
PENGADILAN Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan tehadap Presiden Rusia Vladimir Putin (17/3) atas kejahatan perang di Ukraina, persoalannya mungkinkah itu dilakukan?
Seperti dikatakan oleh Jaksa ICC Karim Khan kepada AFP, negara-negara anggota ICC wajib melaksanakan surat perintah penangkapan terhadap Putin dan Komisaris Kepresidenan Rusia untuk Hak-hak Anak, Maria Lvova-Belova, jika mereka bepergian ke wilayah mereka.
“Benar,” kata Karim Khan ketika ditanya apakah Putin harus bertanggung jawab atas kekejaman pasukan Rusia dalam Perang di Ukraina jika dia menginjakkan kaki di salah satu dari 123 negara anggota ICC.
ICC yang bermarkas di Den Haag dan dibentuk pada 2002 bertujuan mengadili kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, aksi genocida dan melakukan agresi ke negara lain.
Namun masalahnya, ICC tidak memiliki pasukan polisi sendiri untuk mengeksekusi surat perintah, sehingga “bola ada di tangan negara-negara ICC untuk dimainkan” dan pada umumnya, hal itu tidak dilakukan terhadap kepala negara yang masih menjabat.
Contohnya, mantan pemimpin Sudan, Presiden Omar al-Bashir masih bisa bebas melawat ke sejumlah negara anggota ICC termasuk Afrika Selatan dan Yordania alau susdah ada surat perintah tangkap yang diterbitkan ICC.
Meski sudah digulingkan pada 2019, pemerintah baru Sudan belum memerintahkan penyerahan Omar al-Bashir ke ICC.
Profesor di Columbia Law School, Matthew Waman mengatakan, perintah penangkapan terhadap Putin adalah langkah yang sangat signifikan oleh ICC, walau kecil kemungkinannya Putin akan ditangkap.
Lantas, apa rintangan utamanya?
ICC dapat mengajukan tuntutan terhadap Putin karena Ukraina telah menerima yurisdiksinya atas situasi saat ini, meskipun Kyiv juga bukan anggotanya.
Sebaliknya, Moskwa telah menolak surat perintah terhadap Putin begitu saja karena kebijakan yang diambil Rusia, tidak akan mengekstradisi warganya dalam kasus apa pun.
Putin sendiri di dalam berbagai kesempatan mengaku tidak bersalah, dan invasi ke Ukraina dilakukan untuk menyelamatkan penduduknya termasuk etnis Rusia dari aksi diskriminasi yang dilakukan penguasa Ukraina.
Setelah mencaplok Crimea pada 2014, Rusia kembali mendeklarasikan empat wilayah Ukraina Oktober tahun lalu yakni Luhanks, Donetsk, Kherson dan Zaporizhhia akhir Sept. tahun lalu juga dengan alasan penduduknya (terutama etnis Rusia) ingin bergabung.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan “Rusia tidak mengakui yurisdiksi pengadilan ini sehingga dari sudut pandang hukum, keputusan pengadilan bisa batal, “ ujar Jubir Kremlin Dmitry Peskov.
Rusia sebenarnya ikut menandatangani Statuta Roma terkait pembentukan ICC, tetapi tidak meratifikasi keanggotaannya, lalu menarik diri atas perintah Putin pada 2016 setelah ICC melakukan investigasi atas keterlibatan Rusia daam perang di Georgia pada 2008.
ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan, Jumat (17/3) terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin, menuduhnya bertanggung jawab atas kejahatan perang yang dilakukan pasukannya di Ukraina.
Sebaliknya Rusia telah berulang kali membantah tuduhan bahwa pasukannya telah melakukan kekejaman selama invasi satu tahun (sejak 24 Feb. ’22) ke negara tetangganya, bekas sesama negara sempalan Uni Soviet tersebut .
Dalam surat perintah pertamanya untuk Ukraina, ICC menyerukan penangkapan Putin atas dugaan deportasi anak-anak yang melanggar hukum dan pemindahan orang yang melanggar hukum dari wilayah Ukraina ke Federasi Rusia.
Secara terpisah ICC juga menerbitkan surat perintah penangkapan untuk Maria Lvova-Belova, Komisaris Rusia untuk Hak Anak, Maria Lvova-Belova dengan tuduhan sama.
Putin bisa saja lolos dari target penangkapan oleh ICC, tapi paling tidak, di mata internasional, tindakannya di Ukraina danggap salah sehingga secara moril tentu juga pukulan baginya.
