spot_img

Rusaknya “Komputer” Hawking

BAGI Stephen Hawking ilmuwan terkenal dari Inggris, kematian itu ibaratnya komputer rusak. Nah, Rabu (14/04) lalu sang “komputer” itu benar-benar telah rusak dalam usia 76 tahun, tanpa bisa lagi diganti motherboard maupun power supply-nya. Tapi karena soal Tuhan adalah wilayah keyakinan pribadi seseorang, maka politisi Islam sebagaimana Muhaimin Iskandar yang Ketum PKB itu juga mengucapkan ikut berduka cita, semoga sang “komputer” itu diterima di sisi-Nya.

Bagi orang yang beriman, kematian hanya direken seperti komputer rusak, sama saja menyederhanakan persoalan. Apakah Stephen mengingkari kenyataan bahwa komputer itu ada pembuatnya juga? Komputer buatan manusia juga kan? Lalu manusia buatan siapa sehingga bisa demikian sempurna? Bagi orang sealiran Stephen Hawking, paling-paling hanya menjawab, “Ya bikinan ayah dan ibulah…..”

Orang-orang tak mengenal dan tak mau kenal Sang Pencipta disebut atheis. Tapi karena Allah Swt itu Maha Penyayang dan Maha Pengasih, meski umat manusia tak mau mengenal-Nya pun tetap semua diberi rezeki dan kelebihan lainnya. Maka Unie Soviet yang dulu dikenal sebagai negara komunis, tetap rakyatnya bisa makan. Teknologinya juga selalu berusaha ngembari Amerika Serikat.

Sejak umur 21 tahun di tahun 1963 Stephen Hawking mengidap penyakit amyotrophic lateral sclerosis (ALS), yang diprediksi hanya bisa bertahan 2 tahun. Penyakit ini menyerang saraf motorik otak dan tulang belakang. Akibatnya, Hawking mengalami kelumpuhan di usia muda. Hawking harus berada di kursi roda dan berbicara menggunakan program khusus.

Penyakit lama yang tak kunjung tersembuhkan, mengingatkan pada kisah Nabi Ayub. Bila Stephen sakit terus hingga hari ajalnya, Nabi Ayub yang sempat kehilangan harta, istri dan anak-anaknya, disembuhkan kembali berkat kesabarannya. Hanya diperintahkan Allah untuk menggerakkan kakinya (QS: Shad ayat 42), maka terpancarlah air dingin yang setelah diminum dan buat mandi langsung sehat walafiat kembali, rosa-rosa seperti Mbah Maridjan sekarang.

Bagi pemahaman Stephen Hawking, itu semua tak masuk akal. Ketika dokter memprediksi usianya tinggal 2 tahun, sama sekali tak ambil peduli. Karena dia siap mati kapan saja. Baginya, orang takut mati tak lebih hanyalah karena takut kegelapan di dalam kubur. Bagi Staphen Hawking, sanksi dan siksa di alam kubur itu tak ada sama sekali.

Saat diwawancarai koran The Guardian pada Mei 2011, dia mengatakan bahwa kehidupan setelah kematian itu tak ada. Tak ada surga, dan tak ada pula neraka. Dalam bukunya A Brief Story of Time, Stephen Hawking berpendapat, Tuhan itu tak benar-benar ada. Dalam kesempatam lain juga bilang, alam semesta ini tercipta dengan sendirinya tanpa campur tangan Tuhan. “Karena hukum gravitasi, alam semesta dapat tercipta dengan sendirinya. Tidak perlu Tuhan untuk memicu pembuatannya dan mengatur segala isi di dalamnya.

Bagi Stephen, surga dan neraka itu juga hanya sebuah dongeng. Ini hal-hal aneh bagi orang yang beragama. Tapi karena keyakian soal Tuhan dan agama adalah wilayah pribadi seseorang, maka politisi Islam sekaliber Muhaimin Iskandar, juga merasa kehilangan. “Bersyukur kita hidup sezaman dengan ilmuwan yang tak kenal lelah mengungkap misteri dan rahasia alam semesta, sehingga bisa menghasilkan teori yang terpadu. Ini yang disebut Theory of Everything,” ujar Cak Imin melalui twiternya.

Meski dia orang atheis, tapi ilmu yang dimiliki telah meningkatkan peradaban manusia, tak peduli mereka yang beragama ataupun tidak. Maka biar saja Stephen bicara ngelantur seperti orang step. Bagi orang beriman, menyikapi pendirian Stephen Hawking hanya bisa berdoa, semoga dia diberi hidayah. Tapi jika sudah meninggal begitu, disalatkan di mesjid Nurul Hidayah pun juga tidak.  (Cantrik Metaram).

 

 

 

 

 

spot_img

Related Articles

spot_img

Latest Articles