
PROSESI pernikahan Kaesang Pangarep – Erina Gudono di Pendapa Agung Royal Ambarukma, Yogyakarta, telah selesai dengan lancar. Sebagaimana lazimnya pengantenan priyayi Jawa, Presiden Jokowi selaku orangtua Kaesang berpesan pada kedua mempelai, agar selalu rukun hingga kakek nenek. Sedangkan khusus pada mempelai lelaki pesannya, “Kamu sudah punya istri, kurangi sifat slengekan-nya!
Apa itu slengekan, dalam kamus Bahasa Jawa, dicari sampai bedug subuh juga takkan menemukannya. Itu bahasa gaul anak muda Surabaya, yang di Solo – Yogya jadi berubah clelekan. Artinya kurang lebih sama, bersikap tidak serius, cenderung bercanda. Maka betul pesan Jokowi, sudah punya keluarga kok menjalani hidup sambil slengekan, keluarga salah-salah bisa berantakan. Hanya pelawak macam Cak Lontong dan Marwoto Kawer sehari-hari bercanda malah jadi sumber penghasilan.
Kaesang memang demen slengekan. Misalnya ketika Kaesang dan kakaknya masih sama-sama lajang, ada netizen yang bertanya, “Mbak Ayang kok bisa gemuk subur, apa tipnya?” Jawab Kaesang sambil clelekan, “Dia bukan gemuk, cuma padat merayap…!” Bahkan menjelang hari pernikahannya hari ini, ditanya apa persiapan mau nikah, hanya dijawab, “Minum susu!”
Dalam video lama juga bisa dilihat, bagaimana Kaesang bisa slengekan pada ayah sendiri yang Presiden RI itu. Ketika Jokowi mempertanyakan gaya potong rambut Kaesang yang aneh sambil menggoyang-goyang kepala anaknya, Kaesang bisa menjawab kesal, “Rumangsane, kaya bapak sing bagus dhewe (memangnya dikira bapak paling cakep sendiri).
Nah, gaya slengekan semacam itu kembali oleh Jokowi diingatkan, agar dikurangi karena sudah punya istri. Apa lagi kini juga mengelola usaha “hibah” dari Gibran sang kakak yang sedang menekuni jalur politik. Perusahaan besar dikelola sambil slengekan, ya bisa ambyar berantakan. Asal tahu saja, Kaesang kini mengelola 13 perusahaan dengan kekayaan pribadi Rp 90 miliar.
Kemudian pesan paling penting Presiden Jokowi untuk Kaesang, agar rukun selalu dalam bahtera rumahtangga hingga sampai kakek nenek. Dalam bahasa Jawa yang pas, sampai kaki nini. Ini pesan klasik setiap orangtua keluarga Jawa ketika anak-anaknya menjalani hidup baru. Sebab faktanya, banyak rumahtangga yang sepasar bubar (sebentar) karena suami istri tidak bisa menjaga komitmen sebagai keluarga sakinah yang mawadah wa rahmah sukur-sukur punya pembantu bernama Sukinah.
Banyak keluarga yang bisa hidup rukun hingga kakek nenek, tapi juga tidak sedikit rumahtangga sebuah keluarga yang sekedar numpang lewat. Bisa karena alokasi umur pasangan itu yang pendek, bisa juga karena ulah pihak pengantin itu sendiri, terutama oknum pengantin prianya. Sudah punya istri, tetapi mata masih jelalatan ke mana-mana.
Pernah terjadi lho, di kala resepsi pernikahan tengah digelar, pengantin lelaki justru kesengsem pada MC-nya yang kebetulan penyiar atau presenter TV. Langsung gagal fokuslah si pengantin lelaki, karena membayangkan bagaimana asyiknya punya bini cantik dan presenter TV terkenal. Maka selang beberapa tahun, bubarlah perkawinan itu, karena si pengantin lelaki pilih ganti “kendaraan” yang tak lain si penyiar TV dimaksud.
Untuk mengantisipasi hal itu, orangtua Jawa sebagaimana Jokowi kepada pengantin selalu menasihati, golek bojo meleka sing amba, yen wis entuk merema sing dhipet. Maksudnya adalah, ketika sedang mencari calon istri harus selektif dan berhati-hati. Tapi setelah dapat dan menjadi suami istri, harus fokus pada istri, tidak boleh cari yang lain lagi, setidaknya membanding-bandingkan dengan wanita yang lain. Tuh, Farel Prayoga penyanyi ingusan saja tahu, “Aja dibanding-bandingke……!”
Asal tahu saja, ekonomi yang mapan, banyaknya harta yang dimiliki, bukan jaminan langgengnya sebuah perkawinan. Sebab justru harta yang banyak itulah sering menggoda kaum suami untuk gonta-ganti istri, bahkan poligami. Istri satu saja tak pernah habis dimakan rayap, mencoba nambah lagi. Lho kok enak, akhirnya nambah dan nambah lagi sampai kemudian baru stop setelah istri menjadi empat. (Cantrik Metaram)
