PERISTIWA tragis terjadi beberapa hari lalu. Selasar atau mezanin (jembatan penghubung) gedung BEI (Bursa Efek Indonesia) Jakarta, tiba-tiba runtuh saat dilewati 72 mahasiswa Bina Darma Palembang. Tak ayal lagi, para mahasiswa itu terjun bebas. Alhamdulillah tak ada korban jiwa, keculi 3 orang mengalami luka patah tulang. Pemprov DKI pun turun tangan, polisi juga menyelidiki. Kok bisa, bangunan berusia baru 20 tahun runtuh? Mezanin gedung BEI sungguh mejanani (mencurigakan).
Namun beruntung, musibah di gedung Bursa Efek itu tidak ngefek ke bursa saham. Harga Saham Gabungan (IHSG) justru menguat 0,19 persen (12,13 poin) ke 6.382,2 pada penutupan perdagangan hari itu, Senin (15/1). Kata Direktur Utama BEI Tito Sulistio, pasar tutup justru angka naik dengan angka 12 poin.
Pihak kepolisian juga merasa aneh. Gedung baru berusia 20 tahun kok bisa runtuh bagian mezaninnya? Ini sungguh mejanani, kata orang Jawa. Makanya polisi akan memeriksa blueprint gedung, sekaligus siapa kontraktornya. Pemprov DKI sendiri mengakui, pemeriksaan terhadap gedung itu dilakukan secara rutin, tapi tak bisa menyeluruh mengingat banyak ruangan yang selalu digunakan dalam keseharian.
Pemprov DKI juga disalahkan, bagaimana proses perijinannya dulu. Apakah ada prosedur yang tidak ditempuh, sehingga kontrol atau pengawasannya menjadi berkurang? Nah ini pasti urusannya orang-orang Dinas P2B (Pengawas & Penertiban) bangunan. Bila semua prosedur berjalan normal, itu namanya petugas. Tapi jika prosedur dilewati atau menyalahi aturan seharusnya, itu namanya oknum.
Maaf kata nih, oknum P2B dari tingkat Sudin (Suku Dinas), paling demen mengkomersilkan aturan. Presedur ini itu tak perlu ditempuh, asalkan ada kompensasi kertas bergambar Sukarno-Hatta barang segepok. Bahkan di tingkat Sudin, demi memperoleh uang tak halalan tayiban, mereka rajin blusukan ke kampung-kampung. Manakala ada gerobak material bawa pasir dan semen, dibuntutinya. Jika pemilik rumah tak mengurus IMB-nya, akan menjadi makanan empuk mereka. Pilih mana, dibongkar bangunannya atau bayar pada oknum petugas tersebut?
Maka tidaklah mengherankan, rata-rata pegawai Dinas P2B kaya raya. Bahkan di era sebelum Gubernur Ahok, sehari bawa pulang Rp 2 juta bukanlah perkara susah. Tapi selama kepemimpinan Jokowi-Ahok-Djarot, mereka banyak puasa. Maka ketika sejak 15 Oktober 2017 DKI Jakarta ganti gubernur, para oknum itu bersuka cita. Mereka berharap bisa kembali berjaya dan pesta pora.
Polda Metro Jaya bermaksud memeriksa kontraktor pembangunan gedung BEI. Sebab sudah menjadi rahasia umum, kontraktor di mana-mana banyak yang nakal, nyolong bestek. Pasangan besi beton ukuran 16 mm misalnya, diganti menjadi ukuran 12 mm. Adukan semen mestinya 1-5 (1 ember semen 5 ember pasir), disulap jadi 1-8, biar irit. Mereka terpaksa menggorok kwalitas bangunan, karena nilai borongan juga digorok oleh oknum-oknum pejabat Pemda.
Maka tak mengherankan bangunan pemerintahan sekarang banyak yang tidak seawet peninggalan bangunan jaman Belanda. Kontraktor dan pejabat Belanda di masa itu sama-sama jujurnya, sehingga kekuatan bangunan bisa diprediksi sampai 100 tahunan. Bandingkan dengan bangunan produk anak negeri, bisa sampai usia 25 tahun sudahlah bagus. Sepertinya itu memang disengaja, agar sekian tahun kemudian ada proyek lagi.
Pernah kejadian di tahun 1960-an, jembatan Congot di atas Kalibogowonto di perbatasan Yogyakarta – Purworejo (Jateng), patah ketika baru dibangun beberapa tahun. Mendengar kabar tersebut arsitek jembatan itu langsung serangan jantung dan meninggal. Begitulah tingginya rasa tanggungjawab atas sebuah profesi. Tak tahulah nanti arsitek atau kontraktor gedung BEI tersebut, semoga saja tidak mencari “kambing hitam” di Tanah Abang. (Cantrik Metaram)
