ASEAN merapat ke China dan Teluk hadapi AS

0
94
Malaysia selaku tuan rumah KTT ASEAN, Mein mndatang akan mengundang perwakilan negera-negara Arab dan Teluk agaknya untuk besama-sama menghadapi tekanan ekonomi AS di bawah Presiden Donald Trump.

MALAYSIA selaku presidensi bergilir dan tuan rumah KTT ASEAN, Mei mendatang akan mengundang perwakilan dari Cina dan negara-negara Arab Teluk, kemungkinan untuk menghadapi tarif tinggi bea impor yang dikenakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Namun, PM Malaysia Anwar Ibrahim di Kuala Lumpur (9/3) menegaskan, kehadiran negara-negara non-anggota ASEAN di  KTT mendatang  bukan dimaksudkan sebagai langkah melawan AS .

“ASEAN tidak sedang memilih pihak, tetapi berusaha memastikan relevansi perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara itu dalam dunia multipolar, “ ujarnya.

Presiden Trump yang dilantik sebagai penguasa Gedung Putih, 20 Jan. lalu mengancam akan mengenakan tari bea masuk tinggi terhadap produk sejumlah negara terutama China yang menjadi seteru perang dagangnya dan juga negara anggota aliansi Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan (BRICS) dan sejumlah negara yang ikut bergabung termasuk RI.

Namun,  peneliti di Dewan Studi Asia-Pasifik Yokosuka, Jepang, Sam Baron, rencana Anwar untuk membentuk aliansi dagang antara ASEAN, Cina, dan negara-negara Teluk Arab yang kaya akan sumber daya serta berorientasi pada investasi itu, bisa jadi tidak disambut baik oleh Washington.

“Negara-negara ASEAN, beberapa negara Teluk, dan Cina semuanya memiliki surplus perdagangan yang signifikan dengan AS,” ujar Baron kepada harian the South China Morning Post.

“Trump tidak segan-segan menggunakan kebijakan perdagangannya sebagai alat tekanan. Anwar harus berhati-hati,” ujarny

Pemerintah Trump yang menganggap BRICS sebagai ancaman terhadap dominasi global ekonomi AS juga mengancam akan memberlakukan tarif 100% jika blok tersebut mencoba “memainkan strateginya terhadap dolar AS.

GCC dengan PDB Rp32,5 quadriliun

Sedangkan menurut Dana Moneter Internasional (IMF), total PDB negara-negara Arab Teluk yang tergabung dalam Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) mencapai sekitar 2,1 triliun dolar AS (sekitar Rp32,5 kuadriliun) pada 2023.

Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) menyumbang hampir tiga perempat dari total output ekonomi blok tersebut, yang juga mencakup Bahrain, Kuwait, Oman, dan Qatar.

Sementara ASEAN merupakan salah satu kawasan ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di dunia, dengan jumlah populasi gabungan sekitar 690 juta jiwa.

Pada 2023, sepuluh negara anggotanya mencatat total PDB hampir 3,8 triliun dolar AS (sekitar Rp58,9 kuadriliun), di mana Indonesia menyumbang sepertiga dari jumlah tersebut sebagai negara dengan populasi terbesar di ASEAN.

Bagi Uni Eropa, negara-negara ASEAN sudah menjadi mitra dagang utama, menempati peringkat ketiga setelah AS dan Cina. Sementara itu, mitra dagang terbesar ASEAN adalah Cina, AS, Uni Eropa, dan Jepang.

Meskipun memiliki daya ekonomi yang cukup besar, ASEAN bukanlah blok yang homogen. Wilayah ini mencakup negara-negara berpendapatan rendah seperti Laos hingga negara maju seperti Singapura.

Sebagai perbandingan, PDB per kapita Malaysia hampir dua kali lipat dari Thailand.

“Selama beberapa tahun terakhir, negara-negara ASEAN justru diuntungkan oleh ketegangan perdagangan antara AS-Cina, dengan meningkatnya pangsa pasar ekspor global serta masuknya investasi asing,” kata Francoise Huang, ekonom senior di Allianz Trade, kepada DW.

Huang mencatat, investasi asing langsung (FDI) dari negara-negara maju dalam Organisasi bagi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) ke ASEAN naik dua kali lipat dibanding investasi di Cina, padahal, pada 2018, situasinya justru berbalik.

“ASEAN juga menarik bagi perusahaan-perusahaan Cina, dengan produsen mobil Cina yang berinvestasi sebesar 5,4 miliar dolar AS (sekitar Rp88 triliun) di kawasan ini pada 2023, hampir tiga kali lipat dari skala investasi mereka pada 2015,” katanya.

Strategis dan Masuk Akal

Sharon Seah, peneliti senior di Pusat Studi ASEAN di Institut ISEAS-Yusof Ishak Singapura, berpendapat bahwa kerja sama yang lebih erat antara ASEAN dan negara-negara Teluk sangat masuk akal secara strategis.

“Dengan memperkuat kerja sama antarblok dan kemitraan seperti Uni Eropa dan GCC, ASEAN berharap dapat menjaga perdagangan multilateral tetap terbuka dan bebas,” ujarnya.

Perang dagang yang dilancarkan Presiden Trump, yang saat ini lebih banyak menyasar Kanada, Meksiko, dan Cina, membuat prospek perdagangan global semakin sulit diprediksi, kata Sharon Seah.

“Namun, dalam konteks ini, keputusan Malaysia untuk mengajak Cina ke KTT ASEAN juga dianggap sebagai “tonggak sejarah,” kata Seah.

“Ini dapat dilihat sebagai upaya Malaysia untuk memperluas kerja sama ASEAN dengan Cina dan GCC dalam kemitraan tripartit yang memanfaatkan kekuatan masing-masing pihak,” ujarnya.

Menurut Francoise Huang dari Allianz Trade, negara-negara Teluk dapat memberikan kontribusi finansial cukup besar berkat hasil  minyak dan gas mereka yang melimpah. Investasi strategis dalam bidang teknologi dan kecerdasan buatan (AI) juga bisa menguntungkan ekonomi Asia.

“ASEAN dapat memanfaatkan sebagian dari investasi tersebut untuk pertumbuhan ekonominya sendiri, sekaligus menarik investasi dari dana kekayaan negara Arab Teluk ke sektor teknologi,” ujar Huang.

Bagi Indonesia, selain bermitra dengan negara tetangganya di lingkup ASEAN, baik juga menjalin kemitraan, baik dengan AS mau pun dengan China sepanjang menguntungkan dan sejauh ini tidak ada masalah. (SCMP/Deutsche Welle/ns)

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here