Penyimpangan Normalitas

0
214
foto : Ilustrasi moral

Saudaraku, istilah ‘normal’ sesungguhnya berasal dari kata dasar ‘norm’ (norma). Situasi normal artinya menggambarkan kondisi kelaziman keteraturan. Masalahnya, kelaziman keteraturan itu bisa terperangkap ke dlm normalitas yg keliru (a false sense of normalcy).

Dalam rutinitas hidup bisa jadi masyarakat cenderung membenarkan yang biasa ketimbang membiasakan yg benar. Korupsi dianggap kelaziman. Politik uang sbg kewajaran. Nepotisme sbg privilese. Pemilu mahal sbg ketakterelakan. Kekuasaan (fasilitas) negara dipandang sbg milik pribadi.

Selama pelayanan bisa dipersulit, mengapa hrs dipermudah; selama masih bisa membeli, mengapa hrs memproduksi sendiri; selama bisa membeli produk asing, mengapa hrs membeli produk dlm negeri.

Normalitas penyimpangan itu menguat seiring dgn merebaknya tujuh dosa sosial yg disebut Mohandas K. Gandhi: politik tanpa prinsip, kekayaan tanpa kerja keras, perniagaan tanpa moralitas, kesenangan tanpa nurani, pendidikan tanpa karakter, sains tanpa humanitas, dan peribadatan tanpa pengorbanan’.

Kehidupan kota/negara (polis) terjerumus ke dalam apa yg disebut Machiavelli sebagi “kota korup” (citta corrottisima), atau yg disebut Al-Farabi sbg “kota jahiliyah” (almudun al-jahiliyyah).

Di republik korup dan jahil, persahabatan madani sejati hancur. Warga dan elit penguasa berlomba mengkhianati sesama dan negaranya; rasa saling percaya lenyap krn sumpah dan keimanan disalahgunakan. Hukum dan institusi lumpuh tak mampu meredam perluasan korupsi. Ketamakan dan hasrat meraih kehormatan rendah merajalela. Akhirnya timbul kematian dan pengasingan: kebaikan dimusuhi, kejahatan diagungkan.

Praktik politik di negeri ini telah direduksi sekadar menjadi perjuangan kuasa (demi kuasa) ketimbang sbg proses pencapaian kebajikan bersama. Politik dan etika terpisah spt air dgn minyak. Kebajikan dasar republik spt keadaban, responsibilitas, keadilan dan integritas runtuh.

Sebuah negeri dengan normalitas penyimpangan menisbikan tuntunan etis. Tanpa fundamen etis, komunitas politik kehilangan sandaran rasa saling percaya. Tanpa trust sebagai semen kohesi sosial, sebuah negara berada di tubir jurang. (Belajar Merunduk).

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here