Permainan Tradisional

Berkat dipopulerkan oleh Presiden Jokowi dan Gubernur Jabar Ridwan Kamil, mainan lato-lato kembali digemari anak-anak Indonesia.

BELUM lama ini penulis kirim WA ke sobat lama di Palembang, “Tahu nggak Mas, di pinggir sawah menjelang magrib, selalu terdengar suara thèk…thèk….thèk; ternyata itu suara demit bermain lato-lato!” Dia menjawab buruan, “Ngawur, itu suara percil si anak kodok.” Penulis tertawa, karena sobatku ini ternyata masih ingat kenangan masa kecil di kampung, indahnya waktu sore menjelang  matahari tenggelam.

Ya, suara percil itu memang mirip dengan lato-lato, bedanya hanya di tempo. Jika suara percil jarang-jarang, sedangkan suara mainan lato-lato beruntun. Apa lagi bila dimainkan bareng-bareng oleh banyak anak, suaranya menjadi berisik. Karenanya banyak orangtua yang terganggu oleh permainan lato-lato. “Sana main di tempat jauh, jangan di sini!” usir mereka.

Lato-lato kembali ngetren belakangan ini, bermula dari beredarnya video akhir Desember 2022 lalu yang merekam adegan Presiden RI Joko Widodo dan Gubernur Jawa Barat sedang bermain lato-lato saat melakukan kunjungan ke pasar Inpres Subang. Mendadak sontak anak-anak Indonesia dari Sabang sampai Merauke mengalami demam Lato-lato. Bahkan orang dewasa ikutan memainkan, mungkin karena masa kecilnya kurang bahagia.

Konon katanya mainan lato-lato berasal dari Amerika, yang di sana disebutnya klackers dan kemunculannya sejak tahun 1970-an. Padahal sebelum itu, anak-anak di Purworejo (Jateng) juga sudah memainkannya, yang diberi nama sesuai bunyinya: thèk-èthèk…! Bahannya bukan dari plastik, melainkan kayu yang dibentuk bulat (bubut).

Di tengah serbuan mainan impor yang serba elektronik, kehadiran Lato-lato sangat mengembirakan, karena bisa mengindonesiakan kembali mainan anak-anak. Beberapa hari lalu dua cucu penulis  yang masih balita saya buatkan mobil-mobilan dari kulit jeruk Bali, wah senengnya bukan main. Tapi hanya dimainkan 1-2 hari. Habis itu kembali ke mainan kegemarannya, melalui HP android.

Penulis juga pernah bikin mainan gasing atau panggalan dari kayu petai cina, lengkap dengan uwet sebagai tali pembanting, tapi anak-anak usia 6-7 tahun sama sekali tidak tertarik. Alasannya, di samping tak ada halaman luas untuk memainkannya, cara memainkannya juga agak susah. Sebab untuk bisa berputar lama harus dibutuhkan medan yang keras dan dibantu dengan disabeti pakai pangkal uwet-nya.

Anak-anak generasi sekarang cenderung menggemari permainan elektronik yang praktis mengoperasikannnya, Padahal mainan elektronik itu kebanyakan produk impor, khusunya dari Cina. Tahun 2018, 60 persen mainan impor yang masuk Indonesia itu dari negeri Tirai Bambu, di mana telah menguras devisa kita tidak kurang dari Rp 3,24 triliun.

Bagi China, dengan angka kelahiran di Indonesia rata-rata 4,5 juta jiwa per tahun, menjadi pasar terbesar se-Asia Tenggara.

Mainan impor itu praktis, tapi tidak ekonomis, dan lari dari budaya Indonesia. Sedangkan mainan dalam negeri yang tradisionil, meski ekonomis tapi tidak praktis. Tembak-tembakan misalnya, produk impor tinggal isi baterai sudah bisa dar der dor. Sedang temba-tembakan dari pelepah  daun pisang, harus telaten membentuknya dulu seperti senapan, lalu suara tembakan dar-der-dor harus dari mulut si bocah.

Tapi di situlah letak kreatifitasnya. Mainan tradisional anak-anak kampung banyak yang buatan sendiri. Mobil-mobilan bikin sendiri dari kulit jeruk gulung atau sabut kelapa. Yang lebih keren, gledegan dibuat dari potongan batang kelapa untuk rodanya. Agar roda itu bisa berputar secara lancar, diperlicin pakai daun wora-wari yang disumpalkan ke lobang rodanya. Begitu juga main egrang, anak-anak kampung bikin sendiri dari kayu dan bambo.

Mainan tradisional sebagai mana gathèng, bèkel, lowok karet, sudamanda, ebor,  benthik, tukupan (main petak umpet), liwet-liwetan (memasak dengan peralatan serba kecil), anak-anak sekarang tidak kenal. Jangankan anak kota, anak desa juga sudah tidak paham. Apa lagi gambar umbul yang menyajikan 50 tokoh wayang, sudah tidak lagi menarik minat anak-anak. Mereka lebih tertarik Ipin-Upin di TV yang produk Malaysia.

Beruntunglah masih ada pihak-pihak yang peduli untuk nguri-uri dan melestarikan mainan tradisionil tersebut. Misalnya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Aceh telah menggelar Festival Mainan Tradisional pada 17 September 2022. Lalu Pemkot Yogyakarta menggelarnya pada 4 September 2022, Banyuwangi pada 23 Juli 2022 dan Pemprov DKI pada 13 Nopember 2022 di Kota Tua. Semoga ini menular ke Pemda-Pemda yang lain, dan mainan tradisional kembali bangkit sebagaimana lato-lato sekarang. (Cantrik Metaram)