PARUNG – Arifin (29) salah satu pasien RS Rumah Sehat Terpadu (RST) DD. Arifin terdaftar jadi pasien RST, 15 juli 2015, rujukan dari Layanan Kesehatan Cuma-cuma (LKC). Rasa prihatin akan mucul bagi siapa saja yang mengetahui malangnya nasib Arifin.
Sendiri, itulah yang kini terjadi pada kehidupan Arifin. Tidak ada keluarga dan sanak saudara yang menemani Arifin dalam menghadapi penyakit yang dideritanya. Ibu dan bapaknya sudah lama meninggal. Hanya belas kasih dari orang-orang terdekat yang kini menjadi tumpuan Arifin untuk tetap bertahan seperti guru-guru yang dulu mengajar Arifin di SMK 43 Jakarta dan sahabat terdekat.
Arifin hidup dengan dua kakaknya dan satu adiknya. Namun, banyak kesibukanlah yang membuat Arifin seolah ditinggalkan. Meskipun begitu, saudara yang semuanya laki-laki ini datang sesekali untuk menjenguk kondisi Arifin. Waktu sesekali itu tidak cukup untuk membuat Arifin merasa ditemani dan dijaga.
Setibanya di tempat ini, Arifin mendapatkan perawatan intensif dan perlakuan yang jarang didapatkan pasien lain. Seluruh tubuh Arifin dibersihkan karena melihat kondisinya yang terlalu kotor karena tidak dibersihkan beberapa hari. Perawat membersihkan badan, rambut dan kuku yang sudah panjang dan dipenuhi kotoran.
Setelah mendapatkan perawatan intensif di RS Rumah Sehat Terpadu DD, Arifin melakukan beberapa pemeriksaan untuk mengetahui penyakit yang diderita. Dari hasil yang didapatkan diagnosis sementara Arifin menderita fraktur atau patah tulang dan syaraf yang terjepit atau HNP (Herniasi Nukleus Pulposus) karena masih ada pemeriksaan lain untuk memastikan penyakit yang diderita. Pemeriksaan terakhir dilakukan adalah dengan test mantoux atau suatu cara yang digunakan untuk mendiagnosis TBC, hasilnya menunjukan bahwa Arifin mengidap penyakit tuberculosis (TBC).
“Semua berawal dari tahun 2008, dimana sepulang Arifin kerja terjatuh setelah turun dari angkutan umum dengan posisi duduk” terang Nani Sumartini, Guru salah satu sekolah menengah kejuruan wilayah Jakarta yang juga merawat selama Arifin sakit.
Sejak jatuh kondisi Arifin mulai menurun dan tidak produktif. Namun, Arifin mulai melakukan pengobatan setelah menghubungi Nani pada 2014 melalui media sosial. Pengobatan yang dijalani ketika itu adalah pemeriksaan ke rumah sakit swasta, dokter spesialis, dan pengobatan alternatif, namun hasilnya menunjukan keadaan yang normal dan hanya kekuarangan gizi. Meskipun dinyatakan normal, kondisi yang ditunjukan lebih dari itu, Arifin hanya duduk dan tiduran di tempat dan tempat tinggalnya tidak terurus dan kotor semenjak sakit.
Sejak Nani mengetahui kondisi Arifin, maka selama itu pula guru bahasa inggris ini merawat dan menjaga Arifin. Menjenguk satu kali dalam sepekan dan memesankan makanan ketempat makanan disekitar rumah Arifin yang kemudian diantarkan setiap harinya. Melebihi peran seorang guru dan sebanding dengan peran sang ibu, Nina terus menjaga Arifin hingga saat ini.
Kondisi Arifin menurun kembali pada Juli 2015, ketika itu Nani harus pulang ke kampung halaman karena sang ibunda meninggal dunia di Sumedang. Beberapa hari setelah meninggal ibundanya, Nani kembali untuk mengetahui kondisi Arifin yang mulai parah karena tidak ada makanan yang masuk ketubuhnya selama beberapa hari. Penjaga warung makanan yang biasa mengirimkan makanan ke Arifin pulang kampung. “Tubuh Arifin menggigil dengan kondisi yang memprihatinkan” tambah Nani.
Selepas itu, berkat infromasi dari rekan dan media masa akhirnya berbagai pihak mengulurkan tangan untuk membantu. Berkat itu pula, akhirnya Arifin dibawa ke Layanan Kesehatan Cuma-cuma (LKC) Ciputat dan kemudian dirujuk ke RS Rumah Sehat Terpadu DD.
Beruntung jadi diri kita ketika dalam kondisi apapun, ketika nikmat sehat kita diambil untuk sementara dan ketika kondisi terjatuh, masih ada keluarga dan kerabat terdekat kita yang senantiasa ada untuk mendukung. Namun, di tempat lain, mereka hanya sendiri dan berusaha sendiri untuk mendukung dirinya menjadi orang yang kuat. Mari kita doa dan datangkan dukungan dari berbagai sisi untuknya. – Um/RST