JAKARTA – Setelah sejumlah ahli telah mengaudit kualitas bangunan usai terjangan bencana alam gempa berkekuatan 6,5 SR, penyebab ratusan bangunan yang roboh ketika gempa bumi 6,5 SR di Aceh terungkap.
Ahli dari Kementrian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (KemenPupera) Sutarji mengatakan, kerusakan bangunan dalam gempa yang menelan korban 102 jiwa ini terjadi kerena banyak faktor seperti struktur bangunan. Selain itu, besi yang digunakan kebanyakan tidak memenuhi standar serta bangunan pun tidak memiliki tulangan geser.
“Faktor kualitas mutu bangunan, kerikil yang bulat bukan batu pecah, besi tulangan polos bukan ulir yang menyebabkan bangunan rusak,” ujar Sutarji, dalam keterangan tertulis dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), di Jakarta, Sabtu (17/12/2016).
Catatan kerusakan bangunan meliputi 65 masjid, 160 meunasah, 357 ruko, 30 kantor pemerintahan, 138 sekolah roboh. Selain itu, 11 pasar, 83 jembatan dan 88,5 km jalan juga tercatat ikut rusak.
Bangunan masjid yang roboh setelah diinspeksi terjadi karena beban kubah dinilai sangat berat lalu tidak ditopang dengan pondasi yang bagus. Getaran gempa mengakibatkan pondasi lemah kemudian tidak mampu menahan kubah.
Sementara itu, Peneliti dari Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia Mansyur Insyam menuturkan, konsep rumah tumbuh juga memberikan kontribusi terhadap banyaknya rumah yang hancur. Pondasi dan tulangan yang di desain untuk satu tingkat, ternyata dikembangkan oleh masyarakat hingga 2-3 tingkat.
Beban ini dinilai tidak dipikirkan untuk mampu ditopang oleh konstruksi yang dibangun. Percepatan getaran gempa yang telah diukur dan dianalisa oleh BMKG membuktikan bahwa percepatan maksimal terjadi pada bangunan 2-3 lantai.
“Percepatan puncak terjadi pada bangun 2-3 lantai, percepatan mencapai 5 kali dibandingkan pada pondasi,” ujar Mansyur.
Terkait ijin pendirian bangunan yang tahan gempa, menurutnya perlu mendapatkan perhatian secara khusus agar gempa yang mungkin terjadi dapat diminalkan dampak dan korbannya. Geologi lokasi gempa sebagian besar adalah sedimen pasir, sehingga jika terjadi gempa pasir memadat menekan air dan air menekan balik sehingga keluarlah lumpur pada rekahan gempa seperti yang terjadi di beberapa tempat.
“Korban bukan disebabkan gempa bumi. Tapi disebabkan bangunan yang roboh tidak mampu merespon getaran gempa,” ujarnya, sebagaimana dilansir metrotvnews.