Jangan Asal Minum Obat Diare, Bisa Bahayakan Anak yang Keracunan

Kasus siswa keracunan setelah menyantap makanan MBG terjadi di banyak tempat. Sampai pertegahan Sept. korbanya sudah 5.360 orang. Pemerintah harus bertanggungjawab (ilustrasi: Tempo)

JAKARTA, KBKNews.id – Beberapa wilayah di Indonesia baru-baru ini dilaporkan mengalami kasus keracunan massal yang diduga berasal dari Program Makanan Bergizi Gratis (MBG). Sejumlah pelajar dan masyarakat yang menerima makanan tersebut harus mendapatkan perawatan medis setelah mengalami gejala seperti mual, muntah, dan diare.

Dinas Kesehatan menyampaikan bahwa faktor penyebab keracunan cukup beragam, mulai dari bahan makanan yang terkontaminasi, proses pengolahan yang tidak higienis, hingga cara penyimpanan yang tidak sesuai standar.

Menanggapi hal ini, Ketua UKK Emergensi dan Terapi Intensif Anak (ETIA) Ikatan Dokter Anak Indonesia, dr. Yogi Prawira, Sp.A, Subsp. ETIA(K), menegaskan bahwa pemberian obat diare pada anak yang mengalami keracunan sangat tidak dianjurkan.

Menurutnya, obat tersebut dapat menghambat mekanisme alami tubuh dalam mengeluarkan racun.

“Karena obat-obatan ini kalau kita berikan, yang terjadi adalah toksin atau bakteri ataupun apa pun yang mengontaminasi makanan-minuman, itu akan tertahan pengeluarannya dari tubuh, sehingga tidak disarankan,” kata Yogi dilansir dari Antara.

Ia menerangkan, tubuh memiliki sistem pertahanan alami. Saat terdapat kontaminan dari makanan atau minuman, tubuh akan merespons dengan mengeluarkannya melalui muntah, diare, maupun nyeri perut.

Menghentikan proses alami ini dengan obat anti-diare justru berisiko meningkatkan bahaya.

“Kalaupun akhirnya diputuskan untuk diberikan, itu harus dengan pertimbangan dari dokter. Jadi, jangan mudah kita memberikan obat-obatan yang anti diare pada anak yang mengalami diare,” tuturnya.

Selain obat diare, Yogi juga menjelaskan soal penggunaan obat dengan karbon aktif. Menurutnya, obat ini memang dapat menyerap racun, tetapi hanya efektif bila diberikan dalam waktu kurang dari 1–2 jam setelah makanan terkontaminasi dikonsumsi.

Di luar itu, efektivitasnya berkurang. Pemberian karbon aktif pun tidak bisa sembarangan, terutama pada anak-anak, karena harus mempertimbangkan jenis keracunan, lama waktu sejak makanan dikonsumsi, serta berat badan pasien.

Dalam menangani anak yang mengalami keracunan, Yogi menekankan pentingnya menjaga asupan cairan untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare. Pemberian cairan bisa berupa air putih maupun oralit.

Sementara itu, makanan tetap boleh diberikan dalam porsi kecil namun sering, terutama makanan yang lembut, tidak pedas, dan tidak merangsang asam lambung, seperti bubur, roti, atau pisang.

Advertisement

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here