TIAP hari, pagi, siang malam sejak sepekan ini, tak habis-habisnya stasiun-stasiun TV nasional mengulas kasus pembunuhan Vina dan kekasihnya, M Rizky alias Eki delapan tahun lalu dari berbagai angle dan ragam nara sumber, pengacara, polisi dan pakar hukum.
Kasus Vina dan Eki mendominasi dan menjadi paling viral dibandingkan kasus-kasus kriminal lainnya, bahkan jika diadu dengan move-move para politisi dan parpol menjelang pilkada serentak yang akan digelar November nanti.
Para pelaku, anggota geng motor melakukan pelemparan batu terhadap Vina dan Eki yang bergoncengan motor saat melintas menuju Jl. Taman Sumber, kota Cirebon, lalu lokasi pembunuhanya di laha kosong dekat SMP XI di Jl, Perjuangan, kemudian kedua jasad korban dibawa ke pinggir jalan fly-over Talun, Kab. Cirebon. Jarak antara ketiga TKP hanya beberapa ratus meter.
Selain brutal, diduga dilempari batu oleh sebelas orang geng motor di Cirebon , pada 27 Agustus 2016, lalu dianiaya setelah terjatuh dari motornya saat bergoncengan dengan Vina, Vina juga diseret, lalu diperkosa di sebuah lahan kosong.
Jenasah keduanya lalu dibawa ke tepi jalan Fly Over di kota Cirebon, lalu digeletakkan seolah-olah korban kecelakaan lalu lintas, padahal sepeda motor Eki masih tampak mulus, hanya cetnya sedikit lecet.
Kasus itu mencuat lagi setelah delapan tahunan berlalu sejak peristiwanya diangkat ke layar lebar. Delapan pelaku sudah dipidanakan seumur hidup, sementara satu orang yang masih di bawah umur dibui delapan tahun dan saat ini sudah bebas.
Sejak awal, penanganan kasus ini memang sudah meragukan. Semula polsek Cirebon menyebutkan kecelakaan lalu lalu lintas, namun kemudian ayah salah satu korban (Eki) yakni Iptu Pol. Rudiana yang mejadi Kasatserse di Polsek Kapetakan, Cirebon, langsung tutun tangan mengusutnya sehingga sampai ke pengadilan.
Titik terang pengungkapan kasus ini muncul, setelah ramai diviralkan media, Polda Jabar berhasil menangkap salah satu buronan diduga pelaku kunci bernama Pegi Setiawan, alias Egi alias Perong (21 Mei) lalu.
Namun keberhasilan membekuk Perong ternyata malah memicu keruwetan baru, karena dalam waktu bersamaan, Polda Jabar menghapus dua nama buron lain yang tercantum di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yakni Dani dan Andi.
Pihak polisi meyakini, satu-satunya buron adalah Perong, sementara nama Andi dan Dani merupakan keterangan fiktif yang disebutkan oleh delapan pelaku lainnya.
Kesaksian sejumlah teman kerja Perong yang menyebutkan, ia sedang bekerja sebagai pekerja bangunan di Bandung, atau tidak berada di TKP saat kejadian, juga ibu, ayahnya dan adiknya yang meyakini, Perong tidak bersalah, membuat penanganan kasus in makin gelap.
Perong sendiri saat dihadirkan dalam gelar kasus di Polda Jabar (26/5) menyatakan pada awak pers bahwa ia tak bersalah dan menilai, polisi salah tangkap. “Saya tidak melakukan pembunuhan dan tidak kenal dengan para saksi. Saya rela mati, “ ujarnya.
Satu saksi kunci lagi, teman Vina dan Eki yang juga pernah memberikan kesaksiana di pengadilan, Liga Akbar buka suara, mengaku kronologis peristiwa itu.
Pasalnya, menurut pengakuan Akbar, sebelum kejadian, ia naik motor beriringan dengan Vina dn Eki yang bergoncengan dan menyaksukan mereka dilempari batu oleh geng motor hingga terjatuh. Akbar juga mengenali salah satu pelaku bernama Rivaldi. Namun akhirnya Akbar mencabut kesaksiannya, dengan alasan waktu itu ia dipaksa.
Kasus pembunuhan Vina an Eki selain memojokkan Polri yang dianggap tidak berupaya serius memburu tiga buron yang disebutkan di BAP dan baru bergerak delapan tahun setelah kasusnya difilmkan dan beritanya kembali diviralkan, apalagi jika terbukti Perong ternyata salah tangkap.
Selain itu, delapan terpidana juga mengaku mereka terpaksa mengaku karena tidak tahan mengalami kekerasan di tahanan polisi.
Publik menanti transparansi dan keadilan penutasan kasus ini, jika perlu prosedur penanganannya diulang kembali dari awal berdasarkan metode Scientific Crime Investigation (SCI) dengan melacak HP korban dan pelaku, CCTV dan alat serta barang bukti lainnya.
Nama Polri dan institusi peradilan dipertaruhkan jika ternyata penanganan kasus pembunuhan Vina dan Eki diwarnai kebohongan, penyimpangan, salah tangkap, apalagi konspirasi.