Saudaraku, tahun baru sepatutnya ajang kelahiran ulang semua orang. Pergantian warsa menandai ritus peralihan: mengeluarkan yang buruk ke masa lalu, memasukan yang baik ke masa depan.
Dalam menyikapi yang lama dan yang baru, ada dua jenis kebebalan yang harus dihindari. Seseorang berkata, “Ini tua, oleh karena itu bagus.” Yang lain menukas, “Ini muda, oleh karena itu lebih baik.” Padahal, esensinya bukanlah yang tua atau yang muda, melainkan kebaikan apa yang didapat dari yang lama dan yang baru. Dalam mengarungi masa depan, sikap terbaik adalah “mempertahankan warisan masa lalu yang baik, seraya mengambil hal-hal baru yang lebih baik.”
Krisis berulang yang melanda bangsa terjadi karena langkah perubahan melalui salah jalan: mempertahankan yang buruk, membuang yang baik. Tradisi korupsi lebih giat dipertahankan, tetapi tradisi pelayanan publik lebih malas dikembangkan. Mengimpor lebih dikehendaki daripada berswasembada; menghutang lebih dipilih daripada berswadana, menguras sumberdaya alam lebih diandalkan daripada meningkatkan nilai tambah.
Luput dari keinsyafan, bahwa nilai kehidupan tidaklah ditentukan oleh tahun-tahun dlm kehidupan kita, melainkan oleh kehidupan kita dlm tahun-tahun itu. Bukan berapa lama berkuasa, melainkan nilai apa yg ditorehkan selama berkuasa.
Dalam situasi krisis yang merongrong keutuhan dan ketahanan bangsa, momen kelahiran kembali semua orang di tahun baru ini seharusnya dpt membangkitkan kekuatan jiwa mencintai.
Kekuatan mencintai itu terasa penting dalam menyongsong cuaca politik dan ekonomi yang mendung. Politik yang sedianya merupakan seni mengelola republik demi kebajikan kolektif melalui perbaikan otoritas publik, jangan sampai terjerumus menjadi seni menipu dan menyengsarakan rakyat dgn mengatasnamakan “kebajikan publik”.
Memasuki tahun baru, seribu masalah menghadang kita, namun kekuatan cinta akan membuat setiap orang lebih besar dari dirinya sendiri: membuka diri utk berbakti, bersatu dan berbagi dgn yang lain.
Akhirnya, kekuatan cinta pun tak mengenal putus asa. Siapa yang ingin memiliki mutiara, harus ulet menahan-nahan nafas, dan berani terjun menyelami samudera yang sedalam-dalamnya.