spot_img

DURMAGATI SUWARGA (1)

SESUNGGUHNYA kekuasaan yang diraih Prabu Duryudana raja Ngastina sama sekali tidak legimitid. Itu adalah rekayasa politik canggih ala Sengkuni dan Dewi Gendari. Karena pemilik sah penerus kerajaan yang asli adalah keturunan Pandu. Tapi kemudian ketika Plt raja Ngastina dipegang oleh Destarata yang bermata buta, kelemahan ini dimanfaatkan oleh kakak beradik Gendari – Sengkuni.

Sengkuni atau Haryo Suman, adalah politisi non partai di Ngastina yang handal sekaligus nakal. Kelihatannya amanat sebetulnya jahat, nampaknya baik tapi sebenarnya licik. Dia melihat ponakannya yang Kurawa Satus (100) tanpa masa depan jika gagal menguasai negeri Ngastina. Jika Ngastina diberikan kepada keluarga Pendawa Lima sebagai pewaris asli Ngastina, anak-anak Gendari mau makan apa? Paling banter dijadikan lurah atau Camat. Nanti ujung-ujungnya kan Gendari-Sengkuni dituduh membangun dinasti.

“Jika Kurawa 99 kita jadikan Stafsus (Staf Khusus) di Istana Gajahoya, kan tidak nyolok amat. Beda jika mereka kita tunjuk menjadi bupati atau walikota, pasti Istana dibully habis.” Kata Sengkuni.

“Tapi apa nggak kebanyakan? Gubernur Anies di Jakarta angkat 70 TGUPP saja dibully tanpa henti.” Jawab Gendari.

“Ya iyalah, kan mereka kebanyakan Timses-nya saat pilkada. Mereka digaji utuh, dapat THR, tidak kenal musibah Corona.”

“Kita harus lebih pinter dari Gubernur DKI.”

Demikianlah, dengan rekayasa politik nan canggih Sengkuni, putra sulung Dewi Gendari Jaka Pitono berhasil dijadikan raja Ngastina, sementara Pendawa Lima terusir masuk hutan selama 12 tahun. Sedangkan Sengkuni dijadikan patih definitip berkedudukan di rumah dinas Plasa Jenar yang kemudian  diaku menjadi milik sendiri melalui rekayasa sertifikat Kantor Agraria.

Yang menarik, saat wisuda Jaka Pitono menjadi raja, terjadi keajaiban. Ritual calon raja Ngastina harus mampu menduduki dampar warisan Prabu Palasara pendiri negeri Ngastina. Ternyata Joko Pitono tidak mampu. Setiap naik ke dampar, dia langsung melorot persis Gogon Srimulat. Dipegangi banyak orang biar tidak melorot, malah ngobrok alias muntaber di celana.

“Sudah, sudah, jangan dipaksakan. Kalau tak bisa duduk di dampar, ya beli aja duplikatnya di Jl. Pahlawan Revolusi Klender.” Kata mantan Plt raja Destarata.

“Oh, iya ya. Malah minta sekalian yang bisa distel sandarannya.” Kata Gendari.

Sementara kursi dampar masih dipesen, prosesi lanjutan calon raja Ngastina adalah menaiki gajah Antisura. Lagi-lagi Jaka Pitono gagal, karena juga melorot dan terjatuh melulu. Maka jalan tengahnya dipesan langsung gajah dari Lampung, yang tak kalah gagah, tapi jinak karena sudah disekolahkan di Way Kambas. Dia siap dinaiki hanya dengan panggilan, “Gajah gajah kowe tak kandhani, mripat kaya laron kuping ilir gedhe-gedhe…..” langsung merunduk dan siap dinaiki Prabu Jaka Pitono.

Tapi Jaka Pitono memang beda dengan Joko Widodo. Jika Joko Widodo adalah Presiden yang disebut petugas partai, Joko Pitono adalah raja yang sekedar boneka dari pada ibunya dan pamannya. Dia tak punya inisiatip sendiri, segala kebijakan harus dikontrol oleh duet Gendari – Sengkuni. Orang Ngastina menyebutnya duet GS, mirip merk mesin accu, tapi tugas mereka memang “nyetrom” Joko Pitono dalam menjalankan roda pemerintahan.

“Biar kelihatan merakyat, namamu diperpendek saja jadi Jokopit, gitu lho. Singkat tapi mudah diingat.” Kata Dewi Gendari.

“Wah, saya harus rajin blusukan juga dong Bunda,” kata Prabu Jokopit.

“Ya itu resiko jadi pemimpin. Mblusuk ke kampung-kampung lho ya, jangan mblusuk ke hotel bersama artis online bertarif Rp 80 juta.”

Prabu Jokopit nyengir kuda, rupanya Bunda Gendari suka baca internet juga. Tapi dominasi Dewi Gendari atas Jokopit sebagai raja Ngastina kuat sekali. Mengangkat nindya mantri atau adipati, semua harus sepersetujuan bunda. Kelompok Propit (Pro Joko Pitono) harus dapat profit. Maka bila 99 Kurawa Satus menjadi Stafsus, si bungsu Dursilawati dikader untuk menjadi raja Ngastina bila misalnya, Duryudana berhalangan tetap, entah itu meninggal atau digelandang KPK karena korupsi. Untuk latihan dan menjaga popularitas, Dursilawati didapuk jadi Ketua Wakil Rakyat Ngastina.

Tentu saja kebijakan Prabu Jokopit banyak diserang publik. Celakanya, pengritik raja Ngastina itu bukan saja kalangan oposisi, tapi adik sendiri yang bernama Durmagati, juga getol mengeritik kakak sendiri. Bukan saja Jokopit, Haryosum (Patih Sengkuni) sering pula dikritisi. Maka tak mengherankan Durmagati sering jadi narasumber di ILC bersama Rocky Gareng.

“Durmagati, kamu kok jadi musuh dalam selimut. Tega amat, kakak sendiri kok “dibantai” seperti itu.” Tegur Pendita Durna.

“Aku sih gampang. Kalau nggak suka ya pecat saja, nanti saya mau jadi Youtuber namaku jadi Refly Durma, ha ha ha……” jawab Durmagati sambil tertawa ngakak tanpa beban.

“Oo, lha cah gemblung……” ujar Pendita Durna sambil ngeloyor pergi.

Ketemu Durmagati memang harus siap dipermalukan karena ora oman papan (terdesak). Memang tidak pintar ngomong, tapi sekali ngomong opininya mengejutkan, susah untuk dibantah. Bahkan dirinya sendiri pernah digasaki adik Prabu Jokopit yang bertubuh pendek tapi perut gede itu. Wayang Propit menyebutnya “ikan buntal”. Jangankan daging, omongannya saja beracun.

Sebelum mau diangkat jadi nujum (penasihat) Ngastina, dia pernah ditelanjangi Durmagati. Katanya, jejak rekam Durna tidak bagus, karena pernah terlibat skandal seks dengan kuda, meski itu kuda made in kahyangan. Dan Durna tidak layak menjadi penasihat kerajaan, karena masih doyan perempuan dalam usianya di atas 60 tahun. Pernah ngejar-ngejar Dewi Rukmini dari Kumbina, Srikandi dari Pancala, Setyaboma dari Lesanpura. Semuanya gatot alias gagal total.

“Sangat tidak etis, seorang nujum dan pendita kok tidak fokus, masih mikir selangkangan melulu.” Kata Durmagati waktu itu.

“Ssst, jangan keras-keras nanti kamu ditangkap dan dibawa ke Guntur lho!” kata Kartomarmo. (Ki Guna Watoncarita)

spot_img

Related Articles

spot_img

Latest Articles