
KETEGANGAN antara dua negara bertetangga yang terlibat konflik sejak 1947 : India dan Pakistan makin meningkat pasca tewasnya 26 wisatawan, mayoritas WN India di wilayah sengketa, Kashmir, 22 April lalu.
Otoritas Kashmir yang dikelola Pakistan telah menutup lebih dari 1.000 sekolah agama (madrasah) karena khawatir terhadap serangan militer India, sebaliknya India sudah menutup wilayah udaranya dari Pakistan.
“Kami telah mengumumkan libur 10 hari untuk semua madrasah di Kashmir,” kata Hafiz Nazeer Ahmed, kepala departemen urusan agama setempat
Pasca kejadian mematikan itu, ketegangan antara kedua negara masih menjadi perhatian internasional karena dikhawatirkan akan memicu perang nuklir.
Pakistan dituding sebagai dalang penembakan itu, walau sudah membantahnya, sementara kepolisian India merilis daftar pencarian anggota kelompok Lashkar-e-Taiba berbasis di Kashmir, yang ditetapkan PBB sebagai organisasi kriminal.
Polisi India memburu dua warga Pakistan dan seorang warga India yang tergabung dalam organisasi tersebut dan menahan sejumlah orang yang terkait dengan para pelaku penembakan.
Sejak peristiwa penembakan itu terjadi, kedua negara terlibat baku tembak, saling melontarkan sindiran, mengusir warga negara pihak lawan dan menutup perbatasan.
Tembak drone
Eskalasi ketegangan terjadi di wilayah Kashmir usai tentara Pakistan menembak pesawat nirawak (drone) pengintai India, Kamis (1/5) seperti dilaporkan oleh stasiun radio pemerintah.
Berdasarkan laporan radio tersebut, mereka mengklaim bahwa drone India itu berusaha mengintai sepanjang garis kontrol atau LoC di Sektor Manawar, Bhimber, Kashmir.
Meskipun demikian, stasiun radio itu tidak merinci kapan penembakan drone itu terjadi. Sedangkan dari sisi India, militer negara tersebut menyatakan bahwa kedua negara sedang baku tembak di sepanjang LoC selama lima malam berturut-turut.
India dan Pakistan telah lama terlibat konflik. Sengketa mereka terhadap wilayah Kashmir telah membuat penduduknya terbagi menjadi dua kubu.
Kelompok separatis di Kashmir yang dikuasai India telah aktif memberontak sejak 1989 dan mereka bermaksud memisahkan diri dan bergabung dengan Pakistan.
Sementara itu, PBB mendesak kedua negara itu sebisa mungkin menahan diri untuk tidak melancarkan aksi militer. Kemudian, China yang berbatasan dengan India dan Pakistan juga menyuarakan hal yang sama.
“Baik India maupun Pakistan merupakan negara penting di Asia Selatan. Hidup berdampingan secara harmonis sangat penting bagi perdamaian, stabilitas, dan pembangunan kawasan,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun (1/5).
Cawe-cawe perdamaian
Sementara itu, negara-negara Arab ikut mengulurkan tangan mengupayakan perdamaian. Iran menawarkan diri untuk menjadi penengah konflik kedua negara, sedangkan Arab Saudi mengaku, terus berusaha menekan eskalasi konflik.
Kedua negara kini berada di ambang perang, seperti yang disampaikan Menteri Informasi Pakistan Attaullah Tarar melalui medsos X, (30/4).
Tarar mengungkap kemungkinan India akan melancarkan serangan militer dalam 24 hingga 36 jam sejak unggahan itu dibuat. Mereka mengeklaim telah mengantongi informasi intelijen kredibel mengenai serangan itu.
Di tengah eskalasi ketegangan, muncul kekhawatiran pecahnya perang nuklir, mengingat berdasarkan data Arms Control Association, kedua negara masing masing memiliki 170-an hulu ledak nuklir.
Pada 1998, India mengadopsi kebijakan untuk tidak menggunakan senjata nuklir terlebih dahulu atau berarti hanya akan menggunakannya sebagai aksi balasan.
Namun India sedang mempertimbangkannya kembali kebijakan itu dalam beberapa tahun terakhir ini, sebaliknya, Pakistan tidak memiliki kebijakan serupa.
Jika pecah perang antara kedua kekuatan nuklir yang militernya, menurut Global Firepower, India di ranking ke-4 dengan penduduk terbanyak di dunia (1,44 miliar jiwa) dan Pakistan ke-12 dengan penduduk 251,2 juta jiwa tentu bakal menciptakan malapetaka bagi umat manusia.