Zakat, Kunci Melawan Kemiskinan di Era Modern

0
97
Zakat fitrah. (Foto: Freepik)

JAKARTA – Saat ini, menghapus kemiskinan menjadi salah satu tujuan utama dalam agenda Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 2030 yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Kemiskinan tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi, seperti rendahnya pendapatan, tetapi juga menyangkut kerentanan seseorang untuk jatuh miskin serta kegagalan memenuhi hak-hak dasar.

Jadi, apa sebenarnya yang dimaksud dengan kemiskinan? Bagaimana pula peran zakat dalam mengatasi masalah ini?

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar, baik pangan maupun nonpangan, berdasarkan pengeluaran.

Seseorang dikategorikan miskin jika pengeluaran bulanannya berada di bawah garis kemiskinan. Di Indonesia, garis kemiskinan ditetapkan sebesar Rp505.469 per kapita per bulan.

Namun, kemiskinan tidak hanya soal pendapatan yang rendah. Masalah ini juga mencakup kurangnya akses terhadap air bersih, layanan kesehatan, obat-obatan, tempat tinggal, pangan yang memadai, pendidikan, dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.

Selain itu, orang miskin sering kali tidak memiliki tanah, akses kredit, serta rentan terhadap kekerasan dan pelanggaran martabat.

Zakat sebagai Solusi Pengentasan Kemiskinan

Dalam kondisi saat ini, jutaan orang menghadapi berbagai tantangan, seperti kehilangan pekerjaan, kelaparan, utang yang menumpuk, serta kesulitan mengakses pendidikan dan air bersih. Zakat muncul sebagai solusi potensial untuk mengatasi tantangan ini.

Secara ekonomi, zakat dapat membantu mencegah penumpukan kekayaan pada segelintir individu. Zakat mewajibkan orang kaya untuk berbagi kekayaan dengan fakir miskin.

Dana zakat yang terkumpul dapat dimanfaatkan untuk modal usaha atau modal kerja bagi masyarakat miskin, membantu mereka meningkatkan penghasilan, membuka peluang kerja, dan memenuhi kebutuhan hidup.

Pengelolaan Zakat yang Bertanggung Jawab

Untuk memastikan efektivitas zakat, diperlukan lembaga amil zakat yang dapat dipercaya. Dompet Dhuafa, yang telah beroperasi sejak 1993, merupakan salah satu lembaga yang berhasil menyalurkan zakat kepada masyarakat yang membutuhkan.

Mereka tidak hanya memberikan bantuan langsung, tetapi juga menjalankan program pemberdayaan agar masyarakat dapat mandiri. Salah satu contohnya adalah Program Desa Tani di Lembang, Jawa Barat, yang berfokus pada pemberdayaan petani dari kelompok masyarakat miskin.

Dalam program ini, Dompet Dhuafa menyediakan lahan, pelatihan, dan sarana pendukung lainnya agar penerima manfaat dapat mengelola lahan pertanian secara produktif.

Zakat sebagai Hak Orang Miskin

Dalam Islam, zakat dipandang sebagai kewajiban yang setara dengan salat. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 43:

“Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk.”

Ayat-ayat lain, seperti surah Az-Zariyat ayat 19, menegaskan bahwa zakat bukanlah pemberian sukarela, tetapi hak yang dimiliki fakir miskin atas harta orang kaya.

“Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta.” (QS Az-Zariyat: 19)

Dengan membayar zakat, seseorang tidak hanya membantu fakir miskin, tetapi juga membersihkan hartanya dari bagian yang menjadi hak orang lain.

Sebaliknya, menahan zakat berarti merampas hak kaum miskin dan melanggar prinsip keadilan sosial yang diajarkan dalam Islam.

Kemiskinan mungkin tidak sepenuhnya bisa dihapuskan, tetapi umat Islam dapat terus berkontribusi dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui zakat.

Dengan dikelola secara amanah, zakat dapat menjadi alat yang efektif untuk menciptakan kehidupan yang lebih adil dan sejahtera.

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here