Perang Ukraina: Posisi tawar jelang gencatan senjata

Pasukan Ukraina sedang berjaga-jaga di Kursk, wilayah Rusia yang direbutnya meido Agustus 2024 (foto doc. Ukraina official)

BAIK Ukraina maupun Rusia menyatakan bisa menerima prakarsa gencatan senjata selama 30 hari yang diajukan Amerika Serikat, namun Rusia agaknya masih menggunakan posisi tawarnya.

Presiden Rusia Vladimir Putin seperti dikutip AFP (15/3) meminta pasukan Ukraina yang terkepung di wilayah Kursk yang didudukinya sejak medio Agustus 2024 untuk menyerah. Di tengah serbuan mesin perang raksasa Rusia, Ukraina membuktikan tak saja masih mampu bertahan, tetapi juga mencuri-curi kemenangan dengan menyerang Kursk.

Permintaan ini dilonntarkannya di tengah meningkatnya tekanan internasional terhadap Rusia, termasuk dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, untuk menyelamatkan nyawa pasukan Ukraina.

Trump mengeklaim, ribuan tentara Ukraina dalam posisi terjebak sehingga mengkhawatirkan, pertempuran di Kursk bisa berubah menjadi pembantaian terbesar sejak Perang Dunia II.

“Saya telah meminta secara tegas kepada Presiden Putin agar nyawa pasukan Ukraina diselamatkan,” ujar Trump setelah utusannya, Steve Witkoff, bertemu dengan Putin  (13/3) untuk membahas proposal gencatan senjata selama 30 hari yang diusulkan oleh AS dan Ukraina.

Trump optimis bahwa ada peluang mencapai kesepakatan, sementara Menlu AS Marco Rubio menekankan bahwa kedua pihak harus bersedia memberikan konsesi.

“Kami mengadakan diskusi yang sangat baik dan produktif dengan Presiden Putin,” kata Presiden ke-47 AS melalui platform Truth Social.

“Ada peluang besar bahwa perang berdarah ini bisa berakhir,” tambahnya. Merespons hal itu, Rusia dilaporkan masih memiliki sejumlah pertanyaan terkait proposal gencatan senjata 30 hari yang diusulkan AS dan Ukraina.

Rusia dituduh menghambat

Di sisi lain, Zelensky menuduh Moskwa sengaja menghambat upaya diplomasi dengan menetapkan syarat yang sangat sulit dan tidak masuk akal, bahkan sebelum gencatan senjata dimulai.

Tekanan Global terhadap Rusia   Negara-negara G7 memperingatkan Rusia bahwa mereka siap menerapkan sanksi baru jika Moskwa tidak menerima gencatan senjata dengan syarat yang adil.

Sanksi yang dipertimbangkan termasuk pembatasan harga minyak, peningkatan dukungan militer untuk Ukraina, serta langkah-langkah ekonomi lainnya.

Sementara Perancis dan Jerman menuduh Rusia berusaha menggagalkan kesepakatan damai.

PM Inggris Keir Starmer juga mengecam sikap Rusia yang mengabaikan proposal gencatan senjata Trump, dengan menyatakan bahwa hal ini membuktikan bahwa Putin tidak serius terhadap perdamaian.

Ukraina sebelumnya berharap dapat memanfaatkan wilayah Kursk sebagai alat tawar-menawar dalam perundingan dengan Rusia.

Kyiv bahkan mempertimbangkan pertukaran wilayah dengan Moskwa, yang telah menguasai sekitar 20 persen wilayah Ukraina sejak aneksasi Krimea pada 2014 dan invasi besar-besaran pada Februari 2022.

Kini, dengan serangan balasan Rusia yang semakin intensif di Kursk, peluang Ukraina untuk mempertahankan posisinya dalam perundingan damai semakin terancam.

Jika Kyiv kehilangan kendali atas wilayah ini, maka upaya mereka untuk mendapatkan posisi negosiasi yang lebih kuat bisa menjadi semakin sulit.

Gencata senjata ususlan AS yang dibahas dalam pertemuan antara petinggi AS dan Ukraina di Riyadh, Arab Saudi medio Februari lalu bisa diterima oleh Ukraina.

Sebaliknynya, Presiden Putin dalam pernyataannya baru-baru ini juga secara prinsip bisa menerimanya dengan catatan, gencata senjata berlaku dalam jangka panjang dan menyentuh penyelesaian akar pemalahan konflik.

Selama salah satu atau kedua belah pihak memainkan kartunya untuk menekan lawan, agaknya perdamaian masih sulit diwujudkan.   (Reuters/AP/ns)

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here