cantrik Metaram)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

spot_img

Related Articles

spot_img

Latest Articles