KEMARIN diberitakan, Johannes Marliem saksi kunci kasus korupsi Proyek e-KTP mendadak tewas di Amerika Serikat sana. Benarkah dia mati bunuh diri? Masih dalam penyelidikan. Begitulah resikonya menjadi saksi. Nyawa bisa terancam, salah ngomong bisa jadi tersangka. Maka paling aman adalah, menjadi saksi pernikahan. Hanya modal satu kata “sah” selesailah sudah urusan.
Rejeki, jodoh dan kematian itu menjadi misteri Illahi. Manusia tak bisa menduga-duga, kapan datangnya. Jika belum rejekinya, komisi proyek 2,5 % yang sudah di depan mata, tiba-tiba hilang gara-gara transaksi batal. Cewek cantik yang kita minder mendekatinya, bisa saja menjadi istri jika Allah menghendaki. Begitu pula soal kematian, begitu banyak rencana umat, mau ini mau itu, tapi tahu-tahu pagi harinya dipanggil Sang Khalik, berantakanlah segara rencana.
Begitu pula nasib Johannes Marliem dari Los Angeles, AS. Jaksa KPK sudah bermaksud menghadirkan dalam sidang kasus korupsi e-KTP. Tahu-tahu diberitakan meninggal mendadak. Kabarnya bunuh diri. Mana yang benar, polisi masih menyelidiki. Jika dia bunuh diri karena terbelit utang misalnya, rasanya tidak mungkin. Dia termasuk orang kaya dan sukses dari Indonesia. Bayangkan, sumbang kampanye Barack Obama saja sampai Rp 3 miliar lebih.
Dalam surat tuntutan jaksa KPK terhadap terdakwa Irman dan Sugiharto, keterlibatan Johannes sedikit diungkap. Dia merupakan provider produk Automated Finger Print Identification System (AFIS) merek L-1. Marliem juga merupakan Direktur Biomorf Lone LLC, Amerika Serikat, perusahaan penyedia layanan teknologi biometrik.
Teknologi itulah yang rencananya digunakan dalam proyek penerapan e-KTP. Namun, sampai proyek itu selesai, belum jelas benar apakah penggunaan sistem itu berhasil atau tidak. Yang jelas sebagaimana kata Jaksa KPK, Johannes mendapatkan keuntungan USD 14.880.000 dan Rp 25.242.546.892 dalam proyek itu. Atas pembayaran sistem AFIS tersebut di atas, Johannes Marliem memperoleh keuntungan sebesar USD 14.880.000 dan Rp 25.242.546.892.
Johannes Marliem punya data rekaman pembicaraan saat Proyek e-KTP diatur-atur. Ada bukti 500 giga bite bukti terkait kasus KTP elektronik, yang siap dibuka di Pengadilan Tipikor. Jangan jangan, ada pihak yang panik dengan kesaksian almarhum, sehingga segala cara pun dilakukan.
Saksi mati mendadak untuk kasus besar, bukan sekali ini saja terjadi. Dalam kasus pembunuhan Nasrudin yang “melibatkan” mantan Ketua KPK Antasari Azhar, dikabarkan juga ada saksi yang wasalam mendadak. Dan sampai sekarang, kasus itu tetap misteri siapa pembunuh Nasrudin itu sebenarnya, karena banyak yang meyakini bahwa Antasari Azhar hanya dijadikan tumbal.
Jika merunut ke belakang, dalam sejarah Kerajaan Singosari di abad ke-12, tokoh Kebo Ijo sebetulnya juga seorang saksi yang dikorbankan. Jika tidak dilenyapkan sepeninggal Tunggul Ametung akuwu Tumapel, bakal terbongkarlah Ken Arok sebagai aktor intelektualnya. Maka sebelum rahasia itu terbongkar akibat mulut ember Kebo Ijo, dia dilenyapkan dengan tuduhan yang dipaksakan. Dia dituduh sebagai pembunuh Tunggul Ametung, lantaran biasanya yang membawa-bawa Keris Empu Gandring hanyalah Kebo Ijo seorang.
Maka paling aman, menjadilah saksi pernikahan. Keliru ngomong pun takkan dijadikan tersangka. Beda dengan Setya Novanto Ketua DPR kita. Awalnya dia hanya jadi saksi kasus e-KTP, tahu-tahu sekarang jadi tersangka, sampai kepalanya terkena vertigo segala. (Ki Guna Watoncarita)