SUNGGUH di luar dugaan, mendengar berita bagus dari sang ayah Begawan Durna, Raden Aswatama justru tertunduk lesu. Rasa sedih dan kecewa bergelayut dalam jiwanya. Dia merasa khawatir bahwa rasa optimisme Begawan Durna yang terlalu tinggi itu akan berakhir dengan kekecewaan. Nantinya, namanya sudah kadung kondang tapi malah gagal nunggang! Betapa malunya, katanya mau nikah kok hanya hoaks belaka.
Sejak usia ABG Aswatama telah melihat berbagai kesialan ayahndanya. Ketika hendak mengawini Rukmini, Srikandi, Setyaboma, Begawan Durna selalu optimis bahwa akan gol dan segera mbelah duren. Tapi faktanya, Dewi Rukmini dan Setyaboma dikawin Narayana alias Prabu Kresna dari Dwarawati. Begitu pula ketika mau menikahi Srikandi yang dapat malah Raden Harjuna. Walhasil, Durna hanya menang bacot tapi gagal beradegan hot!
“Aswatama, kenapa kamu kok dingin saja? Bukannya bergembira karena sebentar lagi bakal punya istri cantik. Hargai dong jerih payah bapakmu ini.” Kata Begawan Durna menegur anaknya.
“Syaratnya itu lho kanjeng rama! Minta pengiring pengantin 40 bidadari kahyangan, bagaimana mungkin? Satu saja susah kok minta sampai 40, bagaimana saya harus mewujudkannya?” jawab Aswatama apa adanya.
“Kamu nggak tahu ya? Ibumu Dewi Wilutama, itu juga bidadari papan atas di kahyangan sana. Nanti bapak tinggal WA ibumu, bereslah semuanya!”
“Ah, yang benerrrrr rama? Ibuku Dewi Wilutama itu seorang bidadari? Bukan sekedar orang biasa teman Dewi Persik dan Dewi Sandra?”
Ya, Aswatama layak kaget. Selama ini dia tak pernah tahu seperti apa wujud ibu kandungnya. Tahunya sang ibu meninggal saat dia bayi. Sang ayah membesarkan dirinya sendirian, sehari-hari Aswatama tak pernah minum ASI kecuali susu sapi kemasan pabrik. Dia tak pernah merasakan kehangatan seorang ibu, kecuali babysiter belaka.
Dengan terbata-bata Pendita Durna lalu menjelaskan siapa diri Aswatama sebenarnya. Kedua matanya berair karena jadi ingat kisah nostalgia bersama Dewi Wilutama dulu. “Kemesraan ini janganlah cepat berlalu….,” doa penyanyi Rafika Duri saat itu. Tapi kenyataannya kemesraan itu hanya berlangsung beberapa jam saja. Begitu mendarat di negri Pancala, Dewi Wilutama kabur ke kahyangan meninggalkan bayi merah hasil produk kilat Bambang Kumbayana-Dewi Wilutama selama penerbangan.
“Jadi rama kala itu sempat kencan dengan ibu di toilet pesawat? Nggak ditegur pramugari apa?” Aswatama bertanya secara polos.
“Goblok, kamu! Baca dong buku sejarah Anwar Sanusi, jangan hanya nonton Youtube melulu.” Jawab Begawan Durna kesal.
Pendita Durna tak mau menjelaskan secara detil kisah masa lalunya, karena sama saja mempermalukan dirinya sendiri. Maka Aswatama hanya diminta untuk pede saja, pokoknya jadi dah punya bini cantik. Urusan dengan kahyangan, nanti bapak sendiri yang mau jalan ke Jonggring Salaka. Dia di sana masih banyak punya jaringan. Bahkan Betara Guru itu kan teman main golf.
Berangkatlah Begawan Durna ke Jonggring Salaka. Di Bale Marcakunda ketemu Sanghyang Penyarikan, yang baru saja sidang virtual dengan para elit Jonggring Salaka. Mereka mojok sebentar dan Durna pun mengutarakan apa maksudnya. Ternyata Betara Penyarikan selaku Sekneg kahyangan memberi lampu ijo. Kapan tanggal acara mantenan, tinggal ngomong. Betara Wilutama siap mengkordinir para bidadari tersebut.
“Mau ketemu mantan nggak nih?” ledek Betara Penyarikan.
“Nggaklah, saya sudah tua. Kalau bidadari kan nggak kenal tua.” Jawab Begawan Durna tersipu-sipu, karena lagi-lagi disindir masa lalunya.
Sekedar flashback, di masa muda Bambang Kumbayana ketika hendak ke Pancala sengaja naik kuda terbang Dewi Wilutama, yang disponsori pabrik cet. Di langit lepas sana kuda itu mengubah wujudnya menjadi bidadari cantik dengan posisi seronok. Bambang Kumbayana bangkit nafsunya, sehingga bidadari itu pun digaulinya hingga hamil. Maka ketika dia kemudian bernama Durna, itu sesungguhnya akronim olok-olok dari: mundur-mundur kena!
Demikianlah, persyaratan untuk perkawinan Aswatama – Dewi Safanah Ailin Syarifa semua lancar jaya. Kahyangan oke, Prabu Jokopit juga siap menjadi saksi. Kebetulan di hari yang sama Prabu Jokopit juga hendak meresmikan Gerakan Peduli Miskin (GPM) di negeri Timbul Taunan yang dipimpin Prabu Bazul Sengara. Lokasinya satu arah, sehingga sangat menghemat waktu dan ongkos.
“Sudah ngurus surat model NA untuk numpang nikah, Aswatama? Tapi kok kamu belum potong rambut? Nggak lucu dong calon pengantin kok gondrong, nanti blangkonmu nggak muat.” Tegur Begawan Durna.
“Sudah, rama. Musim Corona banyak orang menghindari potong rambut. Biarlah gondrong sedikit, malah kayak penyair.”
Pada hari minggu 30 Februari sejumlah kreta kencana parkir di alun-alun Repat Kepanasan untuk menjemput 40 bidadari yang telah diorder Begawan Durna. Raden Aswatama ada dalam rombongan itu, dengan pakaian kebesaran pengantin gaya Yogyakarta. Sesuai jadwal acara, rombongan kereta langsung menuju ke pertapan Aldakasonya untuk dinikahkan sekaligus resepsi. Bertindak sebagai MC kabarnya KRMT Sriyono dari Tangsel.
Para tamu kehormatan juga berada dalam kereta kencana yang masing-masing ditarik oleh 4 kuda. Tampak di situ selain tuan rumah Pendita Durna dan sang pinanganten, juga ada Patih Sengkuni, Prabu Baladewa, Adipati Karno. Adapun Prabu Jokopit siap menunggu di pertapan Begawan Jafar Ashidik.
“Mujur bener nih, Aswatama naksir cewek nggak ada pesaingnya.” Bisik Prabu Baladewa di barisan kereta belakang, jauh dari kereta yang dinaiki calon pengantin.
“Kalau ada pesaing, bisa nggak selesai dua seri ini cerita,” jawab Patih Sengkuni sok tahu.
Semua pengiring pengantin yang ada dalam kereta itu tertawa riuh. Tapi gelak tawa mereka terhenti ketika masuk wilayah negeri Timbul Taunan. Sejumlah jalan ditutup karena siang nanti Prabu Jokopit bakal datang untuk peresmian GPM. Kereta kencana rombongan pengantin pun mlipir cari jalan lain, agar tidak terlambat tiba di tempat pernikahan.
Rupanya jalan di Timbul Taunan banyak yang dipersempit, sementara trotoar diperlebar agar PKL bebas berjualan. Dan celaka tiga belas, di jalan yang sempit ini rombongan moge (motor gede) Bandung-Sumbar melintas dengan kecepatan tinggi. Tak ayal lagi rombongan pengantin Aswatama itupun semakin terpinggirkan dalam arti terdesak minggir.
“Orang berduit pamer kekayaan berisik amat, ya.” Gerutu Durmagati.
“Lagian kenapa jalanan dipersempit PKL dimanjakan, bahaya banjir diabaikan. Payah emang adipati Bazul Sengara.” Tambah Patih Sengkuni.
Tiba-tiba terdengar suara gubrakkkkk….. dari arah depan. Dan ternyata kereta kencana yang dinaiki Aswatama terbalik, gara-gara tersambar moge, sementara yang nyerempet terus kabur. Calon pengantin itu tak ayal lagi ngusrug (terkapar) terbentur pinggul trotoar, jidat Aswatama nandang kanin (menderita luka), sampai berdarah dan benjol segede bakpao isi kacang ijo. Aswatama dilarikan ke RS Mitra Keluarga Berada.
“Adipati Bazul Sengara memang keterlaluan, kenapa jalan dipersempit begini. Gara-gara jalan jadi kecil, anakku Aswatama kecelakaan.” kata Begawan Durna menyalahkan Adipati Timbul Taunan.
“Sabar Wakne Gondel, jangan emosi dan cari kambing hitam.” Patih Sengkuni menasihati.
Kecelakaan atas Aswatama mendadak viral di internet. Komentar warganet macem-macem, tapi ironisnya hampir 95 persen malah nyukurin si calon pengantin. Kenapa tidak langsung tewas saja, kasihan jalan aspalnya, kasihan kereta kencananya. Sebetulnya warganet tak bermasalah dengan Aswatama. Tapi gara-gera kelakuan Begawan Durna, anak jadi tiban. Bapa polah anak kepradah, kata pepatah.
Paling mengejutkan, dari RS terungkap bahwa ternyata kaki Aswatama sebelah berwujud kaki kuda, karena sang ibu adalah bidadari Wilutama yang pernah dikutuk dewa jadi kuda. Pantesan setiap hari pakai sepatu militer melulu. Nggak tahunya karena sembunyikan rahasia. Tak jelas, apakah Dewi Safanah Ailin Syarifa masih mau punya suami berkaki kuda. (Tamat-Ki Guna Watoncarita)