Lagi-lagi Bentrok (oknum) TNI vs Polisi

0
22545
Kantor Mapolsek Ciracas, Jakarta Timur diserang seratusan oknum-oknum tentara (29/8) yang diprovokasi salah satu rekan mereka bahwa ia dikeroyok polisi, padahal ia mengalami kecelakaan tunggal, jatuh dari sepeda motor. (image: Tempo)

BENTROKAN, terkadang sampai merenggut nyawa antara sesama aparat keamanan,  TNI dan Polri, sering terjadi di negeri ini, dan sejauh ini belum ada solusinya secara komprehensif agar kejadian memalukan itu tidak terus terulang.

Coba tanyakan, nggak usah lah di negara-negara maju, di kalangan negara-negara anggota ASEAN saja,  apa ada kejadian seperti itu di negeri mereka, apalagi berulang kali.

“Begaduh, untuk apa? mereka sama-sama pegawai kerajaan, kalau di jalan-jalan (di ruang publik maksudnya), otoritas ada di tangan polis, askar untuk urus pertahanan “  jawab wartawan Malaysia ketika ditanyakan apakah  di negerinya polisi dan tentara juga sering bentrok.

Di negeri ini lain lagi, sekitar 100-an (oknum TNI) menyerang dan melakukan perusakan Mapolsek Ciracas dan Pasar Rebo, Jakarta Timur, Sabtu dini hari (29/8) setelah menerima pesan SMS dari salah satu rekan mereka, Prada MI yang mengaku dikeroyok oleh oknum-oknum polisi.

Faktanya, dari tayangan CCTV pemilik toko di lokasi kejadian, Prada MI sebenarnya cuma mengalami kecelakaan tunggal saat berkendara sepeda motor di kawasan Cibubur, jadi menyampaikan kabar bohong pada rekan-rekannya.

Rekan-rekan MI sependidikan angkatan 2017, agaknya dengan semangat korsa (esprit de corps) tinggi, membabi-buta melakukan penyerangan dan perusakan bangunan dan prasarana kedua mapolsek,  sejumlah kendaraan dan bahkan juga kios-kios dan warung-warung di sekitarnya.

Walau TNI dan Polri baru akan membentuk tim gabungan guna mengusut tuntas kasusnya, Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman dalam pernyataan resmi terkait kronologis kejadian,  secara tersirat menyebutkan keterlibatan aparat militer dalam kejadian itu.

Kejadian Kedua di Mapolsek Ciracas

Bagi Mapolsek Ciracas sendiri, ini adalah kejadian kedua setelah hal serupa pada 11 Desember 2018, bermula dari aksi pengeroyokan terhadap perwira TNI-AL Kapten Komaruddin oleh sejumlah juru parkir di sebuah super market dekat polsek.

Para pengeroyok kemudian diamankan dan dibawa ke Mapolsek Ciracas, namun rekan-rekan Kapten Komaruddin yang berdatangan dari barak untuk melakukan balas dendam dan juga membakar bangunan Mapolsek karena menganggap polisi melindungi mereka.

Dalam perisiwa lain, tiga anggota Polres Mamberamo Raya tewas dan dua lainnya terluka akibat baku tembak dengan oknum satuan Yonif 755 Kostrad di pos TNI di Kampung Kasonaweja, Kab. Mamberamo Raya, Papua, (12/4).

Penyulutnya, juga hal sepele, selisih paham antara oknum polisi dan  tukang ojek motor soal ongkos, lalu ia mengadu ke markas Yonif 755. Sejumlah oknum satuan itu kemudian menyambangi dan memukuli oknum polisi tersebut yang kemudian mengajak rekan-rekannya melakukan pembalasan.

Sementara enam anggota polisi termasuk Kapolsek Pahae Jae, Tananuli Utara dan  seorang warga sipil luka-luka (27/2) dikeroyok oleh puluhan oknum Batalyon 123/RW Kodam I Bukit Barisan  hanya gara-gara salah paham di tengah kemacetan lalu-lintas.

Awalnya, anggota satuan Yon 123/RW yang menaiki iring-iringan truk  tidak terima distop dan ditegur polisi karena menerobos jalur berlawanan arah sehingga memperparah arus lalin di jalan raya Tarurung – Sipirok yang saat itu macet karena ada truk terguling.

Hal-hal Sepele

Menurut catatan, bentrok antara oknum polisi dan TNI, sesama oknum polisi atau TNI akibat hal-hal kecil seperti ditegur karena pelanggaran lalu-lintas, senggolan saat berkendara, backing-backingan atau persoalan sepele lainnya tidak jarang terjadi.

Biasanya, penyelesaiannya cukup dilakukan secara internal, salam-salaman antarkomandan diikuti acara joget atau makan bersama di tingkat kesatuan, dan penyebabnya sering disebutkan cuma “kesalah-pahaman”.

Selain merusak citra RI sebagai negara hukum, karena pelanggaran hukum dilakukan oleh aparat penegak hukum sendiri, bentrok  atau gesekan antarsesama aparat juga jelas menganggu soliditas dan integritas aparat negara, juga ketertiban umum.

Agaknya penyelesaian kasus per kasus tidak cukup, harus dicari akar permasalahannya, mulai dari sistem dan pelaksanaan perekrutan, sudah kah sesuai prosedur, tes kejiwaan perlu dilakukan secara berkala, juga pemahaman terkait wawasan kebangsaan dan persatuan, tidak sekedar semangat korps secara picik.

Terkait perekrutan, baik TNI mau pun Polri, masih sering terdengar kabar miring atau gunjingan di tengah publik, walau sulit dibuktikan jika tidak ada niat dan tekad internal kalangan TNI atau Polri untuk membongkarnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement div class="td-visible-desktop">