MYANMAR – Polisi Myanmar menembak mati tujuh demonstran dan 12 lainnya terluka di negara bagian Rakhine, pada Selasa (16/1/2018) malam.
Sekretaris pemerintah negara bagian Rakhine, Tin Maung Swe, mengatakan kepada Reuters jika para demonstran berkumpul di kota Mrauk U di bagian utara Rakhine untuk menandai berakhirnya kerajaan Arakan. Demonstrasi kekerasan tersebut menggarisbawahi tantangan yang dihadapi pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi di sebuah negara di mana puluhan kelompok etnis telah berteriak meminta otonomi sejak kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1947. Sekitar 4.000 orang mengepung sebuah gedung pemerintah setelah upacara tahunan yang menandai dimulainya kerajaan Arakan lebih dari 200 tahun yang lalu, kata Tin Maung Swe. Penyelenggara tidak meminta persetujuan dari pihak berwenang setempat untuk pertemuan tersebut. “Polisi menggunakan peluru karet pada awalnya tapi kerumunan tidak pergi. Akhirnya anggota keamanan harus menembak. Konflik terjadi ketika beberapa orang mencoba merebut senjata dari polisi, “katanya. Tun Ther Sein, anggota parlemen daerah dari Mrauk U, mengatakan beberapa pemrotes yang mengalami luka parah dibawa ke ibukota negara bagian Sittwe, tiga jam perjalanan ke selatan kota kuno yang dipenuhi kuil Buddha. Rakhine, yang juga dikenal sebagai Arakanese, adalah satu dari 135 kelompok etnis yang diakui secara resmi di Myanmar. Identitas mereka terkait erat dengan kerajaan Arakan yang dulu kuat di sepanjang Teluk Benggala, yang ditaklukkan oleh kerajaan Burma pada tahun 1784. Kerajaan ini pernah menjadi perhentian penting dalam rute perdagangan sutra tua. Ketegangan di Rakhine telah meningkat sejak operasi militer Myanmar yang melanda pada bulan Agustus meradang ketegangan komunal dan memicu eksodus lebih dari 650.000 Muslim Rohingya ke Bangladesh.