YAMAN – Perang untuk mengusir gerakan Houthi dari pelabuhan utama Hudaidah, Yaman, yang dimulai kembali setelah pembicaraan perdamaian gagal pada bulan ini, tidak akan dihentikan hingga kota tersebut direbut, kata panglima Yaman pemimpin pasukan pemberontak pada Kamis.
Aidaroos al-Zubaidi adalah pemimpin kelompok pemberontak, yang bertujuan memulihkan negara Yaman Selatan merdeka, yang bergabung dengan Yaman utara pada 1990.
Gerakan Perlawanan Selatan pimpinannya memiliki 20.000 petempur di Hudaidah, membantu pasukan darat pimpinan Uni Emirat Arab (UAE), yang berusaha merebut kota pelabuhan utama Yaman dari kelompok Houthi, yang menguasai Sanaa, ibu kota Yaman.
Tentara pimpinan UAE melancarkan serangan besar di Hudaidah pada Juni tahun ini tetapi menangguhkannya beberapa pekan untuk mengizinkan kemungkinan bagi pembicaraan perdamaian, yang ditaja PBB. Serangan dimulai lagi pada bulan ini setelah Houthi tidak menghadiri pembicaraan tersebut, demikian Reuters melaporkan.
Pada Rabu, Brigade Raksasa pimpinan Zubaidi menyatakan memperkuat garis depannya di Hudaidah, mengerahkan lagi petempur, tentara lapis baja dan senjata berat. Peningkatan itu menimbulkan kecemasan internasional karena warga terancam akibat serangan di kota itu dan gangguan pada jalur pemasokan bagi rakyat Yaman agar terhindar dari kelaparan, dilansir dari laman Antara.
“Nyawa warga sangat berharga dan semua operasi koalisi di udara dan laut harus mempertimbangkan korban-korban di kalangan sipil, tetapi operasi militer telah dimulai dan tak akan ada kata mundur,” kata Zubaidi kepada Reuters dalam wawancara di Abu Dhabi, ibu kota UAE.
“Dalam semua perang di dunia, penderitaan atas manusia selalu terjadi. Tetapi kami ingin membebaskan Hudaidah demi kepentingan warga kota itu,” kata Zubaidi, “Pertemuran untuk menguasai Hudaidah akan berlanjut dan perang belum berakhir.”
Pasukan dari kelompok Zubaidi biasanya bertempur bersama dengan pasukan Presiden Abd Rabbu Mansour al-Hadi, yang diusir dari ibu kota tahun 2014 dan sekarang memimpin satu pemerintahan yang berkedudukan di bagian selatan Yaman.
Kemudian mereka jatuh, tetapi keduanya masih merupakan komponen penting dari aliansi anti-Houthi dukungan pasukan Arab yang dipimpin Arab Saudi dan UAE.