Malaikat Maut di Jalan Raya

0
288
ist

“Tiada hari tanpa kecelakaan lalu-lintas “ . Kalimat ini ternyata bukan ungkapan hyperbola atau dianggap lebai, tetapi kenyataan yang dihadapi warga Jakarta dan sekitarnya, juga mereka yang tinggal di kota-kota besar atau dekat lintasan jalan raya utama di Indonesia.

Warga ibukota yang seharusnya menikmati akhir pekan dengan santai – melupakan kesulitan hidup sejenak setelah bergelut dengan kesemrawutan lalu-lintas pada hari-hari kerja sebelumnya – tersentak lagi dengan peristiwa tabrakan antara Metromini B7760ED dengan KA komuter Jatinegara – Bogor di pintu lintasan Angke, Jakarta Barat, Minggu pagi.

Pengemudi Metromini mencoba menerobos palang pintu lintasan KA yang sudah tertutup dengan memanfaatkan celah luas badan jalan. KA langsung menghantam dan menyeret Metromoni nahas tersebut sampai 200 meter, dan menewaskan 18 penumpangnya.

Kejadian lainnya pada hari yang sama , Kopaja P-19 B7120 EG jurusan Ragunan – Tanah Abang yang dikemudikan secara ugal-ugalan terbalik di kawasan Tosari, Jl. Thamrin, Jakarta Pusat, menewaskan seorang yang sedang berada di halte bus. Sementara di ruas jalan raya Puncak, bus milik TNI, diduga remnya blong, menghantam warung dan motor, menelan korban tiga orang meninggal.

Di ruas jalan bebas hambatan Cikopo- Palimanan, Minggu tercatat dua kecelakaan yang mengakibatkan delapan korban tewas. Dua orang – pengemudi dan kernet truk tewas di lokasi kejadian – saat kendaraan mereka diseruduk truk lainnya dari belakang di Km 164,6, Kertajati, Kab. Majalengka dan kejadian lainnya enam penumpang minibus tewas setelah kendaraan mereka menabrak truk di wilayah Gantar, Indramayu.

Pada pekan yang sama, Kamis lalu, di Km 136,9 kawasan Terisi, Kab. Indramayu, 11 orang berkendara minibus tewas akibat diduga pengemudinya mengantuk, menghantam sebuah truk dari belakang. Sejak dibuka pada 13 Juni lalu telah terjadi 37 kali kecelakan yang merenggut 42 nyawa di jalan toll utama di lintasan pantai utara (Pantura) Jawa ini.

Ruas jalan Toll Cipali yang relatif panjang (116,7 Km), mulus, datar dan lurus perlu diaudit lagi dari aspek keamanannya, begitu pula dengan kendaraan yang lalu-lalang, khususnya kendaraan angkutan umum. Dengan cara itu, menurut Guru Besar Perencanaan Transportasi Institut Teknologi Bandung, Ade Sjafrudin, akan bisa diketahui apakah aspek keselamatan sudah dipenuhi atau tidak oleh operator.

Jalan raya di Indonesia sebagai lokasi pencabut nyawa tidak bisa disaangkal lagi, karena data statistikk menyebutkan 300 .000 orang tewas di berbagai ruas jalan selama periode 1992 – 2013. Pada 2013 saja tercatat 26.000 korban meregang nyawa, atau sekitar 120 orang setiap hari.

Semua orang juga paham, penyebabnya merupakan akumulasi berbagai persoalan, mulai dari terabaikannya keamanan prasarana dan sarana jalan, lemahnya penegakan hukum. Uji ulang kendaraan umum sering hanya berupa formalitas. Yang penting bayar. Begitu pula dengan kepemilikan SIM yang begitu mudah, juga praktek denda “damai” dalam pelanggaran lalu-lintas.

Keterlibatan perseorangan sebagai pengelola angkutan publik juga ikut menyumbang terjadinya kecelakaan demi kecelakaan angkutan umum yang menelan korban jiwa. Contohnya saja, manajemen Metromini. Tentu saja si pemilik hanya memikirkan jumlah uang setoran, apalagi di tengah persaingan ketat dengan moda angkutan lain seperti KA dan Trans Jakarta atau sesama angkutan umum swasta.

Berbagai cara dilakukan oleh supir untuk “nguber setoran”, mulai dari tidak menggunakan kernet, salip-menyalip, srobot-sana srobot sini, ngetem, menjejali kendaraan dengan penumpang, menerabas jalur busway atau memaksakan kondisi kendaraan yang tidak laik untuk terus “narik”.

Banyak “PR” yang harus dikerjakan untuk memulai pembenahan sistem transportasi publik di Indonesia. Kemauannya dulu. Ada nggak? Soalnya, ditengah ketidaktertiban dan kesemrawutan ini, ada saja pihak-pihak yang diuntungkan.

Advertisement div class="td-visible-desktop">