Medsos rusak mental anak

0
66
Berlebihan brrmedsos dengan menggunakan gadget membuat anak-anak mengalami gangguan mental dan depresi (foto: haibunda)

PENGGUNAAN medsos secara berlebihan tanpa pegawasan sudah waktunya dihentikan karena menyebabkan banyak anak-anak Indonesia  mengalami gangguan mental.

“Anxiety disorder (gangguan kecemasan) dan depression disorder (gangguan depresi) banyak dialami anak-anak Indonesia akibat penggunaan medsos berlebihan, “ kata Menkes Budi Gunadi Sadikin di Jakarta, Minggu (2/2)

Pernyataan Menkes itu dilontarkan pada jumpa pers bersama terkait pementukan tim penyusunan aturan perlindungan anak bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) , Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak (KemPPPA) dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen).

Kemenkes juga mendapati, banyak anak-anak mengalami masalah kesehatan psikomotorik, terutama verbal yang kemampuan berbicaranya terlambat sehingga membutuhkan bantuan terapis wicara.

Sesudah discreening, lanjut Budi, penyebabnya karena terlampau banyak asyik menghabiskan waktnya bermain gadget, tidak bermain dengan teman-temannya secara sosial.

Oleh karena itu, Kemenkes mendukung wacana pembatasan penggunaan medsos pada anak, sekaligus perintah Presiden Prabowo Subianto untuk menyusun aturan perlindungan anak di dunia digital.

“Jadi, dua isu itu yakni isu kesehatan mental dan isu kesehatan psikomotorik khusus terkait kemampuan wicara yang enjadi konsen kami,” kata Budi.

Menurut catatan, banyak orang tua faktanya lebih suka membiarkan anaknya bermain gadget, karena bisa disambi dengan keggatan lain, juga dianggap lebih aman ketimbang bermain bersama teman-temannya di luar rumah yang rawan gangguan keamanan seperti penculikan, kerawanan kecelakaan dan dari aksi-aksi perundungan dan kekerasan.

Rumuskan perlindungan anak

Presiden Prabowo melalui Seskab menugaskan Kementerian Komdigi, Kemenkes, Kemendikdasmen, dan KemenPPPA untuk menyusun aturan perlindungan anak di dunia digital.

Menurut Menteri Komdigi, Meutya Hafid,  perintah presiden tersebut dilatarbelakangi berbagai bahaya di dunia digital yang mengancam anak. Indonesia saat ini terdata sebagai negara keempat terbesar di dunia dalam ranah konten-konten pornografi untuk anak.

“Itu belum menyinggung perjudian online yang juga menyasar anak-anak, perundungan dan juga kekerasan seksual terhadap anak,” tambah dia.

Meutya Hafid mengungkapkan, Presiden telah memerintahkan agar aturan perlindungan anak di ruang digital disusun dalam waktu satu hingga dua bulan erkoordinasi dengan Kemenkes, Kemendikdasmen serta KemenPPPA.

“Presiden melalui penyampaian Pak Seskab menginginkan percepatan aturan perlindungan anak di ruang digital agar segera diselesaikan. Kami diberi waktu satu sampai dua bulan,” kata Meutya.

Kebutuhan mendesak untuk aturan ini, menurut Meutya, tidak tanpa alasan. Indonesia saat ini tercatat sebagai negara keempat terbesar di dunia yang menghadapi masalah konten pornografi anak, sementara pemerintah juga dihadapkan pada persoalan judi online dan kejahatan digital yang menyasar anak-anak.

“Ini belum menyinggung perjudian online yang juga menyasar anak-anak, perundungan, kekerasan seksual terhadap anak, dan juga aspek-aspek negatif lainnya,” ujar Meutya.

Kementerian Komdigi juga menggandeng akademisi dan aktivis yang fokus pada perlindungan anak, seperti Profesor Rosmini, Najela Shihab, dan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Kak Seto.

“Kami menindaklanjuti dengan pembentukan SK Tim Kerja untuk pengaturan perlindungan anak di internet yang di antaranya kemungkinan memasukkan pembatasan akses sosmed bagi  usia tertentu,” tuturnya.

Menteri PPPA dukung

Dalam kesempatan yang sama, Menteri PPPA Arifah Fauzi menyatakan dukungannya terhadap keinginan pemerintah untuk memperkuat perlindungan anak dalam dunia digital.

“Salah satunya saya pernah sampaikan juga pada Pak Mendikdasmen bagaimana kalau tugas-tugas sekolah saat ini tidak lagi menggunakan gadget tapi secara manual saja untuk hal-hal tertentu,” ujar Arifah.

Teknologi komunikasi berkembang begitu cepatnya, namun agaknya pemerintah dan para orang tua belum siap mengantisipasi dampak negatifnya seperti konten pornografi, hoaks dan ujaran kebencian.

Akibatnya, alih-alih menyerap berbagai manfaatnya seperti informasi, edukasi dan berbagai pengetahuan yang disampaikan melalui medsos, sebagian malah mengambil yang buruk-buruk dan merusak mental, moral dan ahklak.

Banyak hal yang harus diatur dan diawasi terkait perlindungan anak anak melalui peraturan perundang-undangan, tapi yang lebih penting adalah pelaksanaannya di lapangan, agar tidak hanya di atas kertas.

 

 

 

 

 

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here